Mohon tunggu...
rin widyaagustin
rin widyaagustin Mohon Tunggu... Dosen - Sanatana Dharma

Spirituality

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Sistem Pendidikan Nasional: Identifikasi Core Permasalahan dan Jalan Keluar

19 Februari 2020   23:55 Diperbarui: 22 Februari 2020   04:16 230
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Area Permasalahan Pendidikan, Inti Persoalan Bangsa

Perundungan, Kekerasan dan Radikalisme Dunia Pendidikan

Menjawab persoalan kekerasan, perundungan, radikalisme di dunia Pendidikan kita, belum juga menyentuh suatu pencerahan atas identifikasi core permasalahan yang merujuk pada suatu strategi penyelesaian yang jelas dan tepat. Membahas persoalan ini sudah pasti membahas Sistem Pendidikan. Telah teramat sering kita mendengar bahwa pendidikan adalah kunci kemajuan. Pendidikan merupakan wadah penggodok, pencetak generasi unggul yang menggawangi keberlanjutan kehidupan suatu Bangsa menuju masa depan gemilang. Telah teramat sering pula kita mendengar keluhan atas kelemahan dan rendahnya mutu pendidikan kita. 

Begitu ingin memperbaiki, demikian berhasrat memajukan tanpa pemetaan persoalan, bangsa ini banyak mencari rujukan model pendidikan berkualitas, Sistem Pendidikan Jepang dan Finlandia menjadi pilihan terbaik untuk diadopsi. Memiliki contoh-contoh berkualitas, Sistem Pendidikan Nasional kitapun kita tidak kunjung beranjak maju. Dalam keresahan atas design dan output pendidikan, justru ditambah dengan keprihatinan atas kekeraaan, perundungan, radikalisme memberikan banyak warna suram pada wajah Pendidikan kita.

Persoalan ini merujuk utamanya pada pendidikan dasar. Mencermati model Sistem Pendidikan Jepang dan Finlandia, terlihat core substansi pendidikan dasar adalah karakter. Ditambah pertimbangan atas tantangan berbagai persoalan (paparan wamendik: perkelahian pelajar, narkotika, korupsi, kecurangan akademik dst)  Substansi inti ini diwujudkan dalam bentuk kurikulum 13. Kurikulum yang berbasis karakter dan kompetensi. Meninjau persoalan krisis moral dan pandangan jauh ke depan, langkah ini tentu saja sangat tepat. Walaupun sebenarnya meninjau fungsi pendidikan dasar selayaknya memuat konten inti pembentukan karakter mental spiritual. Ini yang sejak lama, sejak awal dimuat dalam Pendidikan Pancasila, yang terus dikembangkan dengan perubahan nama, PMP (Pendidikan Moral Pancasila), PPKn (Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan). Ditambah secara khusus, setiap lapisan rakyat Indonesia telah didik selama 32 tahun dengan Penataran P4 (Pedoman Penghayatan Pengamalan Pancasila) bahkan disertai buku saku yang dapat digunakan secara praktis untuk membantu rakyat mengamalkan Pancasila dalam kehidupan sehari-hari. 

32 tahun tentunya bukan perjalanan singkat untuk pembentukan karakter mental dan moral manusia. Anehnya Bangsa berhadapan dengan krisis moral disetiap lapisan masyarakat. Krisis moral bahkan terutama terjadi dalam badan-badan yang memegang kekuasaan atas keadilan dan amanat rakyat, Peradilan dan hukum serta Pemerintahan. 

Krisis kemanusiaan di dunia peradilan dan hukum yang mulia, krisis akhlak dan adab di badan dewan perwakilan rakyat yang terhormat, krisis keserakahan pemangku pemerintahan semuanya bekerja dalam sumpah jabatan. Radikalisme-Terorisme, Korupsi, intoleransi di setiap lapisan masyarakat, bahkan meradang antar umat beragama. Semuanya ini berkenaan dangan keberfungsian pendidikan, pebndidikan bertanggung jawab dalam pembentukan watak dan peradaban bangsa yang bermartabat.

Berbagai pertanyaan dan upaya mencari jawaban, akan sangat membantu memahami persoalan ini, menguraikan kekusutan, keruwetan fakta-fakta dan menemukan akar persoalan, menjadi  jelas dan terang.

Pemeriksaan secara umum atas persoalan ini dengan mencermati perjalanan pembangunan karakter manusia dalam sistem pendidikan nasional kita, ditemukan satu karakteristik mendasar yang sangat khas. Apa yang diajarkan dan dimaksudkan untuk membentuk watak, karakter dan sikap dilakukan dalam ranah kognitif, pengetahuan, pun pada level paling rendah yaitu memorizing atau naik sedikit, pengenalan yang bisa jadi tanpa pemahaman. Ibarat mengenal segitiga dan bisa identifikasi benda-benda apapun disekitar yang segitiga, namun tidak pernah mencerna apa arti dan makna segitiga dalam kehidupan, apalagi "bertindak" segitiga.

Sepanjang 32 tahun, ditambah masa 1998 higgga 2013 barangkali menghafal simbol-simbol dan nilai-nilai Pancasila bukan pekerjaan berat. Bagaimana dengan kurikulum 13? Penemuan bahwa P4, PMP kemudian PPKn tidak menjawab secara signifikan kebutuhan untuk pembangunan moral, Kurikulum 13 mencoba mengembangkan seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, bahan pembelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan sikap dalam satu paket dengan pendidikan pengetahuan dan ketrampilan. Ini adalah suatu gagasan dan program yang sangat hebat. 

Penjelasan atau definisi domain sikap pada kurikulum 13 adalah,  pribadi yang beriman, berakhlak mulia, percaya diri dan bertanggungjawab dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial, alam sekitar, serta dunia dan peradapannya. Ini adalah uraian suatu kompetensi mental (sikap) yang luhur, walaupun interaksi dengan lingkungan sosial dan alam semesta tidak hanya persoalan efektif. Pertanyaanya adalah bagaimana kurikulum 13 menterjemahkan kompetensi mental (sikap) ini dalam isi dan mekanisme proses pembelajaran. Barangkali guru, peserta didik dan orangtua dapat memberikan konfirmasi atas pertanyaan ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun