Mohon tunggu...
Mario Manalu
Mario Manalu Mohon Tunggu... Editor - Jurnalis JM Group

A proud daddy

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Antiklimaks Pemakzulan Trump, Kabar Buruk bagi Palestina

6 Februari 2020   16:45 Diperbarui: 6 Februari 2020   17:48 190
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pagi-pagi sekali, saya membagikan ke sebuah grup WhatsApp hasil tangkapan layar (screenshot) live streaming hasil penghitungan suara sementara di Senat AS atas sidang pemakzulan Donald Trump.

Postingan tersebut segera mendapat respon emoji berurai air mata, karena mayoritas anggota grup tersebut bersimpati terhadap perjuangan rakyat Palestina, dan keunggulan pendukung Trump dalam pemungutan suara tersebut adalah kabar buruk bagi mereka.  

Trump akhirnya lolos dari dakwaan penyalagunaan jabatan (abuse of power) dan dakwaan menghalangi penyelidikan kongress  (obstruction of congress). Terhadap dakwaan pertama, 48 anggota Senat berpendapat Trump bersalah dan 52 berpendapat sebaliknya. Terhadap tuduhan kedua, 47 menyatakan bersalah dan 53 menyatakan sebaliknya (cnn.com 06/02/2020).

Kendati banyak ahli sebelumnya telah memprediksi bahwa Tump bakal lolos dari usaha pemakzulan tersebut, harapan akan keberhasilan usaha tersebut sempat membubung tinggi,  terutama di kalangan masyarakat yang selama ini gerah dengan gaya-gaya kepempimpinan Trump yang sering tanpa tedeng aling-aling.

Survei Politico/Morning Consult pada bulan Desember lalu mengklaim bahwa mayoritas penduduk Amerika Serikat (52 %) mendukung usaha melengserkan Trump, sebagaimana dikutip oleh Kompas.com. 

Puncak dari kegerahan publik atas kepemimpinan Trump tercermin dari sebuah vidio viral satu hari sebelum pemungutan suara di Senat. Dalam vidio yang mendapat dukungan tinggi dari para netizen tersebut, ketua DPR AS, Nancy Pelosi, terlihat merobek-robek teks pidato Trump. Pidato tahunan itu lazim dikenal sebagai State of The Union (SOTU), semacam pidato tahunan Presiden RI setiap tanggal 17 Agustus.

Pelosi adalah salah satu promotor paling gigih dari usaha pemakzulan Trump. Karena itu aksinya tersebut sempat diterjemahkan publik sebagai sinyal bahwa usahanya akan berhasil melengserkan Trump. Namun harapan itu tidak menjadi kenyataan setelah Trump lolos di persidangan Senat.

Terlepas dari konflik politik internal AS, wacana pemakzulan tersebut menarik perhatian dunia karena berbagai alasan. Bagi mereka yang besimpati pada perjuangan Palestina, Trump adalah batu ganjalan, lebih tepatnya, musuh terbesar dalam beberapa dekade terakhir.

Penilain tersebut cukup beralasan. Setelah memindahkan kedubes AS untuk Israel ke Jerusalem dua tahun silam, Trump terus menunjukkan perlakuan berat sebelah terhadap Israel.

Contoh terbaru adalah proposal peace plan (rencana perdamaian) Israel-Palestina, yang diajukan Trump minggu lalu, sama sekali tidak menunjukkan adanya niat baik dari Trump untuk berlaku adil.

Sekedar menyegarkan ingatan kita, Presiden Palestina Mahmoud Abbas menyebut proposal tersebut sebagai sebuah konspirasi yang sama sekali tidak layak untuk sekedar dipertimbangkan (bbc.com, 29/02/2020). Inilah sambutan paling sinis dan pernyataan paling keras dari otoritas Palestina terhadap sebuah proposal perdamaian. 

Di masa-masa sebelumnya memang sering muncul tanggapan sinis terhadap berbagai proposal perdamaian, tetapi proposal Trump, lebih dari proposal-proposal sebelumnya, menunjukkan secara terang benderang keberpihakan mutlak pada Israel.

Proposal tersebut menyatakan secara jelas bahwa Israel akan terus menguasai seluruh Jerusalem, dan Palestina akan mendapat sebagian  wilayah kecil di sebelah Timur untuk ibu kotanya; Israel akan menguasai 30 % wilayah Tepi Barat (West Bank) dengan alasan sudah terlanjur membangun pemukiman di sana; Pengungsi Palestina tidak boleh lagi kembali ke negaranya, dan berbagai usulan lain yang justru menempatkan penduduk Palestina sebagai pariah di negerinya sendiri.

Dengan penuh percaya diri Trump menyebut proposalnya tersebut sebagai "win-win solution" dan merupakan kesempatan terakhir untuk Palestina untuk mendapatkan kemerdekaan. Keangkuhan presiden ke-45 AS tersebut dan sikapnya yang cenderung tak menggubris masukan pihak lain telah membuat harapan terhadap solusi damai bagi Israel-Palestina berada pada titik terendah.

Bagi Palestina sendiri dan komunitas yang bersimpati dengan perjuangan mereka, Trump adalah momok terbesar dalam beberapa dekade terakhir dan momok itu masih terus berjaya setelah memenangi pertarungan kemarin. Barangkali Trump akan semakin percaya diri menerapkan gaya politik populisme kanan dan akan terus memicu kontroversi, sebuah prospek suram bagi usaha kemerdekaan Palestina.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun