Mohon tunggu...
Mohammad Caesario
Mohammad Caesario Mohon Tunggu... Dokter Umum -

Nama saya Mohammad Caesario, seorang dokter yang gemar menulis terutama tentang masalah bedah dan seks.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

(Masih) Perlukah Angkot di Kota Bandung?

5 Oktober 2017   22:50 Diperbarui: 5 Oktober 2017   23:08 1064
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pagi ini (Kamis 5 Oktober 2017) saya cukup terkejut mendapatkan pesan berantai di WhatsApp yang mengatakan bahwa pemerintah kota Bandung menghimbau kepada warga untuk sukarela memberikan tumpangan kepada anak-anak sekolah dikarenakan pada tanggal 10-13 Oktober 2017 akan terjadi demo supir angkot dan selama 3 hari itu pula, moda transportasi tersebut tidak akan beroperasi.

Aksi mogok angkot di kota Bandung ini sebenarnya sudah pernah terjadi, salah satu hal yang didemokan adalah adanya moda transportasi online yang mulai bermunculan serta fasilitas bus sekolah gratis yang disediakan oleh pemkot setempat. Akibat dua hal inilah, diduga menyebabkan terjadinya penurunan jumlah penumpang yang tentunya menurunkan jumlah pendapatan mereka juga.

Beberapa minggu yang lalu, saya mengunjungi kota terbesar nomor dua di Indonesia, Surabaya. Sebenarnya, saya cukup heran dengan kota Surabaya karena saya tidak menemui keberadaan angkot. Menurut pengakuan salah satu jasa angkut mobil online, adalah keberadaan moda transportasi online sudah menggesernya, ditambah pula dengan kenyamanan dan harga yang bersaing, maka angkot sudah mulai hilang satu persatu di kota terbesar nomor dua di negeri ini. Jujur, selama di Surabaya, saya menggunakan angkutan mobil online, dengan jarak tempur rata-rata 2-3 KM, hanya memakan biaya Rp.8.000 - 12.000, juga setiap kali berkendara bisa ditumpangi 3-5 orang. Tentunya, dengan biaya terjangkau dan daya angkut besar, harga tersebut sangat-sangat terjangkau dan bisa menyaingi angkot.

Kalau 17 tahun yang lalu, ketika saya memulai kuliah di kota Bandung, keberadaan angkot memang sangat dibutuhkan, dikarenakan waktu itu memang belum ada moda transportasi online seperti sekarang. Namun, ada beberapa hal yang perlu dikritisi terutama sikap supir angkot dalam mengendarai mobilnya, diantaranya:

1. Hobi ngetem lama

Saya yang tinggal di Metro Soekarno-Hatta menuju kampus Maranatha yang berjarak kurang lebih 16 KM, setiap harinya saya harus berangkat dari rumah pukul 5 pagi. Walaupun jam segitu masih sepi, namun di depan komplek Metro, sudah ada beberapa angkot Gede Bage - St. Hall yang ngetem. Kenapa saya jam 5 pagi, karena saya mengejar kuliah jam 7 pagi dan rata-rata angkot ini ngetem 15-30 menit supaya penuh. Lebih dari jam setengah 6 pagi, saya berisiko untuk jalan hingga 2-3 KM ke arah riung bandung untuk mendapatkan angkot yang kosong. Jadi mau gak mau harus sabar ikut menunggu di dalam angkot yang ngetem. Waktu itu supir-supir yang ngetem hobi sekali memajumundurkan mobilnya guna memancing bahwa mobil akan segera berangkat, padahal mereka bisa ngetem lama.

Percaya atau tidak kebiasaan ngetem lama sembarangan di pinggir jalan ini, masih berlangsung di beberapa spot di Kota Bandung, dan kerap menimbulkan kemacetan yang panjang dan parah. Terlebih lagi pada jam berangkat dan pulang sekolah atau kerja.

2. Supir yang suka merokok

Salah satu hal yang membuat saya menderita kalau saya mendapatkan jatah kursi di depan sebelah supir adalah, kebiasaan supir yang suka merokok, hingga saya pun yang tidak merokok, terpaksa turun dengan aroma rokok.

Saya rasa kalau saya di jalan masih suka melihat supir angkot yang suka merokok dan membuang abu sisa pembakaran rokoknya melalui jendela tanpa memperhatikan abunya mengenai apapun atau siapapun yang ada di jalan.

3. Menurunkan penumpang mendadak

Salah satu hal yang bikin saya kesal adalah ketika saya pulang kembali dari kampus di Maranatha menuju Metro. Angkot pertama yang saya naiki dari depan kampus adalah Sarijadi - St. Hall. Angkot ini menurut saya kerap sekali menurunkan penumpang mendadak di pasir kaliki tapa meneruskan hingga St. Hall sesuai dengan trayek. Sebenarnya kalau sekedar turun saja tidak masalah, namun supir yang kerap meminta bayaran hingga saya terkadang harus menyiapkan anggaran lebih sebesar Rp.1.000. Walaupun hanya seribu adalah nilai kecil, tapi bagi saya sebagai mahasiswa uang tersebut cukup besar, dan bila terlalu sering lumayan juga.

Menurunkan penumpang mendadak karena trayek sepi, selalu menjadi alasan beberapa oknum supir angkot, dan percaya atau tidak hal ini masih suka terjadi kok, tentunya merugikan pihak penumpang.

4. Menaruh ban serep di bawah kursi penumpang

Kalau di mobil pribadi mungkin ada tempat khusus menaruh ban serep. Karena ini angkot, aturan gak jelas, tentu suka-suka supir dong mau ditaruh dimana saja, termasuk di bawah kursi penumpang, yang tentunya amat sangat menganggu kenyamanan duduk penumpang. Terlebih lagi bagi penumpang wanita yang menggunakan rok, duduk dengan ban serep dibawah kaki, tentunya akan sangat-sangat menganggu.

5. Mengendarai dengan ugal-ugalan

Di Bandung, persaingan dengan trayek yang sama membuat supir angkot kadang menjadi "panas". Entah itu biasanya mereka saling salip dengan kecepatan tinggi, atau bahkan bila sepi penumpang mereka akan cenderung mengendarai lambat padahal kondisi jalan cukup lenggang.

Salah satu hal yang pernah membuat mobil saya menabrak angkot dan menyebabkan kerugian di pihak saya adalah ketika angkot dalam kondisi kencang dan langsung tiba-tiba ngerem (lampu rem mobil) dan tanpa lampu sinyal ke kiri langsung memacukan mobilnya mendadak ke kiri hingga mobil saya harus menabrak tanduk pengaman yang suka dipasang di bemper belakang angkot, dan saya harus merelakan lampu mobil saya yang pecah, dan alhasil mobil angkot baik-baik saja.

Sebenarnya keberadaan angkot di Kota Bandung masih sangat-sangat diperlukan, tetapi dengan kondisi yang cukup menimbulkan banyak keluhan penumpang, manajemennya sangat perlu untuk direformasi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun