Mohon tunggu...
rin widyaagustin
rin widyaagustin Mohon Tunggu... Dosen - Sanatana Dharma

Spirituality

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Sistem Pendidikan Nasional: Identifikasi Core Permasalahan dan Jalan Keluar

19 Februari 2020   23:55 Diperbarui: 22 Februari 2020   04:16 230
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Berikut ini adalah uangkapan seorang anak SMA, awalnya ia bertanya, pilih ktsp atau kurikulum 13? Tanpa memberikan kesempatan menjawab pertanyaan yang dilontarkannya, anak ini menguraikan, kalau aku pilih ktsp. Pendidikan karakter apa, kok tidak jelas. Kalo karakter aku sudah dididik ayah ibu di rumah. Sekolah 3 tahun pada akhirnya ditentukan dengan 3 hari ujian nasional, hanya diuji kompetensi akademik. Lebih praktis materinya diberikan saja kemudian dites anak-anak bisa menjawab atau tidak. Bagiku, aku sekolah hanya untuk memenuhi standard akademik yang diharapkan, itu saja. Belum lagi fullday, kabarnya tidak boleh ada PR, masih juga ada PR dengan berbagai dalih, melanjutkan pekerjaan disekolah lah atau pengembangan materi lah. Saat balik ditanya, kalau pendidikan karakter di sekolah seperti di rumahmu bagaimana? Jawabnya, aku senang rajin sekolah. Menjadi informasi bahwa di rumah,aanak ini diajak berkubun, merawat tanamannya juga memanen. Memberihkan tempat tinggal, seperti misalnya  menyemprot karpet, memjemur dan menyimpannya dst.

Lagi-lagi pendidikan pembentukan sikap dilakukan dalam ranah kognitif, pengetahuan. Bedanya di kurikulum 13 tidak hanya menghafal. Design pembelajaran yang berpusat pada anak dengan pendekatan apa yang disebut oleh kurikulum 13 sebagai Pendekatan Ilmiah dalam Pembelajaran, memfasilitasi anak untuk menemukan dan mengenali nilai-nilai moral dalam aktivitas pembelajaran pengetahuan dan kompetensi. Jika ini berhasil, anaklah yang dituntut merumuskan isi nilai-nilai moral dalam materi pengetahuan dan kompetensi. Suatu pekerjaan yang rumit dan abstrak untuk materi"nilai-nilai", pun mereka sedang tidak digodong dalam suatu pengalaman praktis (diluar ranah kognitif)  kehidupan yang membuat mereka "laku" hingga terbentuklah sikap tanggung jawab (misalnya). Mencermati apa yang dilakukan Jepang dan Finlandia dalam pendidikan dasar dengan pembentukan karakter dapat menjadi contoh nyata bahwa kompetensi mental atau sikap hanya dicapai melalui pengalaman praktis. Mencuci karpet hingga menyimpannya kembali agar siap pakai saat dibutuhkan memfasilitasi pembentukan sikap bertanggung jawab alih-alih mengenali maksud sikap ini dalam  memahami materi akademik. Bersyukur anak tidak protes atau lebih tertekan hingga saat ini. Pastinya kita tidak dihadapkan dengan situasi, bahwa suatu saat nanti kita menemui anak-anak yang stres karena proses pendidikan demikian.

Sayangnya kita memang menghadapi situasi ini! Barangkali ini salah satu, selain sejalan dengan kebutuhan dasar memfasilitasi pembentukan ketrampilan berkarya dalam inovasi dan teknologi yang mendorong @Nadiemakarim mengibarkan bendera kebebasan_kemerdekaan di landasan Pendidikan Nasional kita. Strategi yang merujuk pada identifikasi kebutuhan atas futuristik vision tantangan kemajuan, is a good choice. Hanya saja, mencetak generasi terampil berkarya tanpa landasan karakter moral yang kuat seperti membuat bangunan megah diatas pondasi yang keropos.

