"Kurang ajar. Ini pasti ulah pemerintah. Pasti pemerintah yang memblokirnya. Mungkin digunakan untuk mencicil utang. Itulah makanya saya selalu meradang" kata Nek Ratna marah-marah.
"Tetapi tenang, cu. Saya akan membantumu. Saya akan langsung menelepon ke Bank Dunia melaporkan kejahatan ini", kata Nek Ratna dengan nada tinggi.
"Apa? Nenek bisa telpon langsung ke Bank Dunia? Apa mereka mau mengangkat teleponnya nanti? Apa mereka kenal dengan nenek?", kata Sirabun seakan-akan tidak percaya kata-kata Nek Ratna yang barusan didengarnya.
"Hahahaha... Kamu pikir nenek ini orang sembarangan? Nenek punya chanel dimana-mana. Direktur Bank Dunia itu teman saya waktu kecil dulu. Ini lagi saya hubungi", kata Nek Ratna sambil berusaha mendekatkan telepon selulernya ke telinganya.
"Halo, selamat siang, dengan Bank Dunia, ada yang bisa kami bantu", kata costumer service diseberang.
"Halo, selamat siang, tolong sambungkan ke Direktur Utama", kata Nek Ratna.
"Maaf ini dengan siapa?"
"Dengan Nek Ratna"
"Oh Nek Ratna, apa kabar Nek? Ditunggu ya, Nek", sahut costumer service dengan ramah dan langsung menyambungkan.
Setelah tersambung Nek Ratna berbicara panjang lebar kurang lebih 1 jam dengan direktur Bank Dunia. Mereka berbicara dalam bahasa Indonesia yang fasih sambil sekali-sekali diselingi candaan layaknya sahabat akrab yang sudah lama tidak ketemu.
Setelah menutup teleponnya, Nek Ratna menjelaskan kepada Sirabun bahwa bahwa uang 23 T itu memang benar ada dan bukan tipu-tipu. "Sudah ditransfer Bank Dunia ke Bank BINI. Tugas kamu adalah mengurus surat-surat ke Bank Sentral dan menunjukkan surat-surat tersebut ke Bank BINI", dan langsung cair.