Mohon tunggu...
Rintar Sipahutar
Rintar Sipahutar Mohon Tunggu... Guru - Guru Matematika

Pengalaman mengajar mengajarkanku bahwa aku adalah murid yang masih harus banyak belajar

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Seberapa Pentingkah Keberadaan Guru Itu? (Sebuah Renungan)

26 November 2018   17:52 Diperbarui: 26 November 2018   17:53 379
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(Saya dan anak didikku/dokpri)

Ketika Jepang menyerah kalah kepada pasukan sekutu dalam Perang Dunia II, setelah kota Nagasaki & Hiroshima diluluhlantakkan dengan bom atom, Sang Kaisar bertanya: "Berapa jumlah guru yang tewas?" Dengan perasaan heran prajurit bertanya: "Mengapa bukan jumlah prajurit yang tewas yang Kaisar tanyakan?" Sang Kaisar menjawab: "Kalian para prajurit berjuang untuk masa kini sedangkan guru berjuang untuk masa depan membangun anak bangsa"

Mungkin beberapa diantara pembaca sudah pernah mendengar petikan dialog antara Kaisar Hirohito dan prajuritnya seperti yang tertera di atas. Dalam versi lain saya baca, Kaisar Hirohito menanyakan berapa banyak guru yang masih tersisa, bukan menanyakan berapa banyak jenderal yang masih hidup.

Artinya dari dialog tersebut tergambar dengan jelas bahwa menurut Sang Kaisar, dalam membangun masa depan bangsa maka peran guru jauh lebih penting daripada peran prajurit atau pun jenderal. 

Benarkah demikian? Sedemikian besarkah peran guru itu dalam membangun sebuah bangsa? 

Bagaimana dengan di negara kita Indonesia, sudahkah guru itu memberikan kontribusi dalam membangun generasi bangsa yang cerdas, berkarakter, bermental tangguh dan memiliki jiwa nasionalisme yang tinggi?

Dan pertanyaan terakhir adalah, sudahkah guru itu nasibnya diperhatikan dan dimuliakan?

Kita harus akui bahwa pendidikan adalah kunci pembangunan sebuah bangsa. Pendidikan berperan besar bagi perkembangan dan kemajuan sebuah bangsa. Maju tidaknya suatu bangsa ditentukan oleh kualitas pendidikan masyarakatnya. Sebuah bangsa yang maju dan besar tentu ditunjang dengan kualitas pendidikan masyarakatnya.

Dan kita juga harus akui bahwa ujung tombak pendidikan adalah guru. Dari 8 Standar Nasional Pendidikan (SNP) yang ditetapkan oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) antara lain:

  • Standar Kompetensi Lulusan
  • Standar Isi
  • Standar Proses
  • Standar Pendidikan dan Tenaga Kependidikan
  • Standar Sarana dan Prasarana
  • Standar Pengelolaan
  • Standar Pembiayaan Pendidikan
  • Standar Penilaian Pendidikan

Maka Standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan khususnya "standar pendidik" adalah yang paling sentral. Artinya tanpa bermaksud mengecilkan fungsi 7 standar lainnya, tanpa "pendidik" atu "guru" semuanya tidak akan dapat berjalan dengan baik.

Standar Kompetensi Lulusan tidak akan pernah tercapai tanpa guru. Standar Isi atau kurikulum yang bagus tidak ada artinya tanpa guru. Standar proses tidak akan berjalan tanpa guru. Standar Sarana dan Prasarana tidak ada gunanya tanpa guru. Demikian halnya dengan Standar Pengelolaan, Pembiayaan dan Penilaian, semuanya hanya berjalan jika ada guru.

Untuk itu peran guru itu dalam pendidikan sangat-sangat sentral dan peran guru itu dalam pembangunan bangsa juga sangat-sangat besar. Untuk itu kualitas dan kuantitas guru dalam sebuah negara harus benar-benar diperhatikan termasuk masalah kesejahteraannya.

Bagaimana dengan di Indonesia?

Di Indonesia sudah dilakukan berbagai upaya untuk meningkatkan kualitas dan kualifikasi guru. Yang tadinya guru SD hanya tamatan Sekolah Pendidikan Guru (SPG) setara SMA, kemudian kualifikasinya dinaikkan menjadi Diploma II kemudian menjadi Stata I (S1)/Diploma IV (D-IV).

Demikian juga dilakukan berbagai macam pendidikan dan latihan (Diklat) termasuk Pendidikan dan Latihan Profesi Guru (PLPG), Bimbingan Teknis (Bimtek), Kelompok Kerja Guru (KKG), dsb.

Pertanyaannya adalah apakah secara garis besar kualitas guru sebagai pendidik semakin meningkat? Dan apakah pendidikan kita itu secara nasional semakin baik? Dan bagaimana dengan kesejahteraan guru, sudahkah lumayan terperhatikan?

Secara garis besar kualitas guru di Indonesia masih rendah dan secara nasional kualitas pendidikan kita itu juga masih sangat rendah. Artinya secara umum pendidikan kita belum bisa berkontribusi positif dalam pembangunan bangsa dan negara. Dalam mencetak generasi yang cerdas, berkarakter, bermental tangguh dan berjiwa nasionalisme yang tinggi.

Mengapa saya sebut demikian?

Tidak elok dan kurang sah rasanya mengatakan hal demikian tanpa data dan fakta pendukung. Tetapi jika saya boleh bertanya: pengetahuan dan kompetensi apa yang sudah dimiliki seorang guru untuk mendidik anak bangsa? 

Sudahkah guru itu menghayati dan menjalankan tugasnya sebagai seorang pendidik, pengajar, pembimbing, pengarah, pelatih, penilai, dan pengevaluasi peserta didik?

Sudahkah guru bisa menempatkan dirinya sebagai seorang guru sekaligus sebagai orang tua bagi peserta didik yang dapat menginspirasi, memotivasi dan menjadi teladan dalam karakter dan kerja keras?

Bagaimana dengan kualitas peserta didik di Indonesia? Pengetahuan dan ketrampilan apa yang dimiliki seorang peserta didik lulusan SD, SMP, SMA atau SMK. Secara intelektual dan karakter sudah dapatkah mereka disebut sebagai orang berpendidikan?

Masalah kesejahteraan guru juga sebuah permasalahan yang tidak akan pernah selesai dibicarakan. Khususnya untuk tenaga honorer yang notabene adalah lulusan sarjana tetapi masih banyak yang digaji dibawah RP 200 ribu/bulan. Dibilang tak penting, mereka penting. Dibilang penting, mereka tak diperhatikan. Lalu bagaimana?

Jika suatu saat seorang guru berjalan dengan lurah, camat, bupati/walikota, Gubernur, DPRD/DPR-RI/Jenderal, yakinlah guru itu hanya dipandang sebelah mata dan sering dihibur dengan julukan "pahlawan tanpa tanda jasa". Tetapi dalam kenyataannya guru itu belumlah mulia dan dimuliakan.

(RS)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun