Demikian juga halnya dengan iman: Jika iman itu tidak disertai perbuatan, maka iman itu pada hakekatnya adalah mati.
Yakobus 2:17 (TB)
Surat Yakobus diperkirakan ditulis antara 47-48 Masehi dan para penafsir yakin Surat Yakobus ditulis oleh Yakobus saudara biologis Tuhan Yesus, seorang pemimpin gereja di Yerusalem yang mati syahid pada tahun 62 Masehi.
Surat Yakobus awalnya ditujukan kepada kedua belas suku Yahudi di perantauan agar mereka menjadi Kristen yang sejati dengan memberikan pokok-pokok pengajaran dalam kehidupan sehari-hari terutama untuk memperbaiki pemahaman yang salah mengenai iman.
Surat Yakobus ditulis dengan sangat sederhana dengan memberikan contoh-contok kontekstual dalam kehidupan sehari-hari sehingga sangat mudah dipahami.
Dalam perikop "Iman tanpa perbuatan pada hakekatnya mati" (Yakobu 2:14-26), Yakobus ingin memberikan pehamahan yang benar tentang iman.
Iman yang benar bukan hanya di mulut dengan meneriakkan kasih tetapi tidak pernah mempraktekkan atau berbuat kasih terhadap sesama.
Iman yang benar itu bukan hanya mengaku-ngaku percaya Tuhan tetapi perilaku hidupnya tidak sesuai dengan kehendak Tuhan.
Iman yang benar bukan hanya rajin beribadah ke gereja, rajin berdoa dan menyanyikan lagu pujian kepada Tuhan, serta rajin membaca kitab suci dan menghafalnya luar kepala.
Hal seperti itu tidak salah tetapi jika kehidupannya penuh dengan rupa-rupa kejahatan, kenazisan dan kecemaran seperti suka memfitnah, menipu, berzinah, malas, dll, maka semua ibadahnya akan sia-sia dan pada hakekatnya mati.
Itulah mengapa pada ayat 14, Yakobus memberikan pertanyaan agar pembaca mengintrospeksi diri dan memahami posisi dirinya masing-masing, apakah sudah pada iman yang tepat atau tidak:
Apakah gunanya, saudara-saudaraku, jika seorang mengatakan, bahwa ia mempunyai iman, padahal ia tidak mempunyai perbuatan? Dapatkah iman itu menyelamatkan dia?
Kemudian agar lebih mudah dipahami pembaca Yakobus melalui ayat 15-16 memberikan contoh yang sangat kontekstual yang mungkin juga pernah dilakukan pembaca, yaitu hanya berkata-kata manis tetapi tanpa perbuatan:
Jika seorang saudara atau saudari tidak mempunyai pakaian dan kekurangan makanan sehari-hari,
dan seorang dari antara kamu berkata: 'Selamat jalan, kenakanlah kain panas dan makanlah sampai kenyang!', tetapi ia tidak memberikan kepadanya apa yang perlu bagi tubuhnya, apakah gunanya itu?
Ternyata pintar berkata-kata manis saja tidaklah cukup. Mengaku-ngaku mengasihi Tuhan saja juga tida cukup, sehingga dengan keras dalam ayat 17 Yakobus mengatakan:
Demikian juga halnya dengan iman: Jika iman itu tidak disertai perbuatan, maka iman itu pada hakekatnya adalah mati.
Saudara yang kekasih inilah yang menjadi pokok pengajaran yang benar tentang iman Kristen, yaitu bahwa iman harus disertai perbuatan nyata.
Tidak cukup hanya dengan perkataan dan lidah mengasihi Tuhan tetapi tetapi dengan perbuatan dalam kebenaran:
1 Yohanes 3:18 Anak-anakku, marilah kita mengasihi bukan dengan perkataan atau dengan lidah, tetapi dengan perbuatan dan dalam kebenaran.
Tidak cukup hanya rajin beribadah ke gereja, jika hidupnya tidak benar maka semuanya itu akan sia-sia belaka;
Yakobus 1:26 Jikalau ada seorang menganggap dirinya beribadah, tetapi tidak mengekang lidahnya, ia menipu dirinya sendiri, maka sia-sialah ibadahnya.
Salam sejahtera bagi kita semua
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H