Pertama, Dalam hal pemahaman atas disrupsi (perubahan yang cepat), berharap supaya nilai-nilai keimanan serta nilai kultural budaya kita tidak ikutan rusak.
Kedua, Penghayatan dan pengamalan praktik-praktik keagamaan dan kebudayaan di Indonesia sudah terintegrasi dari pengalaman sejarah bangsa kita yang panjang, jadi tak mungkin salah.
Ketiga, peran pendidikan sangat sentral di dalam menciptakan generasi dan bangsa ini semakin lebih baik lagi. Maka peran orang tua sebagai penaruh dasar dan paling awal untuk meciptakan generasi bangsa yang beriman serta berbudaya harus lebih dioptimalkan lagi.
Keempat, mari bersikap dan berperilaku seperti praktik yang sudah dilakukan oleh para leluhur kita dahulu. Â Yakni jujur, sabar, bersyukur, disiplin, mandiri, saling mengasihi, santun, saling terbuka dan lain-lain.Â
Kelima, Negara dalam hal ini pemerintah, sebagai inisiator,penggerak, penggagas sebuah narasi kebangsaan kita. Akan kemana bangsa ini berlabuh? Hal itu bisa tercapai jika bisa membuat pijakan bersama,untuk sama-sama kita melangkah.
Keenam, mendorong praktek keberagamaan kita dalam membentuk keimanan kita yang saleh secara spiritual dan saleh secara sosial.
Oleh karena itu, ketika pemerintah dan seluruh elemen serta tokoh masyarat sudah sangat bekerja keras sehingga bisa membuat enam poin kesepakatan,  mengapa kita tidak mencoba untuk bisa tahu terlebih dahulu? Setelah tahu, kita mensuarakannya ke banyak orang  serta tak lupa untuk segera melakukannya juga  dalam kehidupan kita sehari-hari.Â
Sehingga akhinya, diri kita, teman kita, sesama kita, masyarakat kita, akhirnya bisa kembali ke nilai-nilai dasar yang paling hakiki yaitu, nilai keber-Tuhan-an kita. Dan hal ini tentu menjadi pendorong yang baik untuk menciptakan nilai kebudayaan kita semakin sempurna lagi.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H