Mohon tunggu...
Rinto F. Simorangkir
Rinto F. Simorangkir Mohon Tunggu... Guru - Seorang Pendidik dan sudah Magister S2 dari Kota Yogya, kini berharap lanjut sampai S3, suami dan ayah bagi ketiga anak saya (Ziel, Nuel, Briel), suka baca buku, menulis, traveling dan berbagi cerita dan tulisan

Belajar lewat menulis dan berbagi lewat tulisan..Berharao bisa menginspirasi dan memberikan dampak

Selanjutnya

Tutup

Money

Makropudensial-isasi sebagai Literasi Massal Menyongsong Indonesia Emas

25 Juni 2019   23:24 Diperbarui: 26 Juni 2019   00:09 55
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
kawasan industri di Tangerang (finance.detik.com)

Indonesia Emas adalah situasi kondisi yang harus sudah kita persiapkan mulai sekarang. Dimana para millenial sekarang ini berada pada puncak potensinya untuk mengemban visi 100 tahun Indonesia. Indonesia yang jauh lebih sejahtera, Indonesia yang bebas dari kemiskinan, Indonesia yang bebas dari kebodohan, Indonesia yang bebas dari Stunting. Yang semuanya itu muaranya berasal dari stabilnya serta semakin meningkatnya keuangan dan perekonomian bangsa kita secara terus-menerus dari tahun ke tahun.

Makanya perlu para millenial menyambut peran penting ini. Sebab kalau kita tidak mempersiapkannya dengan baik sekarang, artinya para millenial tidak belajar dari kesalahan, tidak mau berubah, dan tetap pada kondisi yang sekarang, maka bisa dipastikan Indonesia emas akan menjadi sebuah angan-angan saja. Hanya menjadi sebuah harapan atau pepesan kosong semata. Artinya kita akan semakin ditinggal oleh negara-negara lain, khususnya negara tetangga kita.

Olehnya langkah pasti yang bisa kita ambil sekarang adalah mengerti tentang perekonomian bangsa kita. Dimana jika diibaratkan kita sedang mengayuh perahu naga bernama Indonesia yang secara bersama-sama untuk memenangkan kontes perahu naga.

Sebab jika hanya satu yang orang saja yang mengayuh artinya jika fungsi tersebut hanya diketahui dan dipegang oleh penyelanggara ekonomi yang bernama pemerintah maupun Bank Indonesia, tanpa dibarengi dengan partisipasi masyarakat Indonesia untuk mengayuh perahu kita, maka jalannya perahu kita akan begitu lambat. Yang hasilnya perekonomian kita atau perahu kita semakin ditinggal oleh perahu-perahu naga negara lainnya.  

Oleh karena itu perlunya kita untuk semakin mengenal sistem ekonomi bangsa kita. Bagaimana ketahanannya, bagaimana stabilitasnya untuk bisa menciptakan Indonesia yang jauh lebih baik lagi? Dan  tentu ada upaya kita bersama dalam rangka upaya memelekkan kita terhadap info-info tentang bagaimana stabilitas ekonomi kita terjadi dan bagaimana stabilitas keuangan bangsa kita terjadi. Yakni melalui kebijakan makroprudensial.

Istilah makroprudensial-isasi menjadi sebuah kunci bagi kita para millenial untuk mengerti lebih jauh lagi tentang bagaimana menjaga stabilitas keuangan negara bangsa kita. Dengan ditambah akhiran --isasi yang menandakan adanya sebuah proses bersama yang kita lakukan untuk semakin melek terhadap sistem stabilitas keuangan kita.

Sosialisasi Kebijakan Makroprudensial oleh BI (sumber Bank INdonesia)
Sosialisasi Kebijakan Makroprudensial oleh BI (sumber Bank INdonesia)
Melihat dari rujukan buku yang diterbitkan oleh Bank Indonesia yang berjudul "Mengupas Kebijakan Makroprudensialisme" pada Agustus 2016 lalu, tentu menjadi upaya BI untuk membuat kita semakian literate tentang hal-hal yang membuat stabilitas keuangan kita terjadi. Jujur tak mudah untuk mengerti atau bahkan mencernanya.

Bahkan penulis sampai tiga kali membaca buku mengupas kebijakan makroprudensial tersebut sebagai upaya untuk mengerti secara mendalam dan lebih jauh lagi tentang istilah dari kebijakan yang dipegang oleh BI. Dan berusaha menuliskannya sebagai upaya untuk mengejewantahkan dari perspektif penulis tentang hal tersebut. Dan berharap melalui tulisan ini, dari perspektif kaum awam kita bisa semakin mengenal apa itu kebijakan makroprudensial. Sebab penulis menyadari bukan merupakan ahli ekonomi, tentu tak terlepas dari berbagai kekurangan disana-sini.

kompasiana.com
kompasiana.com
Tapi ketika tujuan dari BI sendiri bersama dengan Kompasiana membuat event menulis dalam lomba blogspot tentu menjadi sebuah upaya bersama untuk bisa meliterasikan kebijakan Makroprudensial lewat berbagai tulisan-tulisan yang tentunya akan dianggit oleh banyak kompasianer. Sehingga dengan berbagai perspektif yang dibawakan oleh para penulis tentu ada banyak info-info yang bisa kita dapatkan. Sehingga bisa dibilang secara massal tercapailah tujuan akhirnya. Yakni kita semakin punya literasi tentang kebijakan yang satu ini.   

Melihat dari sejarahnya istilah ini sudah dikenalkan sejak tahun 1979 dalam pertemuan The Cooke Committe yang sekarang dikenal dengan pertemuan BCBS-Basel Committee Banking Supervision. Yakni upaya untuk mengkaitkan atau mengintegrasikan antara kebijakan makroekonomi dan kebijakan mikroekonomi.

Dan baru secara serius negara-negara di dunia mulai menerapkan kebijakan makroprudensial sebagai upaya memulihkan diri usai krisis global di tahun 1997/1998 terjadi. Sehingga berdasarkan pengalaman krisis moneter yang terjadi di tahun-tahun itu, dengan antisipasi kebijakan makroprudensial yang sudah mulai kita terapkan, akhirnya kita (Indonesia) bisa menghindari krisis keuangan yang terjadi 10 tahun kemudiannya, yakni krisis dunia yang berdampak sistemik akibat kegagalan perusahaan keuangan Lehman Brother (subprime mortgage) di tahun 2008 lalu.

sumber : anadolu agency
sumber : anadolu agency
Bahkan Bank Indonesia bisa mendapatkan penghargaan berskala internasional di tahun 2012 lalu di Bangkok. Karena telah berhasil menjaga stabilitas sistem keuangan lewat kebijakan makroprudensial kepada setiap bank-bank yang beroperasional di Indonesia. Artinya meminta bank-bank tersebut menerapkan sistem berstandar Internasional sehingga mempunyai kemampuan merespon gejolak perekonomian global serta mampu menghindari bahaya sistemik yang ditimbulkannya.

Sebab dengan kebijakan Makroprudensial yang memang bertujuan untuk menghindarkan gejolak sistemik supaya terjadi stabilitas keuangan. Yang oleh Bank Indonesia dalam menciptakan terjadinya stabilitas keuangan lewat 4 hal berikut. Yakni, pertama resiko sistemik bisa terindentifikasi sejak dini dan termitigasi. Kedua, meminimalkan terjadinya Financial Imbalances atau upaya pengambilan resiko secara berlebihan oleh pelaku sistem keuangan seperti perusahaan sehingga memungkinkan menimbulkan potensi sistemik. Ketiga, sistem keuangan yang efesien, serta keempat adalah tersedianya akses keuangan yang meningkat oleh UMKM.

UU sebagai Kunci

Perlunya UU yang mendasari bagi para penjaga sistem stabilitas sistem keuangan Indonesia. Sebab dengan UU yang jelas atau aturan maupun peraturan yang jelas, memungkinkan bagi tiap-tiap penyelenggara ekonomi dan keuangan Indonesia bisa bekerja dengan maksimal. Bahkan akan semakin transparan dalam pelaksanaannya. Jelas tugas dan tanggung jawabnya sampai dimana sehingga tercipta kolaborasi bersama di antara mereka.

foto dokpri dari buku Kebijakan Makroprudensial oleh BI
foto dokpri dari buku Kebijakan Makroprudensial oleh BI
Seperti halnya penerbitan UU Nomor 9 Tahun 2016 kian menimbulkan kepastian bagi terciptanya stabilitas keuangan dan ekonomi bangsa kita. Sebab jelas dalam UU itu yang berisi tentang Pencegahan dan Penangangan Krisis Keuangan (PPSK). Dimana ada 4 lembaga yang berwewenang untuk menjaga stabilitas keuangan lewat peran KKSK (Komite Stabilitas Sistem Keuangan) yang terdiri dari 4 lembaga otoritas di dalamnya, seperti Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) serta Lembaga Penjamin Simpanan (LPS).

Mereka saling berkolaborasi untuk menciptakan stabilitas tersebut tercapai. Dimana Bank Indonesia punya kewenangan otoritas kepada sistem keuangan yang berkaitan dengan sistem moneter, makroprudensial, dan sistem pembayaran (infrastruktur sistem keuangan). Dengan kebijakan Makroprudensialnya bisa membatasi resiko sistemik melalui pemantauan yang dilakukannya.

Sedangkan fungsi pemerintah melalui Kemenkeu bersama-sama dengan BI mengelola Makroekonomi. Yang didalamnya punya otoritas kebijakan fiskal yang punya pengaruh langsung terhadap stabilitas sistem keuangan kita. Yakni mengelola keuangan negara untuk membiayai pembangunan, termasuk di dalamnya upaya perpajakan dan utang pemerintah. Juga bersama dengan kementerian bidang ekonomi melaksanakan kebijakan makroekonomi untuk menyentuh kebijakan ekonomi dalam sektor riil (antara  lain pertanian, perdagangan, perindustrian, kelautan dan pariwisata) maupun bidang infrastruktur (perhubungan dan pekerjaan umum).