Pada akhirnya kita kembali berhadapan dengan persoalan dasar pendidikan kita, tumpulnya, lemahnya atau kosongnya pendidikan karakter mental, pendidikan sikap, pendidikan moral kita. Ini adalah kepincangan yang fatal, menilik dari fungsi dan tujuan pendidikan.  Apa yang salah, apa yang kurang dengan sistem pendidikan ? Selain pendekatan yang kliru karena pembentukan karakter, pembentukan  sikap dan pembangunan moral, dikemas dalam ranah kognitif, pengetahuan, yang jelas menggagalkan maksud dan tujuan, bahkan membawa efek samping situasi sulit yang menekan bagi anak-anak peserta didik seperti hasil pemeriksaan umum diuraikan di atas.

Baiklah, saatnya masuk untuk memeriksa lebih dalam. Pendidikan kita menumpukan pendidikan sikap, moral, karakter mental pada Pendidikan Pancasila, Pendidikan Moral Pancasila (PMP) dulu dan Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn) sekarang. Banyak pihak menyangka persoalan ini disebabkan dihapusnya PMP, bahkan persangkaan ini telah mendorong kemendikbud mewacanakan menghidupkan kembali PMP untuk menguatkan nilai-nilai Pancasila sejak dini. Porsi Pendidikan Pancasila yang digabungkan dengan pendidikan Kewarganegaraan dianggap sebagai penyebab pincangnya Pendidikan Moral. ini adalah juara pemikiran paling naif. Bagaimana mata pelajaran PMP ini  akan bekerja "menguatkan" nilai-nilai Pancasila.

Merebak di masyarakat peduli bangsa, hasrat untuk "membumikan" pancasila pada generasi milenial. Pertanyaan yang sungguh menggelitik untuk hasrat ini adalah "apa yang kita tahu dan hayati dari Pancasila". Baiklah, mungkin kurang lebih kita memiliki gambaran saat mengingat rumusan sila-sila Pancasila berikut dengan butir-butirnya, akan tetapi apa jawaban kita untuk pertanyaan berikut ini:

- Kenapa kita tidak memiliki argumen yang mendasar dan kuat, jawaban yang fundamental untuk persoalan intoleransi, perundungan dan radikalisme antar sesama manusia yang mengatasnamakan agama dan ketuhanan.

- Kenapa kita tidak sensitif atas pelanggaran kemanusiaan, pelanggaran keadilan, pelanggaran kesejahteraan amanat rakyat, atau jika cukup sensitif tidak membuahkan tindakan nyata untuk menghentikannya.

- Berapa gelintir rakyat Bangsa ini,  disaat yang sama penuh keyakinan dan kesetiaan kepada bangsa menyuarakan persatuan atas nama Pancasila namun kesulitan bahkan untuk menyebutkan wujud, arti, makna nyata nilai-nilai itu dalam kehidupan hingga menjadi dasar takterbantahkan untuk melawan para durjana. 

- Jika kita cukup kuat menjiwai Pancasila sehingga bermaksud membumikan kepada generasi milenial, kenapa kita tidak memiliki isi, tidak memiliki  cara yang sesuai saat bermaksud mengajarkan sikap karakter moral hingga membuat anak-anak harus mencari, menemukan dan mengenali sendiri melalui pengalaman materi akademik.

Sesuai yang diuraikan Penulis dalam https://www.kompasiana.com/rinwidyapandriwahono/5e32794fd541df59b07d24b2/nusantara-njedul-sak-oyot-oyote-2 mengenai persoalan Pancasila. Kenapa kita melakukan, memberikan pendidikan ketrampilan mental, melatih sikap, pendidikan karakter moral dalam kemasan kognitif, pengetahuan? Jawabannya adalah KARENA HANYA ITU YANG KITA MILIKI! Bisa saja kita menolak kenyataan ini, tapi kenyataan tetap berlaku, baik kita terima atau kita tolak, tentu saja pilihan sikap ini akan menentukan kondisi jiwa kita sebagai Bangsa dalam menjalankan hidup.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun