Dan negara-negara kaya penghasil minyak seperti Timur Tengah nampaknya adalah sasaran yang sangat empuk. Potensi untuk konflik disana dengan isu-isu sensitif sangat tinggi. Dan uang mereka untuk membeli senjatapun nampaknya lebih dari cukup.
Ketika itulah produsen senjata bak pahlawan kesiangan menawarkan jualannya. Mulai dari senjata terbaru yang paling canggih untuk pertahanan atau untuk menyerang, dengan harga yang bisa untuk anggaran belanja negara berkembang hingga setahun.Â
Darimana senjata pemberontak Houthi, misalnya? Apakah mereka mempunyai cukup uang untuk membeli senjata? Bisa jadi mereka punya. Tetapi jika mereka dikasih gratispun, penjualan senjata ke negara-negara disekitarnya yang berjaga-jaga sudah memberikan keuntungan yang sangat besar.
Satu lagi, kira-kira bagaimana cara memasok senjata ke pemberontak sementara harus melewati banyak negara? Sekali lagi ini masalah bisnis persenjataan. Ada banyak yang terlibat dan masing-masing yang memberi andil akan mendapatkan upah.
Melansir dari Stockholm Internasional Peace Research Institut (SIPRI), Amerika Serikat menjadi negara pemasok 61 persen senjata dunia dengan total penjualan tahun 2019 sebesar US$361 milyar atau sekitar Rp 5.107, 067 triliun atau Rp 5,1 kuadriliun ($1 = Rp 14.147,-).
Di urutan kedua Republik Rakyat China berhasil menggeser Rusia, dengan memasok penjualan 15,7 persen senjata dunia. Sedangkan 23,3 persen lainnya diperebutkan Rusia, Perancis, Jerman, Italia dan negara-negara Eropa lainnya.
Berdasarkan data SIPRI dari jajaran "Top 25" perusahaan produsen senjata dunia, urutan pertama hingga kelima ditempati oleh perusahaan Amerika Serikat antara lain: Lockheed Martin, Boeing, Northrop Grumman, Raytheon dan General Dynamics.
Kemudian di urutan enam, tujuh, delapan dan sepuluh ada perusahaan asal China: AVIC, CETC, Norinco dan L3Harris Technoligies, sedangkan diurutan kesembilan ada perusahaan asal Inggris BAE System.Â
Berikut penghasilan sepuluh perusahaan produsen senjata pada 2019 berdasarkan data SIPRI, dengan total penjualan sekitar Rp 5,5 kuadriliun
Lockheed Martin, Amerika Serikat (Rp 622,8 triliun), Boeing, Amerika Serikat (Rp 374,1 triliun), Raytheon, Amerika Serikat (Rp 331,1 triliun), BAE System, Inggris (Rp 317,5 triliun), Northrop Grumman, Amerika Serikat (Rp 622,8 triliun),Â
General Dynamics, Amerika Serikat (Rp 269 triliun), Air Bus Grup (Rp 156,6 triliun), Thales, Perancis (Rp 124,7 triliun), Leonardo, Italia (Rp 112 triliun), Almez-Antey, Rusia (Rp 117,8 triliun),