Sedangkan peran dari OJK memberikan upaya perlindungan kepada konsumen lewat pengawasan kepada institusi-institusi keuangan yang akhir-akhir ini begitu marak dan suburnya muncul memberikan kemudahan mendapatkan modal lewat pinjaman-pinjaman seperti financial technologi (fintech). Dimana OJK melakukan pengawasan mikroprudensial supaya para pelaku fintech ataupun institusi keuangan ini bisa dengan baik menjalankan usahanya sekaligus bisa mengelola resiko-resiko yang ada.

fintech
fintech
Sebab banyaknya para pelaku fintech yang justru memberikan kemudahan-kemudahan dalam peminjamannya, tapi ujung-ujungnya mereka malah mencekik para peminjamnya. Maka OJK tampil sebagai lembaga yang mengawasi perkembangan dari institusi keuangan non bank ini.

Sedangkan LPS berfungsi sebagai pemberi solvitas atau penyelesaian masalah jika insitusi bank tersebut mengalami kegagalan. Dimana modalnya diambil dari premi yang dikumpulkan dari bank-bank tersebut.

Sehingga jelas dari uraian di atas ada dua istilah yang kita temukan, yakni makroekonomi yang berbicara tentang global ekonomi kita. Sedangkan mikroekonomi yang berbicara tentang masing-masing individu, baik  itu rumah tangga maupun korporasi.

Dan hal ini pernah menjadi perdebatan panjang pada saat masa-masa kampanye pilpres lalu. Antara Bapak Jokowi dengan Bapak Sandiaga Uno. Dimana pendekatan Bapak Sandiaga Uno didalam memaparkan kondisi ekonomi kita dengan menyebutkan keluarga ini, keluarga itu yang mulai kesulitan ekonomi rumah tangganya. Menyebut uang 100ribu sekarang hanya bisa dapatkan bawang dan cabe. Kemudian tempe yang setipis ATM, serta beberapa keluarga mengakui mulai sulit membayar tarif listrik sekarang ini.

Tapi oleh Bapak Jokowi-pun kemudian membantah, bahwa kebijakan ekonomi tidak boleh berdasarkan satu atau dua orang/lembaga saja untuk menentukan ekonomi Indonesia, tapi butuh ekonomi global di dalam menguraikannya untuk menjadi kebijakan ekonomi nasional.

Tantangan Sekarang demi Menyongsong Indonesia Emas

Pertanyaannya sekarang apa yang menjadi tantangan saat ini untuk kita bisa mencapai Indonesia emas? Tentu kita saat ini masih berada dibawah bayang-bayang dari perang dagang antara Cina dengan Amerika. Dimana akibat perang tarif diantara kedua negara ini, memberikan banyak kelesuan dan ketidakpastian di berbagai negara.

Beberapa negara melakukan praktek wait and see akibat perang dagang tersebut. Tidak melakukan kebijakan ekonomi berlebih atau beresiko. Dan negara yang paling terdampak adalah Singapura,, tetangga kita.

kawasan industri di Tangerang (finance.detik.com)
kawasan industri di Tangerang (finance.detik.com)
Meskipun kita tidak begitu terdampak terhadap situasi tersebut, tapi kita-pun seharusnya bisa memanfaatkan momentum tersebut untuk meningkatkan perekonomian kita. Seperti yang baru saja terjadi pemindahan-pemindahan pusat-pusat Industri perusahaan-perusahaan elektronik seperti Sharp, perusahaan asal Jepang dan LG asal Korea memindahkan pabriknya dari Thailand dan Vietnam ke Indonesia. Juga akan disusul oleh Panasonic juga akan merelokasi pabriknya dari Malaysia ke Indonesia.

Dimana alasan pemindahan industri raksasa tersebut karena menilai iklim usaha di Indonesia kini jauh lebih baik, peringkat kemudahan berusaha yang jauh lebih baik. Kemudian karena pemerintah sendiri telah meningkatkan daya tariknya bagi para pelaku Industri lewat programnya untuk menarik banyak investasi luar. Serta juga didorong karena kepercayaan internasional kepada kita kini jauh lebih baik. Tentu hal tersebut juga terjadi karena stabilitas keuangan kita jauh lebih baik dan lebih perkasa.

Jika upaya-upaya ini terus terjadi, sekalipun tantangan global terjadi, tapi kepercayaan diri pemerintah kita di dalam mengelola semuanya dengan begitu baik dan terstruktur ditambah dengan literasi keuangan dan ekonomi warga Indonesia yang jauh lebih baik, bukan tidak mungkin kita bisa mencapai yang namanya menjadi negara besar sekaligus maju. Maka yang namanya Indonesia Emas-pun di tahun 2045 Indonesia akan terealisasi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun