Mungkin karena setiap kata dimaknai sebagai bagian dari ibadah maka jika seseorang mengumpat atau berkata-kata kasar maka itu ada "di luar ibadah". Atau secara harfiah umpatan atau kata-kata kotor sama sekali tidak boleh digunakan dalam ibadah misalnya dalam "ceramah". Siapapun pendengarnya dan kepada siapapun isi "ceramah" itu ditujukan, "kata-kata kotor" tetaplah "kata-kata kotor".
Mengapa Soni mengulangi sulit, sulitlah dan agak sulit dalam memaknai "kata-kata kasar"?
Pada penggalan wawancara berikutnya, Soni kembali mengulangi kata "sulit" hingga 4 kali. Hal tersebut semakin memperjelas keraguan yang dalam atau barangkali juga sebagai upaya pembenaran diri. Lebih lanjut Soni mengatakan:
"Sulit. Sulitlah. Sulit karena saya kan sudah gede, sudah balig istilahnya. Kecuali saya dari SD, dalam masa pertumbuhan di Jawa pasti ada berubahlah dari logat, dialektika, tapi kalau sudah besar, sudah dewasa sulit berubah cara bahasa. Untuk kultur Jawa, khususnya Jawa Barat Sunda, Jawa Tengah, termasuk teman-teman kita di NU di Pekalongan, bahasa-bahasa seperti yang saya ungkapkan, sering dilihat oleh netizen itu terbilang kasar memang, karena kulturnya demikian. Orang Jawa Sunda itu kan santun," sambung Soni.
Ternyata Soni memang benar-benar gagal paham membedakan "kata-kata kasar" dengan "logat" dan "dialektika".
Soni menyinggung bahwa dia tumbuh besar di Medan yang menurutnya berbeda dengan kultur Jawa khususnya Jawa Barat. Menurut dia Jawa Sunda itu santun sedangkan Medan itu kasar, mungkin kira-kira seperti itu maksudnya.
Pak Soni yang terhormat, "kata-kata kasar" bukan masalah logat atau dialek tetapi yang dipermasalahkan adalah isi kata-kata atau pesannya. Bagaimanapun kata-kata kasar disampaikan dengan logat atau dialek yang "lembut dan halus" maka kata-kata tersebut tetaplah "umpatan" atau "caci maki".
Sebaliknya "kata-kata yang tidak kasar" jika disampaikan dengan logat atau dialek yang "keras", mungkin bisa saja awalnya kedengarannya seperti "kasar" tetapi maknanya tidak kasar, kan?
Ingat, penyampaian kata-kata dengan logat dan dialek yang lembut dan halus belum pasti sudah "santun" dan penyampaian dengan logat dan dialek yang "keras" seperti cara saya berbicara, itu bukan berarti sudah pasti "kasar". (RS)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H