Padahal polisi yang profesional hendaknya menjunjung tinggi aturan yang tertuang di lembaga mereka sendiri. Banyak sekali syarat sebelum anggota diperbolehkan menekan pemicu pistolnya. Dan itu pun tidak dimaksudkan untuk menghilangkan nyawa.Â
Polisi yang bagus harusnya menembak tersangka yang membandel di area-area tubuh yang tidak vital seperti kaki atau bahu. Dan ingat, negara ini bukan negara koboi, sehingga sangat jarang ada tersangka yang memiliki senpi berpeluru tajam, sehingga kejadian ini sangat bisa dihindari.
Lantas, dengan membikin mati si tersangka, bagaimana polisi akan bertanggung jawab? Pasti tidak akan, karena postulat yang terbentuk di benak publik sudah membenarkan para polisi, bahwa pembegal harus dimusnahkan.
Dan lantas, dengan matinya si tersangka, apakah akan menimbulkan efek jera seperti yang diharapkan Bobby dan rerata warganya yang sedang emosi?
Bak katak dalam tempurung, sangat cetek ilmu lapangan kita jika mengakui akan ada efek jera. Ketahuilah kejahatan itu sudah seperti hukum alam, tak pernah libur barang sehari pun, sekalipun ada ganjaran tegas di luar nalar. Bahkan bisa-bisa para gerombolan begal semakin merajalela, sebagai ekspresi kemarahan mereka melihat sejawatnya tumbang. Bagaimana jika mereka mengumumkan perang? Oke, ini terlalu jauh. Tapi plis, jangan harap ada efek jera.
Lebih bagus Bobby mengingat-ingat kata mendiang Bang Napi di acara Sergap, program TV era tahun 2000-an. Dia bilang kejahatan terjadi tidak selalu karena niat, tetapi karena ada kesempatan.
Oke, pembegal pasti dari rumah sudah berniat melalukan kejahatan. Tapi kalau kesempatannya nihil, ya mereka pasti tidak jadi berbuat jahat.Â
Kalau saja Bobby paham, dia seharusnya memperbanyak polisi yang patroli di jalan raya, agar kesempatan para penjahat itu sempit. Tetap polisi yang patroli tidak boleh menjadikan deklarasi Bobby sebagai pijakan untuk berbuat semena-mena.
Dulu medio 2012-an, di Medan sempat terbentuk petugas Patra. Mereka adalah kawanan Brimob yang berkeliaran di jam malam menggunakan motor trail. Saat kita jalan tengah malam, di setiap kilometernya, pasti menemui anggota Patra itu.Â
Jujur saja, itu sudah sangat baik dalam mencegah aksi kriminalitas, walaupun balik lagi bahwa kejahatan tak pernah libur. Dan paling tidak, cara ini lebih berpendidikan ketimbang membalas dengan menembak mati. Saya heran Patra ini dinonaktifkan. Apakah mereka kesulitan membeli uang bensin?
Juga, selain mengaktifkan kembali satuan Patra, Bobby mestinya memasang CCTV di setiap penjuru kota kayak di luar negeri. Lampu-lampu jalan juga. Terangkan setiap jalan di kota Medan. Jangan berdalih pemanasan global, sebab Medan ini masih terlalu gelap.Â