Awalnya Nehemia dalam keremukan hatiny terduduk menangis, berkabung lalu berpuasa dan berdoa kepada Tuhan semesta langit. Namun dalam kedudukannya sebagai pegawai juru minum istana, Nehemia mendapatkan izin dari Artahsasta sang kaisar, bahkah diberi mandat sebagai utusan Kekaisaran Persia untuk pulang membangun tembok Yerusalem dan untuk memperhatikan keluhan-keluhan kaumnya di sana.
Singkat cerita, Nehemia pun sukses menjalankan misinya tepat seperti yang dia cita-citakan walaupun menghadapi tantangan yang sangat berat.
Tetapi siapakah saya jika dibandingkan dengan Nehemia? Jangankan menjadi juru minum istana bahkan ke istana presiden pun saya tidak memiliki kesempatan untuk menyampaikan semua kersahanku itu kepada Joko Widodo.
Pernah terlintas dipikiranku untuk membiayai sendiri pembanganun jalan ke kampungku tetapi hanya jika seandainya saya memiliki banyak uang seperti Jeff Bezos, pendiri dan CEO Amazon itu.
Lalu apa yang dapat saya lakukan untuk membangun kampungku seperti hal yang Nehemia telah lakukan terhadap Yerusalem dan penduduknya?
Ingin rasanya saya memohon belas kasihan dari para filentropis seperti Bill Gates, Warren Buffet atau siapa saja donatur yang bersedia membangun kampungku, tetapi hingga saat saya belum mendapatkan akses untuk berbicara kepada mereka.
Harapan Itu Datang
Sejak Indonesia merdeka hingga saat ini, sejarah pembangunan ke kampung kami Hadataran-Hapesong-Paratusan, dapat dibagi ke dalam 3 masa.
Yang pertama adalah Zaman Kegelapan atau Zaman “Hoda Kuli”. Saya sebut demikian karena pada masa itu tidak ada alat transportasi pengangkutan barang ke kampung kami selain daripada Hoda Kuli atau “Kuda Beban”.
Masa ini masih jauh lebih kelam daripada zaman "kuda gigit besi", karena di sini kuda bukan menarik kereta tetapi orang yang mengiringnya berjalan kaki mengikut kuda dari belakang menelusuri jalan setapak.