Kembali berjalan, di sebelah ada ruang rapat atau ruang diskusi. Disini ada pula meja bundar kayu, tempat Cut Nyak Dien menerima tamu atau berdiskusi. Ada lagi foto-foto, kali ini foto kaum penjajah Belanda dengan wajah bule yang garang. Hehe.
Berjalan kembali, kami menemukan kembali kursi-kursi dan meja panjangnya. Kali ini adalah tempat Cut Nyak Dien menerima tamu. Ya. Banyak sekali kursi dan meja disini. Pertanda, bahwa Pahlawan Aceh ini sangat menjaga Silatuhrahim, sekaligus tempat berkumpulnya warga Aceh untuk membicarakan kemerdekaan Tanah Rencong dari penjajah. Kemudian dari rumahnya yang memiliki kamar yang banyak untuk selir dan asisten rumah tangga, beliau sangat menghargai yang membantu dirumahnya, terbukti bentuk tempat tidur yang tak jauh beda dari tempat tidur Cut Nyak Dien itu sendiri.
Cut Nyak Dien yang memiliki julukan Srikandi Indonesia ini terakhir diasingkan oleh Belanda. Saat itu keadaan Cut Nyak Dien sudah tua dan menderita kebutaan, akhirnya pada 6 Novemper 1908 beliau wafat dan dimakamkan di lokasi Makam Keluarga H. Husna di Gunung Puyuh, Desa Sukajaya, Kecamatan Sumedang Selatan, Jawa Barat (okezone.com).
Marilah kita mendoakan beliau, dan para Pahlawan yang telah mendahului kita. Mereka berani, mengorbankan jiwa, raga, harta demi kemerdekaan Indonesia, dan demi anak cucunya, demi kita. Kita yang telah menikmati manisnya kemerdekaan disamping mereka yang bersusah payah merebut kemerdekaan. Terinagat pidato sejarah, saat duduk di sekolah dasar, Bung Karno pernah berkata “Jas Merah!” jangan sekali-kali melupakan Sejarah. Karena melalui Sejarah, negara ini berproses untuk Sejarah baru yang akan diukir. Atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa dan dengan didorongkan oleh keinginan luhur, supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia menyatakan dengan ini kemerdekaannya (Pembukaan UUD ’45).
“Janganlah kamu bersikap lemah, dan janganlah (pula) kamu bersedih hati, padahal kamulah orang-orang yang paling tinggi (derajatnya), jika kamu orang-orang yang beriman. Jika kamu (pada perang Uhud) mendapat luka, maka sesungguhnya kaum (kafir) itu pun (pada perang Badar) mendapat luka yang serupa. Dan masa (kejayaan dan kehancuran) itu Kami pergilirkan di antara manusia (agar mereka mendapat pelajaran); dan supaya Allah membedakan orang-orang yang beriman (dengan orang-orang kafir) supaya sebagian kamu dijadikan-Nya (gugur sebagai) syuhada’. Dan Allah tidak menyukai orang-orang yang zhalim.” (Ali Imran [3]: 139-140)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H