KRIMINALISASI PEKERJA DALAM PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL MELALUI “INDUSTRI HUKUM” (1)
KASUS “INDUSTRI HUKUM” DEKRIMINALISASI PENGUSAHA : TOLAK BUKTI BARU (NOVUM)
Sangatlah menarik bilamana kita dapat menguji menguji kebenaran pernyataan Prof. Mahfud Md tentang "Industri hukum" yang sebelumnya viral dalam pemberitaan (https://news.detik.com/berita/d-4810114/mahfud-bicara-industri-hukum-ini-kata-polri - Farih Maulana Sidik -- detikNews Rabu, 04 Des 2019 20:47 WIB) yang menyebutkan:
"Industri hukum masih terjadi dalam praktik penegakan hukum. Beliau menyebut masih ada praktik di mana orang yang benar dibuat bersalah, begitu juga sebaliknya. Industri hukum yang dimaksud Mahfud adalah penegakan hukum yang tidak berdasarkan asas keadilan. Sindiran ini dilontarkan Mahfud kepada penegak hukum, yakni kepolisian, kejaksaan, dan hakim."
Maka perjuangan saya dapat menjadi kasus studi BAGAIMANA "INDUSTRI HUKUM" BEKERJA DALAM PROSES KRIMINALISASI PEKERJA DALAM PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL? dapat untuk menguji informasi, memberitakan secara berimbang, tidak mencampurkan fakta dan opini yang menghakimi, serta menerapkan asas praduga tak bersalah, seperti yang saya alami selaku PELAPOR-KORBAN KRIMINALISASI DALAM PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL, dimana PT. NP, yang diduga telah dengan tipu muslihat, ataupun rangkaian kebohongan, dan penipuan secara berlanjut dengan memanfaatkan hukum, menggerakkan saya untuk menghapuskan hak saya atas Uang Pesangon.
Bahwa sesuai dengan koridor hukum yang berlaku, sebelumnya saya membela diri dengan memperjuangkan hak-hak saya melalui Gugatan Perselisihan Hubungan Industrial Nomor: 302/Pdt.Sus-PHI/2016/PN.Jkt.Pst pada tanggal 9 November 2016 dan melaporkan dugaan Tindak Pidana Pencucian Uang dengan pidana asal penghindaran pajak oleh Group Perusahaan PT. NP kepada Direktorat Jenderal Pajak sebagai pembuktian dalil-dalilnya.
Bahwa upaya-upaya hukum saya dianggap membahayakan Korporasi PT. NP, sehingga karena kepanikan itulah Korporasi menjadi tidak tenang dan menjadi ceroboh, maka diaturlah persekusi dan kriminalisasi dengan konstruksi pembuktian yang dilakukan dengan rekaman pembicaraan ilegal, penjebakan dengan merekam pembicaraan negosiasi PHK secara diam-diam, pengaturan saksi testimonium de auditu dan keterangan-keterangan palsu sebagai alat bukti.
Bahwa demi memperoleh keadilan atas persekusi dan kriminalisasi yang saya alami, maka pada tanggal 5 Maret 2019 saya membuat Laporan dan Pengaduan nomor LP/1328/III/2019/PMJ/Dit Reskrimum a.n. Terlapor SDR. NJ atas dugaan tindak pidana Memberikan Keterangan Palsu di atas Sumpah yang diduga dilakukan oleh SDR. NJ di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada tanggal 6 Desember 2016 dan berlanjut di Pengadilan Negeri Jakarta Utara pada tanggal 25 Oktober 2017, yang mana setelah dilakukan analisis yuridis atas bukti-bukti pemulaan yang sangat kuat dan terang-benderang, maka menurut hasil konseling dengan Dit. Reskrimum Polda Metro Jaya ditemukan unsur pidana sehingga saya direkomendasikan ke SPKT Polda Metro Jaya untuk dibuatkan laporan polisi LP/1328/III/2019/PMJ/Dit Reskrimum, yang secara mutatis mutandis SPKT telah menemukan adanya minimal 2 alat bukti permulaan sehingga layak dibuatkan laporan polisi.
Bahwa marjinalisasi buruh oleh pengusaha dan ketidaksetaraan politik berbasis hubungan relasi kuasa Pengusaha-Buruh merupakan gambaran yang jelas terjadi ketika pada tanggal 26 Maret 2020 dengan sewenang-wenang dilakukan Penghentian Penyelidikan LP/1328/III/2019/PMJ/Dit Reskrimum dengan dalih TIDAK DITEMUKAN PERISTIWA PIDANA.
BAGAIMANA INDUSTRI HUKUM BEKERJA DALAM PROSES KRIMINALISASI PEKERJA DALAM PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL?
Untuk menguji informasi, memberitakan secara berimbang, tidak mencampurkan fakta dan opini yang menghakimi, serta menerapkan asas praduga tak bersalah, maka Jurnalistik Investigatif melalui bukti-bukti empiris dapat mengukur validitas konstruksi pembuktian seperti yang saya alami selaku PELAPOR-KORBAN KRIMINALISASI DALAM PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL