Mohon tunggu...
Rio Mastri
Rio Mastri Mohon Tunggu... Wiraswasta - Blogger dan pembelajar

Seorang blogger yang sedang mendalami niche dunia digital

Selanjutnya

Tutup

Hobby Pilihan

Ketiadaan Daya Manusia Tanpa Penglihatan

18 Februari 2022   02:02 Diperbarui: 18 Februari 2022   02:06 341
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ketika itulah si juru catat tak menyia-nyiakan kesempatan untuk mencari senjata api milik lelaki naas itu, agar dapat menjadi pemimpin Bangsal Tiga tanpa melalui prosedur apapun. Sayangnya, masa kepemipinannya tak pernah lepas dari kecaman teror.

Ketika hari pemberontakan tiba, seorang perempuan dari Bangsal Dua berhasil membakar Bangsal Tiga atas inisiatifnya sendiri yang berakibat binasanya seluruh penghuni Bangsal Tiga, termasuk dirinya sendiri yang mati sebagai martir. Ia menjadi seorang pahlawan tak dikenal hingga akhir cerita. 

Dalam kehidupan riil, mungkin saja nasib yang menimpa perempuan martir itu memang pernah terjadi. Bahwa banyak orang yang telah menumpahkan darahnya agar kita dapat menikmati kehidupan nyaman dan tenteram di alam merdeka saat ini, tidak pernah tercatat dalam daftar nama-nama pahlawan. 

Bahkan, dalam beberapa kasus, mungkin benar kata Agus Noor dalam sebuah cerpenya, Matinya Seorang Demonstran, bahwa "pecundang memang sering kali lebih beruntung." Kalimat ini diucapkan ketika tokoh Ratih membandingkan antara tokoh Eka, seorang demonstran, dan Arman, seorang anak kolong, yang karena kematian Arman di satu jalan kecil, untuk mengenangnya, jalan tersebut dinamai dengan namanya.

Saat kerusuhan itu tak terkendalikan, isteri dokter segera meminta bantuan kepada tentara yang ditugasi untuk menjaga karantina mereka. Sebab sahut tak berbalas--yang selama ini sering dibalas dengan ancaman tembak di tempat--isteri dokter menjadi curiga dan langsung memastikan situasinya. Ternyata mereka telah ditinggalkan oleh para penjaga.

Keputusasaan yang merambati seluruh penghuni karantina hingga sampai pada titik hampir tak ada lagi celah untuk sikap optimistik, tiba-tiba lenyap setelah mendengar teriakan "kita bebas!" dari isteri dokter. Ini merupakan semacam sikap optimis yang semu, kalau tak bisa disebut suram. 

Lingkungan Rumah Sakit Jiwa yang telah menjelma neraka akan digantikan alam lepas kota yang tak lain hanyalah neraka dalam kondisinya yang lebih mengerikan. Sebuah kota tanpa seorang pun dapat menggunakan matanya dengan normal. Sebuah medan survival of the fittest yang lebih luas.

Kejeniusan seorang Saramago, seperti dipaparkan oleh Eka Kurniawan dalam salah satu tulisannya, bahwa Saramago dalam novel-novelnya selalu seakan-akan mempertanyakan "apa jadinya... jika." Dalam Blindness, Saramago menjawabnya melalui tokoh isteri dokter, "kalaupun tidak dapat hidup sepenuhnya seperti layaknya manusia, setidaknya marilah kita berusaha agar tak hidup sepenuhnya seperti binatang" (174).

Kalimat itu tak mungkin terucap jika kehidupan berjalan normal. Itulah seuntai kalimat yang hanya ada dalam sebuah distopia. Sebuah realitas dimana seorang dokter spesialis mata tidak lebih dari sebongkah daging dengan jantung yang selalu mendapat asupan energi dari aliran sirkulasi darah, yang ditopang oleh kerangka belulang belaka, yang tak bisa berbuat apa-apa dengan keahliannya di tengah masyarakat yang memang membutuhkan keahliannya. 

Adanya si orang buta pertama, isteri orang buta pertama, perempuan berkacamata hitam, pria tua bertampal mata hitam dan si bocah juling, mereka semua sama-sama membutuhkan kehadiran mata isteri dokter sebagai penuntun, sebagaimana sang dokter mata.

Dengan kejam Saramago merontokkan keangkuhan seorang dokter seperti yang dikhotbahkan Homer dalam Iliad, "harga seorang dokter setara sejumlah orang." 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun