Mohon tunggu...
Rio Nur Ilham
Rio Nur Ilham Mohon Tunggu... Lainnya - Pemerhati

Bukan Basa-basi

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Teman-teman Pinangki Harus Diungkap

25 September 2020   02:25 Diperbarui: 4 Oktober 2020   18:04 190
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto: Kantor Berita Antara

sulit diterima nalar bila seorang konglomerat kakap seperti Djoko Tjandra mampu ditipu dengan sebuah proposal yang disodorkan seorang Pinangki, yang bukanlah siapa-siapa di institusi Kejaksaan Agung. 

Rabu kemarin (23/9) Pinangki Sirna Malasari menjalani sidang perdana pembacaan dakwaan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta Selatan. Jaksa penuntut mendakwanya menerima suap dari Djoko Tjandra untuk pengurusan fatwa Mahkamah Agung (MA), agar Djoko Tjandra, terpidana korupsi pengalihan hak tagih Bank Bali, lepas dari eksekusi putusan Peninjauan Kembali (PK) 2009 silam.

Tidak hanya itu, jaksa turut mendakwanya dengan pencucian uang dan pemufakatan jahat. Namun, dalam dakwaan itu, tidak terdengar nama-nama lain di institusi Kejaksaan Agung yang turut terlibat. Hanya Pinangki seorang diri.

Bila merinci pada dakwaan yang dibacakan jaksa, dapat disimpulkan bahwa Pinangki memperkenalkan dirinya kepada Djoko Tjandra sebagai orang yang paling berkuasa di institusi Kejaksaan Agung. 

Kesimpulan itu timbul karena Pinangki menyodori sebuah proposal kepada Djoko Tjandra yang, dalam proposal itu, nantinya membuat Djoko Tjandra lepas dari segala eksekusi hukum yang menimpanya. 

Proposal yang diajukan Pinangki dalam pertemuan khusus di Kuala Lumpur itu tentu tidak gratis. Pinangki membanderol harga tinggi, yakni sebesar US$ 100 juta. Namun, setelah tawar-menawar, Djoko Tjandra berhasil mendapat harga US$ 10 juta. Persetujuan pun terjadi di antara kedua pihak.

Menariknya, Tjoko Tjandra percaya dengan Pinangki beserta proposal yang dibawanya. Bahkan dia memberi Pinangki uang muka sebesar US$ 500 ribu sebagai tanda jadi, agar Pinangki mejalankan rencana yang sudah disusun dalam proposal itu. 

Padahal, kalau dipikir-pikir, Pinangki hanyalah seorang Kepala Sub-Bagian Pemantauan dan Evaluasi II di Biro Perencanaan Jaksa Agung Muda Pembinaan, alias hanya seorang pejabat eselon, yang tidak memiliki kewenangan tinggi di Kejaksaan Agung. Sedangkan untuk merealisasi proposal itu dibutuhkan pejabat dengan kewenangan tinggi, terutama pada bagian mengeluarkan Fatwa MA. Harus disampaikan Kejaksaan Agung secara kelembagaan, yang pastinya menggemparkan publik.

Muncullah berbagai keraguan terhadap dakwaan jaksa penuntut umum. Ragu akan dakwaan jaksa yang tidak lengkap, misalnya, dakwaan yang penuh lubang, tak bertaji hingga curiga akan dakwaan yang seperti dimodifikasi, mengingat perkara ini sebelumnya ditangani oleh Kejaksaan Agung, tempat Pinangki bekerja. 

Mestinya Pinangki tidak didakwa sendirian. Seharusnya ada pejabat tinggi di Kejaksaan Agung yang merancang proposal itu, yang menyuruh pinangki mendekati Djoko Tjandra. Seharusnya ada pasal 'turut serta' dalam dakwaan jaksa itu.

Namun, penulis sempat menganggap bahwa Tjoko Tjandra hanya ditipu oleh seorang Pinangki. Pinangki memang sendirian beserta beberapa anggotanya.

Jaksa mengungkapkan bahwa tidak ada satu pun agenda dalam proposal itu yang dikerjakan Pinangki. Yang terlaksana hanyalah perihal bayar-membayar Djoko Tjandra kepada Pinangki. Djoko Tjandra, menurut jaksa penuntut, akhirnya membatalkan proposal itu meski sudah membayar uang muka.

Apakah benar seorang Djoko Tjandra tertipu semudah itu? Benarkah Pinangi tidak sendiri? Apakah dakwaan jaksa dimodifikasi, demi menyelamatkan institusi Kejaksaan Agung?

Menjawab pertanyaan itu sungguh butuh riset mendalam, atau sabar menunggu fakta persidangan yang sedang bergulir. Namun, jika menelusuri remah-remah kecil, Djoko Tjandra tidak mungkin tertipu. Pun Pinangki disinyalir tidak sendiri.

Komisi Kejaksaan, misalnya, yang ingin memeriksa Pinangki, atau setidaknya menyerahkan Pinangki kepada KPK dan Polisi untuk digilir. Niatan itu rupanya mendapat perlawanan keras dari Kejaksaan Agung. Pun banyak yang mempertanyakan mengapa bukan KPK yang menyidik perkara Pinangki sedari awal. 

Meski begitu, penulis akhirnya mengesampingkan kecurigaannya terhadap Kejaksaan Agung, terkait Komisi Kejaksaan dan KPK. Penulis menilai bahwa Komisi Kejaksaan hanya ingin mencuri hati publik semata dengan berteriak ingin memeriksa Pinangki, padahal Komisi Kejaksaan tidak memiliki wewenang untuk memeriksa perkara. 

Sementara untuk jawaban mengapa bukan KPK yang memeriksa pinangki, mungkin jawabannya adalah status Pinangki yang, dengan cepat dinaikkan Kejaksaan Agung, menjadi tersangka, yang artinya penyidikan di Kejagung sudah terlampau jauh ke dalam. Pemeriksaan di KPK dikhawatirkan akan memakan waktu lama, karena memulai dari awal.  

Sangat logis alasan itu. Namun, masih sulit diterima nalar bila seorang konglomerat kakap seperti Djoko Tjandra mampu ditipu dengan sebuah proposal yang disodorkan seorang Pinangki, yang bukanlah siapa-siapa di Institusi Kejaksaan Agung.

Psikologis penjahat, bila ditawari proposal seharga US$ 10 juta, maka sudah pasti dia akan menghabiskan waktu untuk memastikan bagaimana proposal itu. Apalagi dia sampai rela membayar uang muka.

Soal urusan imigrasi dan pengurusan KTP, misalnya, memberi terang bahwa Pinangki sudah bekerja. Pinangki sudah separuh jalan. Proposal itu tidak gagal. 

Pastinya ada pejabat yang lebih tinggi dari Pinangki turut andil melaksanakan perencanaan sesuai proposal mahal itu. Pun Djoko Tjandra disinyalir tidak membatalkan proposal. Proposal itu masih dan/atau sedang berjalan, dengan atau tanpa Pinangki.

Oleh karena itu, Teman-teman Pinangki Harus Diungkap. Pertemuan Pinangki dengan Djoko Tjandra saat menyodorkan proposal di Kuala Lumpur harus dibuat terang. Pun sejauh mana Pinangki melaksanakan proposal dan berapa banyak yang terlibat harus dibongkar.

Keadilan harus ditegakkan, walau langit akan runtuh.

--Rio

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun