Rabu, 29 Oktober 2014
Satu hari ini, adalah hari terakhir aku full di Banda Aceh. Kota yang memiliki slogan ‘Aceh Damai, Ibadah Nyaman’ ini akan aku tinggalkan berbagai kenikmatannya. Untuk itu, dipenghujung hari di Banda Aceh aku menjelajah berbagai tempat. Hari ini sangaat full. Alhamdulillah Cengah Maya dengan kasih sayangnya yang tetap konsisten mau menemani adik sepupunya ini di hari terakhir. Beliau sampai izin tidak mengajar loh, “Nanti bisa Cengah atur deh, ngajarnya di waktu lain bisa kok..” tuturnya.
Oke hari ini adalah hari yang panjang. Karena hari ini adalah hari yang harus dinikmati. Well kami berangkat dari rumah di Drussalam. Hari ini aku pergi bersama Cengah Maya tentunya, Bang Rudi (driver jemputan anak-anak Cengah Maya), Kak Salma (Assisten Rumah Tangga Kel. Cengah Maya) dan.. si ganteng.. Fabianberusia 1 tahun. Kami mengikuti rute dari terdekat yang belum pernah aku datangi. Pertama adalah Makam Masal.
Pemakaman Masal
Di Aceh ada banyak pemakaman massal. Kita semua mengetahui bahwa makam masal ini memang ada cukup banyak di beberapa titik di Aceh, setelah kejadian Tsunami 10 tahun lalu. Simbolnya adalah batu besar ditengah taman atau tanah berumput hijau dengan pagarnya. Masyarakat Aceh yang yang dikubur kan dikuburan massal adalah mereka yang tidak diketahui identitasnya atau ada pertimbangan lain, sehingga dimungkinkan menguburkan secara bersama-sama. Simbol batu, tak ada nama. Tapi jumlah yang dikuburkan biasanya tercantum dalam tulisan di batu sebagai simbol tersebut.
dok.pribadi. pintu gerbang pemakaman masal
Nah yang kami kunjungi adalah kuburan Massal yang cukup besar. Tak seperti pmakaman umumnya yang banyak gundukan tanah di setiap satu orangnya. Makam ini hanya seperti taman, datah. Ada beberapa batu ditengah-tengahnya. Yang manandakan bahwa disitu lah posisi kepala para ahli kubur tersebut. Ohya di gerbang kuburan makam masal ini pun unik. Ada tulisan dalam Ayat Al-Quran yang terjemahannya diukir di gerbang hijau ini. pintunya ada 4, tinggi, bisa di buka tutup. Dan tulisannya terpotong-potong namun masih dalam satu ayal Al-Quran yakni Q.S Al-Anbiya: 35
“Tiap yang berjiwa akan merasakan mati, kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan. Dan hanya kepada Kamilah kamu dikembalikan” (Q.S Al-Anbiya:35)
Kemudian ada seperti monumen keterangan mengenai jumlah korban tsunami yang dikubur pada kuburan ini dalam bahasa Aceh seperti gambar ini:
Tidak terbaca? Ini tulisannya(dalam Bahasa Aceh) hehe:
Ny'ang meunyawong mandum mate. Kamoe cigata, lam peukara ny'ang brok ngon peukara ny'ang jroh, keuceneuci. Lom keunoe bak kamoe gatateupuwoe (Al-Anbiya:35)
Keterangan:
Ngon Rahmat Po teuh Allah Ta'ala, hinoe ka geuseumiyueb ± 14.264 droe ureueng syahid lam teu ba'a geumpa ngon ie beuna bak beungoh uroe Aleuhad 14 Uroe Buleuen Dzulqaidah 1425 Hijriah 26 Desember 2004
Yak. Fakta mendalamnya adalah seperti itu. dari gerbang kita sudah di yakini, bahwa hidup hanya sementara dan penuh cobaan, akhirnya hanya kepada Sang Pencipta lah kita dikembalikan. Aku memasuki taman ini, eh maksud ku kuburan massal. Fabian kelihatan senang sekali, mungkin karena suasananya yang rimbun dan berangin.
Di tembok-tmboknya ada tulisan Asmaul Husna. Rerumputan terbentang, adapula keterangan kuburan dewasa atau bukan, saat menjejak di rerumputan itu aku melihat banyak kotoran kambing, mungkin bisa menjadi pupuk kesuburan tanah ya.
Daan, benar saja, ternyata ada kambing di area ini, ternyata dibelakang masih ada tempat lagi, dan para kambing keluar dari sana.
Di kuburan massal ini terdapat sekitar 14 ribuan jiwa beristirahat dan kembali pada Sang Pencipta. Semoga Tenang di sisi-Nya ya Ahli Kubur, sesungguhnya kami akan menyusul.
Ke Tempat Mitigasi Tsunami
Di dekat sini ada area Mitgasi Bencana. Gedungnya besar sekali. Disini, selain tempat mitigasi bencana tsunami Aceh serta tempat risetnya. Gedungnya besar banget, disini juga ada helicopter yang nyasar akibat tsunami. Helicopter kepolisian. hehe
Bakso Blower
Hari makin siang, perut kami sudah mulai lapar. Kami ke tempat bakso, bakso Blower namanya. Sempat dibilang sama Cengah Maya.. “Ada tempat bakso, yang tempatnya itu rumah kayu (seperti gubuk) tapi yang makan disana orang-orang penting semua, bermobil Lan..”
Awalnya gak percaya. Ah masa? Enak banget kali ya baksonya? Akhirnya hari itu kami diajak makan disana. Eh benar saja, lokasi makan yang jauh dari keramaian, malah di gang yang tak cukup lebar terdapat deretan kendaraan motor dan mobil yang pengemudinya sedang makan di tempat makan Bakso di jalan Blower ini. Ah seriusaaan. Gak boong. Tapi yaa, memang bakso yang di sajikan memang nikmat, pas dan lumayan deh. Gak heran kalau banyak pengunjung yang makan disini.
Kapal di atas Rumah di Lampulo
Kami melanjutkan perjalanan setelah perut terasa full. Kami mengunjungi tempat wisata lain peninggalan tsunami. Sejujurnya kami semua belum pernah ketempat ini. namun atas informasi dari temannya Bang Rudi, kami akhirnya menemukan alamatnya, dengan mengikuti tanda pada jalan. Ialah Kapal diatas rumah di jalan Lampulo. Kapal ini pun terapung sejauh 1 km sampai di atas rumah warga ini, bentuknya adalah kapal kayu. Rumah sendiri yang berlantai dua itu kini sudah dibeli oleh pemerintah, untuk menjadikan itu tempat objek wisata.
Dibagian bawah ada keterangan, informasi awalnya kapal bisa mendarat di atas rumah. Bentuknya sendiri masih posisi awal namun hampir agak lurus sekarang, daripada kondisi paling awal saat tsunami.
Sekarang sudah dibangun tangga menuju atas. Kita menaiki tangga, namun tak bisa menaiki langsung ke dalam kapal seperti kapal terapung PLTD Kapal Apung waktu itu. karena kapal ini benar-benar kapal kayu dan terlihat sudah terjadi kerusakan atau rapuh pada kayunya, setelah 10 tahun tsunami berlalu. Lumayan, paling tidak, setelah menaiki tangga, aku bisa berfoto lebih dekat di kapal peninggalan tsunami ini, hehe.
Berfoto dengan Busana Adat Aceh
Masih disekitaran Lampulo, tempatnya kapal diatas rumah. Nah didekat sini ada toko souvenir kecil. Disini pun menyediakan sewa baju adat Aceh, namun jika ada pengunjung yang ingin memakai sekadar berfoto pun diperbolehkan, dengan bayar uang sewa 12 ribu rupiah. Hehe. Disini background nya pun semacam tempat adat orang Aceh yang akan menikah.hehe. jadilah sembari kami membeli minum ditempat ini, aku ditantang Cengah Maya untuk pakai baju adatnya. Dengan senang hati aku coba, kapan lagi kaan pakai busana adat khas Aceh?hehe
Uniknya, saat aku sudah selesai pakai busana adat, adik Fabian duduk di tempat pengantin-pengantin gitu, diajak turun, Fabian gakmau. Yaudah, jadilah kami berfoto berdua disana. Tsaaah. Hahaha tampan sekali pendampingkuu :p
Makam Syiah Kuala
Rute selanjutnya, kami mengunjungi Makam Syah Kuala. Posisi makam ini di bibir pantai, dekat pelabuhan. Tak ada renovasi kata Bang Rudi. Dari awal memang makamnya di dalam rumah. Dan menurut saksi mata, saat kejadian tsunami saat air naik, air tak mengenai makam Syah Kuala ini.. “Saat kejadian tsunami tu, air kan naik.. tapi Subhanallah, air jadi bercabang, gak kena sama bangunan Makam Syah Kuala ini, jadi air bercabang kesana dan kesana..” tutur Bang Rudi.
“Ah masa Bang? Mitos kali? Benar ada yang lihat?” tuturku masih belum yakin.
“Iya, benar kali. Saksi matanya pun, Abang tanya langsung, dia benar emlihat, gak seidikit yang lihat pun..” tutur Bang Rudi dengan bahasa Aceh kentalnya.
Kami memasuki pemakaman ini. sedangkan Cengah Maya dan adik Fabian hanya di dalam mobil, karena hari sangat terik. Aku, Bang Rudi dan Kak Salma yang masuk. Disana ada beberapa penunggu makam yang sudah tua usianya. Ada masjid atau mushola disana.
Memasuki makam, dari terasnya pun sudah ada nisan-nisan ,pertanda ada lebih dari satu orang yang dikubur disini. Mungki yang lain adalah keluarga atau kerabat dekat ulama Syah Kuala. Sedangkan makam Syah Kuala sendiri ada di dalam ruangan besar, namun ada tempat lagi seperti dalam tempat bewarna hijau berpagar besi serta tertutup, nisannya pun dengan batu besar berukir tulisan arab. Yak disini namanya di tulis di batu bulat panjang dengan ukiran bahasa Arab.
Disana ada tulisan, mohon non aktifkan hape saat berziarah ke makam.. ‘Mohon tidak Sholat di depan makam’, dan beberapa ada bacaan tertib ziarah kubur disini.selesai menjelajahi ruang, kami keluar, menyapa bapak tua penjaga makam. Penjaga saat ktu yang kulihat ada dua orang berjanggut. Setelah kami keluar, kami di minta untuk cuci muka dengan air yang ada di depan ruangan, seperti air di dalam bak. Agak bingung, kenapa harus cuci muka? Mungkin supaya bersih ya.
Hari hampir sore, hujan mulai mengguyur Serambi Mekkah ini. diperjalanan, aku mendapat banyak suntikan cerita seputaran tsunami. Berbagaaai hal diceritakan. Cerita dari Cengah Mya, Bang Rudi, Kak Salma, dan cerita lainnya. Semuanya membuat aku terpana dan terbenging, ada yang luar biasa menyentuh, ada yang buat bertanya-tanya “Kok bisa??” Hmm yang ini InsyaAllah kita sambung di lain waktu yaa.
Sekilas Tentang Ulama Syiah Kuala
[caption id="attachment_351368" align="aligncenter" width="539" caption="dok.pribadi"]
tulisan pada foto diatas:
Makam Syeich Abdurrauf Bin Ali Alfansuri/ Syiah Kuala
Gampong Dayah Raya Kecamatan Syiah Kuala Kota Banda Aceh, Prov. Aceh
Lahir tahun 1001-H (1591-M) wafat pada hari Isnin 21 Syawal 1106 H (1696 M) dalam usia 105 tahun, dikebumikan pada tempat yang diamanahkannya di Gampong Menasah Dayal Kuala Aceh, Sekarang Desa Dayah Raya
Almarhum menjabat selaku kadhi Malikul Adil, pada Kerajaan Aceh Darussalam mulai pada masa pemerintahan para Ratu.
59 Tahun Aceh Dibawah Pemerintahan Para Ratu
1.Ratu Safiatuddin Syah dari 1050-1086 h (1641-1675 M), mangkat hari Ahad 12 Sya'ban 1086 H. Makamnya di komplek Baperis Banda Aceh
2.Ratu Naqiatuddin Syah dari tahun 1086-1088 H (1675-1678 M), mangkat hari Ahad 01 Zulqaidah 1088 H. Makamnya dikandang dua belas Banda Aceh.
3.Ratu Zakiatuddin Syah dari tahun 1088-1098 H (1678-1688 M), mangkat hari Ahad 08 Zulhikkah 1098 H. Makamnya dikandang dua belas Banda Aceh.
4.Ratu Kamalat Syah dari tahun 1098-1106 H (1688-1699 M), mangkat hari Ahad 28 Zulhijjah 1116 H. Makamnya di kandang dua belas Banda Aceh.
Pada masa pemerintahan Para Ratu. Pada hakikatnya, yang memegang kendali Pemerintah adalah Para Ulama. Nama Almarhumah sudah diabadikan pada perguruan tinggi di Aceh, yaitu Universitas Syiah Kuala (UNSYIAH), untuk mendidik mahasiswa agar menjadi manusia yang berbudi luhur dan berakhlak mulia.
