Mohon tunggu...
Rio Nur Ilham
Rio Nur Ilham Mohon Tunggu... Lainnya - Pemerhati

Bukan Basa-basi

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Suara Buruh Diabaikan

6 Oktober 2020   01:14 Diperbarui: 6 Oktober 2020   20:36 116
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Poster tolak kapitalisme dalam demo kelompok buruh di London, Inggris (1/4/2009). (Foto: Wikimedia Commons: Jonny White) 

Tentu pemerintah sudah mengkalkulasi apabila buruh melakukan mogok nasional dan unjuk rasa beramai-ramai di tengah situasi pandemi dan resesi. Namun, pemerintah masih bergeming. 

Aparat kepolisian malah disiapkan untuk menghadang massa. Ini semakin menjengkelkan karena buruh ingin didengar, bukan dihadang. 

Tuntutan buruh sederhana. Yang paling masuk akal mungkin hanya beberapa. Antara lain, upah minimum sektoral kabupaten jangan dihapus. Itu akan mengurangi gaji pekerja. 

Seperti yang dicemaskan pekerja perusahaan elektronik, Leni (41), yang menyoroti patokan upah apabila UMSK ditiadakan. Jika nanti patokan gajinya berdasarkan upah minimum provinsi (UMP), dia yang digaji  dengan standar UMSK Kabupaten Bogor akan mengalami penurunan gaji. Ini karena UMP Jawa Barat hanya Rp 1,8 juta, sementara pendapatannya saat ini lebih kurang Rp 4,5 juta (Kompas.id). 

Memang upah minimum sektoral ini tidak akan dihilangkan untuk angkatan kerja yang sekarang, karena hukum selalu tidak berlaku surut. Namun, manusia tidak mungkin hidup selamanya. Alias, bagi angkatan kerja baru, upah mereka akan minim, sesuai UMP. Menyedihkan.

Tuntutan lainnya adalah perihal pesangon. Di tengah pandemi yang tak dapat diperkirakan kapan berakhir ini menimbulkan potensi perusahaan melakukan PHK. Dan, berdasarkan UU Cilaka, besaran pesangon karyawan yang terkena PHK hanya sebesar 25 kali gaji. Padahal semestinya 32 kali gaji, berdasarkan UU Ketenagakerjaan. Di sini negara turut terbebani karena ikut membayar 6 kali gaji pekerja yang di-PHK. PHK tanpa beban akan menjadi tren. 

Masalah outsorcing juga membikin cemas pekerja. Pekerja kontrak pun demikian. Hal itu lantaran tak adanya kepastian masa waktu maksimal menjadi pekerja kontrak. Mereka berpotensi bekerja kontrak seumur hidup yang, kalau suatu saat di-PHK, tak akan mendapat pesangon. 

Masalah upah cuti turut memborbardir buruh. Cuti memang tidak hilang. Yang hilang upahnya. Anda cuti hamil, maka Anda tak digaji. Kasihan sekali para pekerja. No work no pay.

Terkait jam kerja yang diperpanjang, misalnya, semakin membuat buruh menjadi pekerja berat nan lelah demi sesuap nasi. Mereka menilai ini bentuk eksploitasi. Apakah para pekerja harus dibuat seperti ini? 

Untuk itu mereka mencari pemerintah. Di manakah pemerintah berada, mereka tak merasakan kehadirannya. Pemerintah hadir, tapi sebagai musuh. 

Buruh ingin didengar. Buruh bertindak membahayakan nyawa dan bangsanya dengan berdemo besok hanya karena ingin didengar. Mereka terpaksa; hidup-mati.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun