Mohon tunggu...
Rio Kurnia
Rio Kurnia Mohon Tunggu... Mahasiswa - Taruna Politeknik Pemasyarakatan

taruna poltekip

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Efektivitas Penjatuhan Sanksi Pidana pada Perkara Pidana Residivisme di Indonesia

28 Mei 2022   16:14 Diperbarui: 28 Mei 2022   16:16 156
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Ada banyak hal yang mampu merusak citra sistem pemasyarakatan, salah satunya adalah adanya residivis. Residivisme merupakan suatu pengulangan tindak pidana oleh seseorang yang sama, dengan tindak pidana yang ia lakukan sebelumnya sudah dijatuhi pidana, memiliki kekuatan hukum tetap, dan pengulangan terjadinya tindak pidana pada jangka waktu tertentu. Residivis dapat terjadi karena adanya beberapa faktor penyebab, antara lain:

Penolakan masyarakat terhadap mantan narapidana dikarenakan stigma negative yang diberikan oleh masyarakat. Masyarakat tetap menganggap mantan narapidana adalah seorang penjahat meskipun sudah menjalani masa pidananya.

Mantan narapidana kembali pada lingkungan yang mau menerimanya, yaitu lingkungan kriminalnya.

Permasalahan ekonomi, seorang mantan narapidana sulit mendapatkan pekerjaan karena terjadi penolakan dimana-mana.

Bagaimana cara mengetahui seorang pelaku tindak pidana adalah residivis? Pertanyaan itu masih menjadi dilema dalam proses penegakan hukum di Indonesia. Hal ini dikarenakan sistem database perkara di Kepolisian, Kejaksaan maupun Pengadilan masih terpisah-pisah dan belum terkoneksi satu sama lain, sehingga menyulitkan saat dilakukan pelacakan terhadap seseorang yang diduga residivis. Oleh karenanya, kecenderungan untuk mengetahui hal tersebut hanya berdasarkan pada fakta ataupun bukti yang ditemukan selama pemeriksaan perkara, baik berupa keterangan saksi-saksi maupun keterangan dari si terdakwa (pelaku).

Ketika berbicara tentang residivis, maka presepsi yang muncul pertama kali adalah seseorang yang melakukan pengulangan tindak pidana, mereka juga disebut penjahat. Penanganan tindak pidana seharusnya tidak hanya berfokus pada tindakan penghukuman terhadap pelaku. Sanksi pidana harus dijadikan sebagai suatu dasar perlakuan untuk merehabilitasi perilaku pelanggar hukum.

Namun, yang terjadi justru sebalikya. Pada beberapa kasus, sanksi pidana belum mampu memberi efek jera terhadap pelanggar hukum, seseorang justru berubah menjadi lebih jahat setelah menjalani pidana di penjara.

Misalnya, seorang pelaku tindak pidana perampokan yang sudah dijatuhi putusan dan sudah menjalani masa pidananya di Lembaga Pemasyarakatan akan kembali hidup didalam masyarakat, namun orang tersebut kembali melakukan tindak pidana perampokan, dan jika diberikan sanksi pidana kembali maka masa pidanya dapat diperberat. Pemberatan pidana tersebut merupakan sebagai pembalasan atas apa yang dilakukan residivis tersebut. Meskipun demikian, pemberian pidana dan pelaksanaan sanksi pidana khususnya pemberatan hukuman, suatu sanksi pidana tidak boleh terpaku pada satu hal saja. Titik berat tujuan pemidanaan dalam rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana ditekankan pada upaya perlindungan terhadap masyarakat dari bahaya yang ditimbulkan oleh pelaku tindak pidana dengan adanya program reintergrasi sosial terhadap pelaku tersebut.

Salah satu upaya preventif dan represif terhadap tindak kejahatan menggunakan hukum pidana, yaitu dengan penjatuhan sanksi pidana. Tujuan dari hukum pidana antara lain:

Mengintimidasi orang agar tidak melakukan kejahatan, atau menakut-nakuti orang banyak, atau menakut-nakuti orang tertentu yang telah melakukan kejahatan, agar tidak melakukan kejahatan di kemudian hari, atau

Mendidik atau meningkatkan mereka yang menyatakan kesediaannya untuk melakukan kejahatan untuk menjadi orang yang lebih baik dan bermanfaat bagi masyarakat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun