Hari obesitas diperingati setiap tanggal 4 maret di seluruh dunia. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyebutkan bahwa obesitas merupakan penumpukan lemak secara berlebihan akibat adanya ketidakseimbangan antara asupan energi (energy intake) dengan energi yang digunakan (energy expenditure) dalam jangka waktu yang cukup lama.Â
Kondisi inilah yang kemudian menyebabkan seseorang mengalami kelebihan berat badan yang dapat menjadi pemicu munculnya penyakit dalam tubuh lainnya. Wulandari menyebutkan jumlah penderita obesitas mengalami peningkatan setiap tahunnya, di negara maju maupun negara berkembang.Â
Oleh sebab itu, adanya World Obesity Day yang digagas oleh Federasi Obesitas Dunia sebagai upaya peningkatan kesadaran dan alarm bagi seluruh manusia untuk dapat menjaga kesehatannya sehingga mampu menghindari resiko menderita obesitas.Â
Tema hari obesitas tahun 2023 dilansir dari situs resmi Federasi Obesitas Dunia yaitu "Changing Perspectives: Let's Talk About Obesity" maknanya yaitu "Mengubah Perspektif: Mari Kita Bicara Tentang Obesitas".
Merujuk kepada penelitian yang dilakukan Siwi dan timnya yang dipublikasikan pada jurnal Kesehatan Mental Indonesia, terdapat lima faktor resiko terjadinya obesitas.
1. Faktor Lingkungan
Sebuah penelitian yang dilakukan di Korea ditemukan bahwa masyarakat memiliki kecenderungan dalam menyepelekan konsumsi makanan, namun menaksir terlalu tinggi (overestimate) apa yang dilakukan. Misalnya, ketika sekelompok anak muda melakukan jogging di pagi hari dengan durasi tiga puluh menit, kemudian kebanyakan menghabiskan waktu untuk mengobrol dan setelah berolahraga mengkonsumsi makanan bakso bersama. Sehingga makanan yang dikonsumsi, aktivitas yang dilakukan untuk membakar kalorinya tidak ada, kondisi inilah yang kemudian dapat menyebabkan penumpukan makanan dalam tubuh karena inaktivitas atau kurangnya beraktivitas.
Keluarga dapat mewariskan kebiasaan pola makan dan gaya hidup, keluarga cenderung berbagi makanan dan kebiasaan aktivitas fisik yang sama, sehingga saling mendukung hubungan antara gen dan lingkungan.Â
Bukan rahasia lagi, ketika anak mengadopsi kebiaasan yang dilakukan oleh orang tuanya dalam pola makanan. Karena terbiasa mengkonsumsi makanan berkalori tinggi serta kurang aktif bergerak kemungkinan besar anak juga terwarisi dengan kebiasaan buruk tersebut dan bukan tidak mungkin pula tubuh anak juga memiliki kelebihan berat badan.
2. Faktor MakananÂ
Penyebab berikutnya yaitu beragamnya pilihan makanan yang dikonsumsi. Keberagaman makanan tersebut membuat individu dengan leluasanya memilih makanan tanpa mempertimbangkan kandungan gizi yang seimbang di setiap menu yang dipilih. Saran untuk memenuhi gizi seimbang setidaknya terdiri dari kandungan seperempat karbohidrat, seperempat lauk dan porsi sisanya yaitu sayuran atau campuran buah segar.Â
Pola makan yang berlebih dapat menjadi salah satu faktor terjadinya obesitas, jika seseorang mengonsumsi kalori melebihi jumlah kalori yang dibakar. Maka sebab itu, perlu menjaga keseimbangan gizi di setiap makanan yang dikonsumsi.
3. Faktor Genetik
Setiap 10 tahun sesudah umur 25 tahun, metabolisme sel sel pada tubuh mulai berkurang sebesar 4% dan pada perempuan ketika memasuki periode menopause metabolic rate mulai menurun, sehingga tidak lagi dibutuhkan banyak kalori untuk mempertahankan berat tubuh. Artinya bahwa, semakin bertambah usia, maka metabolic rate akan menjadi semakin melambat. Obesitas dan obesitas sentral pada lansia salah satunya dapat disebabkan karena rendahnya aktivitas fisik dan perubahan pada hormonal, sehingga terjadi penumpukan lemak dalam tubuh.Â
Dari sisi jenis kelamin, wanita lebih banyak menderita obesitas dibandingkan pria. Hal ini disebabkan oleh adanya metabolisme dalam tubuh wanita lebih lambat dari pada tubuh pria. Basal metabolic rate (tingkat metabolisme pada kondisi istirahat) wanita 10% lebih rendah dibandingkan dengan pria.
Itulah kenapa, perlu diperhatikan bahwa faktor genetik pertama yang menjadi penyebab obesitas yaitu usia.
4. PerilakuÂ
Pada hakikatnya, tubuh manusia memerlukan asupan kalori untuk kelangsungan hidup serta memerlukan aktivitas fisik. Namun untuk menjaga kestabilan berat badan diperlukan keseimbangan antara energi yang masuk dengan energi keluar. Ketidakseimbangan energi inilah yang kemudian dapat mengarah pada kelebihan berat badan dan obesitas pada seorang individu. Asupan makanan yang berlebih biasanya berasal dari jenis makanan olahan serba instan, minuman soft drink dan makanan cepat saji serta makanan siap saji. Perlu digaris bawahi, kebiasaan makan di luar, lalu extra food menjadi upsize, dan pesan makanan dari luar dapat menambah hampir 43 persen kalori harian. Oleh sebab itu, perlunya mengontrol perilaku untuk dapat mencegah terjadinya obesitas.
5. Pelayanan Kesehatan
Faktor ketiga yaitu berkaitan dengan pelayanan kesehatan yang telah diupayakan pemerintah bagi masyarakat. Tentu ikhtiar baik ini memiliki banyak hambatan dan tidak berjalan mulus, kurang seriusnya masyarakat terhadap program ini memberikan hambatan dalam pelaksanaannya. Â
Padahal, Penyuluhan tentang upaya pencegahan obesitas diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan terutama bagi anak tentang pentingnya melakukan pencegahan obesitas, mengubah perilaku makan yang keliru, serta membuat remaja lebih peduli terhadap kesehatannya. Harapannya, remaja dapat rutin melakukan pengecekan kesehatan ataupun menimbang berat badan secara rutin untuk menghindari obesitas terjadi. Maka perlu kesadaran dan keseriusan masyarakat untuk mendukung program penyuluhan obesitas ini.Â
Melalui World Obesity Day ini, mari kita kampanyekan hidup sehat sehingga terjauhi dari resiko obesitas yang dapat membahayakan diri sendiri dengan memilih makanan yang bergizi, beraktivitas serta berperilaku hidup sehat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H