Khadam Makam Syiah Kuala tidak boleh berpindah tangan dari keturunan Syeich Abdul Wahid.
Ke Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainal Abidin (RSUDZA)
Sepulang tadi, sekitar pukul empat sore, Cengah Maya dan Bang Ferdi akan menjenguk saudara yang sakit. Sakit sesuatu yang cukup parah, diidap oleh anak muda yang baru 3 bulan memasuki masa kuliah di Jakarta ini. Oke, intinya aku minta ikut untuk menjenguk. Sekalian. aku juga ingin melihat kondisi rumah sakit umum di Aceh ini. ternyata RSUD disini sudah dalam perbaikan, banyak yang baru. Lebih modern kata Cengah Maya. Aku seperti tamu yang baru pertama kali datang dirumah orangnih. Melihat-lihat ke atas samping, kenan, belakang. Huaa, melihat juga para perawatnya, dokter pun para Koas yang sedang bertugas. VIP Geureutee tempat saudara di rawat, kami memasuki. Terlihat seorang lelaki muda yang usianya dibawah aku sedang terbaring sambil memakan roti isi cokelat. Ibunya dan ayah setia menemani, saat ibunya bertemu memeluk Cengah Maya, air mata bercucuran. Ibunya adalah saudara dari Bang Ferdi (suami Cengah Maya). Mengobrol dan cerita. Tak lama. Takut mengganggu setelahnya kami pulang kembali, kami semua berdoa agar operasi yang akan dijalankan lancar dan sukses Aamiin. Walaupun akhirnya, kemarin, 2 November 2014. Ada suatu rencana Allah yang lebih baik menurut-Nya mengenai kondisi seterusnya bagi si Sakit. Semoga Khusnul Khotimah, Aamiin.
Last Dating With Cengah Maya
Beberapa hari ini, sebelum keberangkatan kembali ke Lampung, tiap sore kami selalu wisata kuliner berdua. Yang aku khawatirkan hanya satu, berat badan ini latah naiknya huhu. Tapi enggak, aku gak khawatir. Sekali-kali gakpapa deh. Sore ini setelah berlelah ke berbagai tempat di Banda Aceh, aku dan kembaran menuju tempat makan baru. Pengusaha dari Kuala Lumpur. Nama resto nya ‘Canai Mamak’. Disini menu sebagian besar Canai. Seperti roti terigu yang lebar, biasanya di konsumsi orang arab dengan daging kambing, atau kalau di sini Canai di pakai untuk campuran Martabak telur ala Aceh. Kami memesan makan, kemudian memesan Canai Durian, karena aku belum pernah coba hehe.
Dengan dekorasi modern, ala Malaysia resto ini berdiri. Makin sore, pengunjung makin ramai. Kokinya lelaki semua, justru kaum perempuan yang banya wara-wiri melayani pemesan. Seperti biasa, obrolan khas ala anak muda yang selalu kami bicarakan. Tsaah. Ibu Muda yang sudah punya tiga jagoan ini, pengetahuannya luaas, karena banyak baca dan sudah banyak pengalaman mungkin ya. Salut sama Dosen Ekonomi Akuntansi Unsyiah Kuala ini, ah bakal kangen berat nih sama kembaranku satu ini :’D Makasih Cengah Segalanya selalu berkesaaan : )
Yak menutup hari ini, malam harinya aku mulai Packing. Segalanya disiapkan. Karena besok sekita jam 10 aku harus sudah di Bandara. Packing pun dibantu Cengah Maya, ah dasaaar. Kata Cengah Maya, Packing itu ada dasarnya, ada triknya, supaya baju yang buanyak bisa muat semua di dalam koper hehe.
Menikmati malam terakhir. Melihat Bang Fatan yang kini mulai mau nulis novel, Bang Faris yang suka banget buku bergambar dan dengar musik, si Fabian usia 1 tahun yang sudah bisa bilang.. “Num!Yah!Mama!Koko!Baaa!aaaah (habis minum, ala minum sprite)” dan joged geleng-gelengnya. Bakal rindu suasana ketawa, suasana becandaan sama seisi rumah keluarga Cengah Maya. Ya, mungkin lebih dekat, karena sebagian besar aku lebih lama menginap disini, walau keramah saudara yang lain sempat menginap 1-2 hari.Aceh, me gonna miss you.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H