Mohon tunggu...
Rinto F. Simorangkir
Rinto F. Simorangkir Mohon Tunggu... Guru - Seorang Pendidik dan sudah Magister S2 dari Kota Yogya, kini berharap lanjut sampai S3, suami dan ayah bagi ketiga anak saya (Ziel, Nuel, Briel), suka baca buku, menulis, traveling dan berbagi cerita dan tulisan

Belajar lewat menulis dan berbagi lewat tulisan..Berharao bisa menginspirasi dan memberikan dampak

Selanjutnya

Tutup

Money

Makropudensial-isasi sebagai Literasi Massal Menyongsong Indonesia Emas

25 Juni 2019   23:24 Diperbarui: 26 Juni 2019   00:09 55
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
foto dokpri dari buku Kebijakan Makroprudensial oleh BI

sumber : anadolu agency
sumber : anadolu agency
Bahkan Bank Indonesia bisa mendapatkan penghargaan berskala internasional di tahun 2012 lalu di Bangkok. Karena telah berhasil menjaga stabilitas sistem keuangan lewat kebijakan makroprudensial kepada setiap bank-bank yang beroperasional di Indonesia. Artinya meminta bank-bank tersebut menerapkan sistem berstandar Internasional sehingga mempunyai kemampuan merespon gejolak perekonomian global serta mampu menghindari bahaya sistemik yang ditimbulkannya.

Sebab dengan kebijakan Makroprudensial yang memang bertujuan untuk menghindarkan gejolak sistemik supaya terjadi stabilitas keuangan. Yang oleh Bank Indonesia dalam menciptakan terjadinya stabilitas keuangan lewat 4 hal berikut. Yakni, pertama resiko sistemik bisa terindentifikasi sejak dini dan termitigasi. Kedua, meminimalkan terjadinya Financial Imbalances atau upaya pengambilan resiko secara berlebihan oleh pelaku sistem keuangan seperti perusahaan sehingga memungkinkan menimbulkan potensi sistemik. Ketiga, sistem keuangan yang efesien, serta keempat adalah tersedianya akses keuangan yang meningkat oleh UMKM.

UU sebagai Kunci

Perlunya UU yang mendasari bagi para penjaga sistem stabilitas sistem keuangan Indonesia. Sebab dengan UU yang jelas atau aturan maupun peraturan yang jelas, memungkinkan bagi tiap-tiap penyelenggara ekonomi dan keuangan Indonesia bisa bekerja dengan maksimal. Bahkan akan semakin transparan dalam pelaksanaannya. Jelas tugas dan tanggung jawabnya sampai dimana sehingga tercipta kolaborasi bersama di antara mereka.

foto dokpri dari buku Kebijakan Makroprudensial oleh BI
foto dokpri dari buku Kebijakan Makroprudensial oleh BI
Seperti halnya penerbitan UU Nomor 9 Tahun 2016 kian menimbulkan kepastian bagi terciptanya stabilitas keuangan dan ekonomi bangsa kita. Sebab jelas dalam UU itu yang berisi tentang Pencegahan dan Penangangan Krisis Keuangan (PPSK). Dimana ada 4 lembaga yang berwewenang untuk menjaga stabilitas keuangan lewat peran KKSK (Komite Stabilitas Sistem Keuangan) yang terdiri dari 4 lembaga otoritas di dalamnya, seperti Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) serta Lembaga Penjamin Simpanan (LPS).

Mereka saling berkolaborasi untuk menciptakan stabilitas tersebut tercapai. Dimana Bank Indonesia punya kewenangan otoritas kepada sistem keuangan yang berkaitan dengan sistem moneter, makroprudensial, dan sistem pembayaran (infrastruktur sistem keuangan). Dengan kebijakan Makroprudensialnya bisa membatasi resiko sistemik melalui pemantauan yang dilakukannya.

Sedangkan fungsi pemerintah melalui Kemenkeu bersama-sama dengan BI mengelola Makroekonomi. Yang didalamnya punya otoritas kebijakan fiskal yang punya pengaruh langsung terhadap stabilitas sistem keuangan kita. Yakni mengelola keuangan negara untuk membiayai pembangunan, termasuk di dalamnya upaya perpajakan dan utang pemerintah. Juga bersama dengan kementerian bidang ekonomi melaksanakan kebijakan makroekonomi untuk menyentuh kebijakan ekonomi dalam sektor riil (antara  lain pertanian, perdagangan, perindustrian, kelautan dan pariwisata) maupun bidang infrastruktur (perhubungan dan pekerjaan umum).

Sedangkan peran dari OJK memberikan upaya perlindungan kepada konsumen lewat pengawasan kepada institusi-institusi keuangan yang akhir-akhir ini begitu marak dan suburnya muncul memberikan kemudahan mendapatkan modal lewat pinjaman-pinjaman seperti financial technologi (fintech). Dimana OJK melakukan pengawasan mikroprudensial supaya para pelaku fintech ataupun institusi keuangan ini bisa dengan baik menjalankan usahanya sekaligus bisa mengelola resiko-resiko yang ada.

fintech
fintech
Sebab banyaknya para pelaku fintech yang justru memberikan kemudahan-kemudahan dalam peminjamannya, tapi ujung-ujungnya mereka malah mencekik para peminjamnya. Maka OJK tampil sebagai lembaga yang mengawasi perkembangan dari institusi keuangan non bank ini.

Sedangkan LPS berfungsi sebagai pemberi solvitas atau penyelesaian masalah jika insitusi bank tersebut mengalami kegagalan. Dimana modalnya diambil dari premi yang dikumpulkan dari bank-bank tersebut.

Sehingga jelas dari uraian di atas ada dua istilah yang kita temukan, yakni makroekonomi yang berbicara tentang global ekonomi kita. Sedangkan mikroekonomi yang berbicara tentang masing-masing individu, baik  itu rumah tangga maupun korporasi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun