Mohon tunggu...
Rinto Wardana Samaloisa
Rinto Wardana Samaloisa Mohon Tunggu... Pengacara - Bupati Terpilih Mentawai | Advokat | Kurator-Pengurus | Arbiter | Penulis Buku | Pembelajar Filsafat

Umur manusia pendek. Tapi Masterpiece yang dihasilkan selama hidup akan terus hidup dan tak lekang ditelan jaman.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Manusia Dalam Optik Filsafat Erich Fromm

25 Januari 2025   19:00 Diperbarui: 24 Januari 2025   19:11 18
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Muasal Kepribadian

Erich Fromm seorang Filsuf Jerman yang hidup di Abad-20(lahir 1900-1980-setidaknya hidup sezaman dengan Bung Hatta Wakil Presiden RI Pertama), dan merupakan murid intelektualnya Sigmund Freud-seorang Psikoanalisian dan Karl Marx-seorang Komunisian, mengatakan bahwa dalam kehidupan ini tidak ada sifat bawaan (neo-behaviourist) tetapi pengkondisian masyarakat sehingga untuk itulah Erich Fromm mengatakan dalam teorinya Human Dialektik bahwa struktur kepribadian itu terbentuk dari kebutuhan psikologis individu dan tuntutan sosio-ekonomi masyarakat
Tidak ada sifat bawaan. Jika meminjam paham Marx dan Hegel tentang perjuangan kelas maka banyak diantara kita yang berjuang habis-habisan untuk memperbaiki kehidupan yang dahulunya terbatas menjadi gemilang. Kita ini dalam pengertian saat ini adalah Pejuang kehidupan bukan pewaris. Apa bedanya?

Pemberontak


Terkait manusia sebagai pemberontak kehidupan dimaknai sebagai bagaimana manusia mengalami proses penyesuaian diri dengan keadaan baru. Ada2 bentuk penyesuaian atau adaptasi yaitu secara otoplastik(penyesuaian pada hewan. Ex. Bulunya makin tebal utk menangani dingin dan untuk terbang) dan secara aloplastik(tidak hanya penyesuaian diri terhadap alam tetapi mereka membangun ekosistem dan komunitas baru).

Dalam teori Agresinya Erich Fromm- kemajuan sebuah negara dan peradaban dimulai dari pemberontakan. Karena kita memberontak terhadap penjajah maka jadilah kita negara berdaulat..dan subsidiari pemberontakan2 lain yang bersifat taksonom

Proses Perjuangan Kelas Terus Terjadi


Apa yang dialami manusia saat ini adalah kondisi mekanis dan naluriah untuk "menjadi".
Dalam bukunya berjudul Being And Having(Mengada dan Mempunyai), Erich Fromm menjelaskan bahwa hakikat hidup manusia haruslah terus mengada atau menjadi. Hidup adalah proses panjang bahkan sampai pada kematian dimana nanti kita hidup dialam transendent. Tujuan hidup untuk memiliki seringkali menghentikan proses menjadi tersebut.
Sebagai pembeda kedua hal ini saya jelaskan dengan meminjam puisi 2 orang Penyair dan bagaimana perspektif mereka terhadap sebuah tumbuhan:

Bunga

Penyair Inggris Abad 19 Tennyson mengatakan:

Bunga di dinding retak
Kupetik engkau dari sela sela itu
Kugenggam engkau hingga akar-akarmu ditanganku
Bunga kecil, namun andai kumampu memahami
Artimu, hingga akar-akarmu, seluruhmu
Pasti kupahami pula Tuhan dan manusia

Puisi Kedua dari Penyair Kuno Jepang Basho(1644-1694)

Saat kuamati lekat-lekat
Kulihat Nazuna itu mekar
Disamping pagar!

Apa perbedaan keduanya?

Tennyson ingin memiliki bunga itu. Walaupun diakhir puisinya terkesan spiritualis tetapi Ia mencari kebenaran dan pengetahuan dengan cara mengoyak kehidupan

Sedangkan Basho,
Ia hanya ingin melihatnya saja, dan membiarkan bunga itu hidup.

Puisi Tennyson merupakan antitesa
Sedangkan puisi dari Basho, merupakan tesis

Sedangkan Sintesa dari 2 Puisi diatas dipertemukan oleh Goethe dalam puisinya tentang Bunga dengan Judul Menemukan:

Aku berjalan di hutan
Seorang diri
Yang kupikirkan
Tiada yang kucari

Kulihat dalam bayangan
Sekuntum bunga
Terang bagai bintang
Bak mata yang indah

Kuingin memetiknya
Tapi ia berkata dengan manisnya:
Untuk menjadi layukah aku mesti patah?

Kuambil ia
Hingga akar-akarnya
Kubawa ke taman
Dirumah yang indah

Dan kutanam kembali
Di tempat yang tenang
Kini ia mekar
Dan terus berkembang

Dorongan Goethe sama dengan Tennyson: memetiknya
Tapi Goethe sadar bahwa memetiknya adalah membunuhnya.
Goethe mengatasi keinginan itu dengan cara mencabutnya lalu menanamnya kembali sehingga bunga itu tetap hidup.

Seperti apa sikap Tennyson terhadap bunga itu? Tennyson berada dalam modus mempunyai
Sedangkan sikap Basho dan Goethe berada dalam modus mengada, artinya modus eksistensi kita dimana kita tidak mempunyai apa-apa atau ingin mempunyai sesuatu, tetapi gembira memanfaatkan panca indra kita secara produktif, bersatu dengan dunia.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun