Mohon tunggu...
Rio Mastri
Rio Mastri Mohon Tunggu... Wiraswasta - Blogger dan pembelajar

Seorang blogger yang sedang mendalami niche dunia digital

Selanjutnya

Tutup

Hobby Pilihan

Ketiadaan Daya Manusia Tanpa Penglihatan

18 Februari 2022   02:02 Diperbarui: 18 Februari 2022   02:06 341
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Memang, dalam kasus ini manusia tetap mendiami kota seperti yang kita kenal dengan segala hamparan infrastruktur yang kita akrabi selama ini, hanya saja manusia tak mampu membentuk lembaga yang melebihi sebuah kelompok, layaknya manusia purba yang membentuk lingkaran sosial mereka.

Dalam peradaban semacam itu tak dikenal lembaga negara, swasta serta turunan-turunannya. Situasi ini dapat dimaklumi selama manusia pendukungnya mampu melihat dengan baik. 

Namun, akan berbeda situasinya apabila peradaban tersebut tidak memiliki satu mata pun yang mampu melihat. Hanya dengan keberadaan manusia-manusia buta inilah peradaban semacam itu akan menjadi mungkin tercipta di zaman kiwari ini. 

Sebuah zaman yang menampilkan manusia dengan sifat aslinya. Renungan inilah yang--dalam bayangan saya--dipikirkan oleh Jose Saramago sebelum ia memulai proyek penulisan novelnya: Blindness.

Saramago dlam novel tersebut menciptakan sebuah semesta dimana seluruh negara tanpa nama, dihuni oleh manusia yang tanpa nama pula. Ia hanya melabeli tokoh-tokohnya dengan apa yang khas dari masing-masing mereka. 

Negara imajiner Saramago dilanda wabah kebutaan yang awalnya menimpa seorang pengemudi--yang saya curigai sebagai bukan penduduk asli--, sesaat setelah lampu lalu lintas menyala hijau, ia tiba-tiba mengalami kebutaan. 

Di kemudian hari wabah ini menyebar ke seluruh negeri, bahkan seorang dokter yang menangani kasus pengemudi malang tersebut tak dapat membentengi dirinya. 

Wabah ini dalam waktu singkat diumumkan sebagai wabah nasional yang disikapi pemerintah dengan melakukan tindakan pengarantinaan terhadap penderita dan warga yang diduga telah terjangkit wabah tersebut di sebuah bangunan bekas Rumah Sakit Jiwa yang terdiri dari tiga bangsal.

Dalam masa kekacauan itu seluruh warga menjalani hari-harinya dengan menjadi pengelana, berkeliaran dengan satu misi: bertahan hidup. Langkah pertama yang dilakukan adalah mencari kelompok. Tanpa kelompok, sama saja seseorang mengangakan lubang kematian bagi dirinya. 

Selanjutnya, berusaha menerbitkan secercah optimisme dalam angan-angannya. Setiap warga berusaha meyakini diri mereka suatu saat kelak--yang masing-masing mereka sebenarnya tidak begitu yakin-- akan ditemukan semacam obat, entah sejenis apa, yang dapat mengusir wabah yang dikenal secara luas dengan sebutan penyakit putih ini.

Mengapa wabah ini dinamakan sebagi penyakit putih? Dalam kasus kebutaan normal penderitanya melihat dunia seakan semuanya hitam kelam, nircahaya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun