Terkait kasus siswa yang merokok di kelas dan menantang gurunya berkelahi di SMP PGRI Wringinanom, Gresik, Jawa Timur yang videonya juga viral di media sosial, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendy memberikan pernyataan yang saya pikir sedikit kurang elok.
Dikutip dari newsdetik.com (11/02/2019), bertempat di Kantor Kemenko PMK, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Senin (11/2/2019), Muhadjir Effendy mengatakan:
"Kejadian-kejadian itu biasa, bukan saya bilang itu dibolehkan. Bahwa itu suatu pelanggaran berat iya, tetapi justru pendidikan harus segera melakukan proses pemulihan atau perbaikan mental anak seperti itu. Justru tugas kita di sekolah bagaimana terjamin bahwa anak-anak yang memiliki perilaku khusus seperti itu harus ditangani dengan baik," kata Muhadjir.
Saya kurang sependapat jika Pak Muhadjir menyatakan bahwa kejadian-kejadian seperti itu biasa. Merokok di kelas dan menantang guru berkelahi adalah hal serius yang harus segera diatasi bersama.Â
Bukan hanya oleh pihak sekolah saja tetapi bersama orangtua dan seluruh pihak yang terkait dengan dunia pendidikan termasuk Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI).
Walaupun kemudian beliau mengatakan bahwa perilaku seperti itu termasuk dalam kategori pelanggaran berat dan tidak dibolehkan, justru itu seharusnya beliau memberi warning kepada orangtua bahwa seperti inilah fakta di lapangan mengenai dinamika perilaku menyimpang siswa yang sedang dihadapi guru di sekolah-sekolah setiap harinya.
Sangat berbahaya jika perilaku menyimpang seperti ini dianggap biasa-biasa saja dan mendapat pembelaan dari orangtuanya apalagi jika mendapat "dukungan" dari pihak KPAI, maka saya khawatir kondisi sekolah sebagai lembaga pendidikan akan semakin menyedihkan.
Lebih lanjut Muhadjir mengatakan, "Karena itu juga sanksinya tidak boleh menghancurkan atau merampas masa depan kita, dan dari satu juta jiwa anak siswa kita kemudian ada 100 saja yang berperilaku nakal seperti itu itu masih dalam hal yang bisa ditoleransi di dalam teori pendidikan ya. Tapi bahwa itu suatu pelanggaran berat ya pasti, tidak boleh anak melakukan seperti itu,"Â
Setuju bahwa sanksi terhadap anak tersebut tidak boleh menghancurkan atau merampas masa depannya. Anak tersebut harus dibina dan dipulihkan mentalnya. Tetapi saya kurang setuju jika pihak sekolah sampai menolerir setiap kenakalan siswa baik secara kualitas maupun kuantitas.
Yang paling menyakitkan adalah ketika Muhadjir meminta, Nur Kalim, introspeksi agar tampil berwibawa dan disegani siswa didik.
"Tetapi gurunya juga harus introspeksi supaya bisa tampil berwibawa disegani oleh siswa itu juga mutlak, guru itu harus jadi teladan harus jadi contoh kalau guru sudah diinjak anak seperti itu bagaimana dia bisa menjadi contoh untuk siswa-siswa," ujar Muhadjir.
Seorang guru memang harus selalu introspeksi dan mengevaluasi dirinya sendiri agar dapat menjadi sosok yang patut untuk ditiru dan digugu. Tetapi dalam kasus guru Nur Kalim seorang honorer bergaji Rp 450.000/bulan, rasanya kata-kata seperti itu waktunya kurang tepat untuk diucapkan. Apakah Nur Kalim tidak tampil berwibawa dan disegani?
Ketika saya masih guru honorer dengan gaji Rp 475.000/bulan, saya sudah berusaha untuk tampil menyakinkan, disiplin dan tegas. Tetapi stigma honorer itu sepertinya terlalu melekat kuat.Â
Apalagi jika siswa dan orangtua mengetahui status kita? Terkadang jika bertemu dengan siswa dan orangtua yang songong, itu sangat menyakitkan. "Baru menjadi honorer saja pun sudah sok-sok tegas dan disiplin", kata beberapa orangtua di depan anaknya sendiri.
Maksud saya, apapun ceritanya, kasus merokok di kelas dan menantang guru berkelahi adalah pelanggaran berat yang harus diselesaikan dengan sebaik-baiknya tanpa menghancurkan masa depan si anak tetapi juga tidak meremehkan sang guru.
Pihak sekolah, orangtua, tokoh agama, tokoh masyarakat, KPAI, pemerintah dan semua pihak terkait harus bekerja secara bersama-sama sehingga tidak ada lagi guru yang diancam, dikeroyok atau dilecehkan siswa dan orangtua atau oleh KPAI. Demikian juga dengan siswa tidak ada lagi yang dianiaya atau dilecehkan guru dengan alasan apapun.
(RS)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H