Mohon tunggu...
Rintar Sipahutar
Rintar Sipahutar Mohon Tunggu... Guru - Guru Matematika

Pengalaman mengajar mengajarkanku bahwa aku adalah murid yang masih harus banyak belajar

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

"Prihatin", Moeldoko Memakai Istilah SBY Menggambarkan Demokrat

2 Februari 2021   19:30 Diperbarui: 2 Februari 2021   19:35 366
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Oleh sebagian warganet, Presiden ke-6 Republik Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) pernah disebut atau dikenal sebagai "Bapak Prihatin". Sebutan itu dilekatkan karena dalam setiap sambutannya beliau sering menggunakan kata "prihatin".

Disengaja atau tidak, Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Moeldoko juga menggunakan kata "prihatin" untuk menggambarkan keadaan Partai Demokrat saat ini. 

Hal itu disampaikan Moeldoko ketika menanggapi tudingan Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) mengenai keterlibatan petinggi istana dalam gerakan mengambil alih kepemimpinan Partai Demokrat secara paksa. 

"Saya sih sebetulnya prihatin gitu ya melihat situasi itu, karena saya juga bagian yang mencintai Demokrat," kata Moeldoko dalam konferensi pers virtual (Kompas.com, 1/2/2021).

Pertanyaannya adalah mengapa Moeldoko menggunakan diksi "prihatin" dan mengapa Moeldoko harus prihatin dengan keadaan Partai Demokrat sementara beliau bukan bagian dari partai itu?

Sebutlah penggunaan diksi prihatin oleh Moeldoko sebagai sesuatu yang tidak disengaja atau hanya kebetulan saja. Tetapi perlu diingat bahwa sesuatu yang kebetulan juga perlu dimaknai secara "tidak kebetulan" agar terang dan tidak terkesan menjadi mistis.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) salah satu (dari dua) arti kata "prihatin" adalah: bersedih hati, waswas, bimbang (karena usahanya gagal, mendapat kesulitan, mengingat akan nasibnya, dan sebagainya).

Memperhatikan makna denotasi dari kata "prihatin" kita jadi tahu bahwa penggunaan diksi "prihatin" secara berulang-ulang bagi seorang pemimpin ternyata "sangat kurang" tepat atau "sangat tidak elok".

Seorang pemimpin tetaplah manusia biasa yang tak luput dari rasa prihatin, tetapi disaat yang bersamaan seorang pemimpin harus selalu terlihat tangguh, kuat, tegar dan tidak boleh terlihat bersedih hati, was-was dan bimbang dalam situasi apapun.

Mungkin pesan itulah yang ingin disampaikan Moeldoko kepada AHY ketika menyarankan agar AHY menjadi pemimpin yang kuat, tidak baperan dan tidak mudah terombang-ambing. Intinya agar AHY tidak mudah menggunakan kata prihatin seperti ketua umum sebelumnya.

"Saran saya ya, menjadi seorang pemimpin harus pemimpin kuat, jangan mudah baperan, terombang-ambing, dan seterusnya," kata Moeldoko (Kompas.com, 1/2/2021)

Pertanyaan berikutnya, mengapa Moeldoko harus prihatin dengan situasi Partai Demokrat, bukankah beliau bukan dari partai itu? Dan untuk apa beliau mengatakan bagian "pecinta" Demokrat, bukankah sebelumnya beliau bagian dari Partai Hanura?

Bagaimanapun tak bisa dipungkiri, Moeldoko pasti memiliki ketertarikan dengan Partai Demokrat, kalau tidak beliau tidak akan menerima kader aktif dan non aktif Demokrat untuk berdiskusi mengenai keadaan partai itu kepadanya.

Bisa jadi Moeldoko ingin maju sebagai capres atau cawapres di Pilpres 2024 nanti dan untuk kepentingan itu sudah barang tentu Moeldoko membutuhkan "kendaraan".

Diketahui sebelumnya pada 2016 Moeldoko bergabung dengan Partai Hanura dengan jabatan sebagai Wakil Ketua Dewan Pembina. Tetapi pada 2018 Moeldoko pamit dari partai tersebut dengan alasan agar lebih fokus bekerja sebagai Kepala Staf Kepresidenan.

Lagipula menurut Moeldoko kehadirannya di Hanura ketika itu tidak berpengaruh apa-apa karena secara individu beliau tidak pernah terlibat dalam urusan partai.

Tetapi setelah menjadi KSP kemungkinan besar pandangan Moeldoko terhadap 2024 menjadi berubah. Bisa jadi beliau ingin maju pada pilpres kelak dan untuk itu beliau perlu kendaraan dan kendaraan itu adalah Demokrat yang terbebas dari istilah "prihatin". (RS)

Sumber: Kompas.com, detikcom, KBBI

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun