Di masa-masa sebelumnya memang sering muncul tanggapan sinis terhadap berbagai proposal perdamaian, tetapi proposal Trump, lebih dari proposal-proposal sebelumnya, menunjukkan secara terang benderang keberpihakan mutlak pada Israel.
Proposal tersebut menyatakan secara jelas bahwa Israel akan terus menguasai seluruh Jerusalem, dan Palestina akan mendapat sebagian  wilayah kecil di sebelah Timur untuk ibu kotanya; Israel akan menguasai 30 % wilayah Tepi Barat (West Bank) dengan alasan sudah terlanjur membangun pemukiman di sana; Pengungsi Palestina tidak boleh lagi kembali ke negaranya, dan berbagai usulan lain yang justru menempatkan penduduk Palestina sebagai pariah di negerinya sendiri.
Dengan penuh percaya diri Trump menyebut proposalnya tersebut sebagai "win-win solution" dan merupakan kesempatan terakhir untuk Palestina untuk mendapatkan kemerdekaan. Keangkuhan presiden ke-45 AS tersebut dan sikapnya yang cenderung tak menggubris masukan pihak lain telah membuat harapan terhadap solusi damai bagi Israel-Palestina berada pada titik terendah.
Bagi Palestina sendiri dan komunitas yang bersimpati dengan perjuangan mereka, Trump adalah momok terbesar dalam beberapa dekade terakhir dan momok itu masih terus berjaya setelah memenangi pertarungan kemarin. Barangkali Trump akan semakin percaya diri menerapkan gaya politik populisme kanan dan akan terus memicu kontroversi, sebuah prospek suram bagi usaha kemerdekaan Palestina.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H