Mohon tunggu...
Rintar Sipahutar
Rintar Sipahutar Mohon Tunggu... Guru - Guru Matematika

Pengalaman mengajar mengajarkanku bahwa aku adalah murid yang masih harus banyak belajar

Selanjutnya

Tutup

Analisis

Prabowo, Mungkinkah Ia Menjadi Presiden Republik Indonesia?

21 Maret 2019   06:00 Diperbarui: 21 Maret 2019   06:31 168
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(Sumber photo: MedanTribunnews.com)

"Dulu ada cerita di Akabri, 100 taruna dihukum pasti salah satunya ada Prabowo. 30 taruna dihukum, pasti ada Prabowo. 10 taruna, pasti ada Prabowo. Lalu kalau di lapangan kalian lihat satu orang merayap, ya itulah taruna Prabowo," (Prabowo Subianto di Gelanggang Olahraga Otista, Jakarta Timur, Sabtu 16/3/2019)

Dikutip dari detik.com (Selasa, 30/10/2018), saat meresmikan Posko Badan Pemenangan Prabowo-Sandi Kabupaten Boyolali, Prabowo mengaku bahwa ketika bersekolah di Akademi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (AKABRI) Magelang (sekarang AKMIL), dia adalah taruna yang nakal.

"Beliau (Bibit Waluyo) yang dulu mlonco saya. Yang menggembleng saya termasuk beliau karena saya termasuk dulu taruna yang nakal. Tapi kalau saya nggak nakal, mungkin nggak menjadi jenderal," kata Prabowo dihadapan mantan Pangkostrad yang juga mantan Gubernur Jateng, Letjen (Purn) Bibit Waluyo. (detik.com, Selasa 30/10/2018).

Prabowo mengatakan: "... Tapi kalau saya nggak nakal, mungkin nggak menjadi jenderal". Pertanyaannya adalah apakah untuk menjadi seorang jenderal harus nakal? Saya pikir pernyataan yang demikian kalau bukan sebuah candaan, jelas merupakan pelecehan terhadap citra jenderal. 

Bandingkan dengan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) taruna seangkatan Prabowo (1970) tetapi beda tahun lulus. Dilansir dari Kompas.com (01/06/2014), Prabowo mengakui bahwa SBY adalah taruna teladan sedangkan Prabowo sendiri mengakui dirinya sebagai taruna yang nakal. 

Apakah karena SBY tidak nakal kemudian tidak pernah menjadi jenderal? Jelas tidak. Tidak hanya sebagai lulusan terbaik di angkatannya tetapi dalam perjalanan karirnya, SBY pernah menjabat sebagai Menkopolhukam pada masa pemerintahan Megawati Soekarnoputri sebelum kemudian menjadi Presiden Republik Indonesia untuk 2 periode (2004-2014).

Lalu bagaimana dengan nasib si "bengal" Prabowo? Apakah Prabowo pernah menjabat sebagai menteri sampai akhir hayatnya? Atau mungkinkah "berkat" kenakalannya semasa taruna dulu Prabowo akan menjadi the next Presiden Republik Indonesia?

Tidak hanya pada kesempatan itu saja Prabowo mengaku sebagai taruna yang nakal, saat menghadiri acara silaturahmi dengan purnawirawan TNI-Polri dan relawan, di Gelanggang Olahraga Otista, Jakarta Timur, Sabtu (16/3/2019), Prabowo bahkan menggambarkan kebengalannya yang execellent:

"Dulu ada cerita di Akabri, 100 taruna dihukum pasti salah satunya ada Prabowo. 30 taruna dihukum, pasti ada Prabowo. 10 taruna, pasti ada Prabowo. Lalu kalau di lapangan kalian lihat satu orang merayap, ya itulah taruna Prabowo," ungkapnya (TribunJambi.com, 17/03/2019)

Pertanyaannya adalah, apakah kenakalan atau kebengalan itu sesuatu hal yang harus dibanggakan dan harus diulang-ulang dikatakan di depan umum? Ataukah hal tersebut sebagai ungkapan rasa tertuduh karena merasa tidak layak menjadi orang nomor satu di negeri ini?

Itulah salah satu alasan mengapa Prabowo dinyatakan lulus tahun 1974 atau terlambat satu tahun dari SBY (1973), padahal mereka sama-sama masuk ke Magelang pada tahun 1970. Walaupun Prabowo dikenal sebagai pemuda pintar tetapi karena kebengalannya dia harus tinggal kelas selama satu tahun.

Mungkin ketika itu seharusnya Prabowo sudah lebih tepat jika dikeluarkan dari AKABRI karena kebengalannya. Tetapi mengingat statusnya sebagai cucu pendiri Bank Negara Indonesia (BNI) Margono Djojohadikusumo dan anak dari Menteri Perindustrian dan Perdagangan (1968-1973), Sumitro Djojohadikusumo, mungkin atas dasar itulah Prabowo tetap diperbolehkan sekolah di AKABRI hingga selesai.

Oke, mari kita lupakan masa lalu Prabowo di AKABRI dan sederet pelanggarannya semasa militer dalam kasus penculikan aktivis'98 dan tuduhan tidak taat terhadap perintah Pangab Wiranto sehingga dipecat atau diberhentikan (yang hingga hari masih polemik) dengan pangkat terakhir letnan jenderal.

Pertanyaan terakhirnya adalah, mungkinkah Prabowo si "bengal" itu akan menjadi Presiden Republik Indonesia untuk periode 2019-2024? Mari sama-sama kita tunggu jawabannya di Pilpres 17 April 2019 nanti. Tetapi kalau saya sendiri sangat meragukan jika seorang bengal akan pernah menjadi orang nomor satu di negeri ini.

(RS/dari berbagai sumber)

Sumber : Tirto.id, TribunJambi.com, detik.com, Kompas.com

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun