Mohon tunggu...
Rintih Sukmaria Zendrato
Rintih Sukmaria Zendrato Mohon Tunggu... Guru - Educator - Bibliophile - Javaphile

Qui docet, discit

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

"Guru" Bukan Sekadar Pekerjaan atau Profesi, Melainkan...

5 Februari 2020   13:44 Diperbarui: 7 November 2023   23:00 1025
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Dengan keyakinan bahwa Allah akan memelihara kehidupan setiap orang yang percaya kepada-Nya, guru tidak akan ragu untuk memandang gaji yang diterimanya sebagai bentuk pemeliharaan Tuhan atas kehidupannya dan keluarganya. Sangat idealis? Barangkali pembaca akan merasa demikian.

Tapi hingga hari ini, saya telah mendengarkan banyak kesaksian dari guru-guru yang sungguh-sungguh mendedikasikan hidupnya untuk pekerjaan mulia ini dengan berlandaskan iman yang ditujunkkan melalui integritas dalam panggilannya, telah dipelihara Allah dari titik terpuruk kehidupannya sebagai guru hingga di titik mereka dapat melihat penyertaan-Nya yang nyata dan tak berkesudahan atas hidup mereka.

Dalam usaha untuk mendidik siswa, jika seorang guru telah mengusahakan yang terbaik demi pembentukan kepribadian siswa secara holistis, namun siswa masih tetap tidak berubah, atau hanya menunjukkan sedikit perubahan, guru tidak berhak untuk melabeli siswa sebagai siswa yang "....." (konotasi negatif), atau menyalahkan diri sendiri karena gagal mengubah siswa. Tidak, tidak demikian. Guru menabur apa yang seharusnya dia tabur, Allah yang memberi pertumbuhan.

Seorang guru bisa saja menjadi orang pertama yang memberikan nasihat atau teguran tertentu kepada siswa, dan langsung diresponi oleh siswa dengan berubah menjadi lebih baik. Guru juga bisa menjadi orang ke-26 yang menegur siswa, sampai siswa itu bisa berubah. Atau bahkan guru bukanlah orang yang dipakai Tuhan untuk menjadi agen perubahan siswa itu sendiri selama masa persekolahannya.

Tidak perlu kecewa. Kendati hasilnya demikian, yang saya percaya adalah suatu kebenaran yang diajarkan guru kepada siswanya jikan benar berasal dari Allah tidak akan menjadi sia-sia, meskipun kebenaran itu baru berbuah beberapa puluh tahun ke depan atau bahkan di akhir hidup siswa yang telah ditaburi kebenaran tersebut. Intinya, mendidik siswa harus diawali dengan pengenalan akan diri sendiri, pengenalan akan siswa yang dididik, yang semuanya itu didasari oleh pengenalan akan Allah yang sejati.

Sulit? Ya, tapi kita tidak berjalan sendiri, ada Dia yang senantiasa memampukan kita melalui setiap orang di sekitar kita, rekan kerja, siswa, dan berbagai hal tak terduga lainnya yang dapat dipakai Allah untuk memperlengkapi kita menjadi agen transformasi manusia serupa dengan Kristus melalui pendidikan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun