Mohon tunggu...
Rintar Sipahutar
Rintar Sipahutar Mohon Tunggu... Guru - Guru Matematika

Pengalaman mengajar mengajarkanku bahwa aku adalah murid yang masih harus banyak belajar

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Belajar dari Venezuela, Hancur Karena Kebaikan Pemerintahnya Memberi Subsidi

25 Agustus 2018   23:46 Diperbarui: 26 Agustus 2018   22:17 12051
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(Mata uang Venezuela, Bolivar. Grid.id)

Mengingat nasib Venezuela, langsung saja saya teringat kepada Kano San, sahabat saya dari Jepang yang pada tahun 2008 mengadakan penelitian terhadap suku laut di Tajur Biru Kabupaten Lingga untuk memenuhi salah satu syarat gelar doktornya. 

Ketika saya mengatakan bahwa Brunai Darussalam adalah sebuah negara kaya dan hebat, beliau sangat tidak setuju. Alasannya Brunai Darussalam terlalu bergantung pada sumber daya alam dan bukan pada sumber daya manusia. "Suatu saat mereka bisa bangkrut", kata beliau menegaskan. Dan hal itulah sekarang yang sedang terjadi pada negara Venezuela. 

***

Dahulu Venezuela terkenal sebagai negara yang sangat kaya raya yang penghasilannya 95 persen berasal dari hasil ekspor minyak bumi. Bahkan Venezuela dulu diakui sebagai negara terkaya di Amerika latin, jauh mengalahkan negara tetangganya seperti Brasil, Argentina, Kostarika, dsb.

Tetapi sekarang negara tersebut sudah bangkrut dan diambang kehancuran bahkan diperkirakan tidak akan dapat bangkit lagi. Mungkin tak lama lagi negara tersebut hanya tinggal puing-puing berserakan.

Hampir semua masyarakatnya kesulitan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari akibat keadaan ekonomi yang kacau dan inflasi yang tidak terkendali.

Harga kebutuhan sehari-hari di Venezuela meroket tajam hingga 1000 persen. Misalnya harga 1 ekor ayam dapat mencapai 15 miliar Bolivar, 1 kg tomat dapat mencapai 5 juta Bolivar, 1 gelas kopi hingga 2,5 juta Bolivar, harga sabun melesat hingga 3,5 juta Bolivar.

Bahkan nilai tukar Bolivar terhadap Rupiah mencapai titik terendah pada angka 1 Bolivar = Rp 0,059

Ini sungguh merupakan suatu keadaan yang sangat kacau dan tidak terpikirkan sebelumnya. Belum lagi prediksi yang mengatakan Venezuela akan mengalami hiperinflasi yang lebih buruk lagi hingga 1 juta persen pada tahun 2018 ini.

Jika hal tersebut sampai terjadi bayangkan bagaimana hebatnya penderitaan di bekas negara terkaya tersebut.

Mengapa Venezuela Hancur?

Negara kita Indonesia perlu belajar dari kegagalan Venezuela. Bukan bagaimana supaya negara kita bangkrut seperti mereka lalu bubar seperti yang dikatakan oleh salah seorang penulis novel fiksi, tetapi bagaimana supaya negara kita selamat dan tidak mengalami nasib yang sama seperti mereka.

Menurut referensi yang saya baca dari berbagai media online, secara garis besar dan jika diterjemahkan dengan bahasa yang lebih sederhana, kebangkrutan Venezuela diakibatkan oleh 2 hal, yaitu:

Hal pertama, negara Venezuela terlalu bergantung pada hasil penjualan minyak bumi. Cadangan minyak mereka yang sangat besar membuat mereka lalai dan tidak memikirkan pendapatan negara dari sektor lain.

Kemudian, akibatnya, adalah pendapatan mereka murni hanya dari penjualan minyak saja.

Ketika harga minyak bumi sedang tinggi penghasilan mereka juga sangat tinggi. Tetapi sebaliknya ketika harga minyak bumi jatuh, penghasilan mereka pun ikut jatuh hingga titik terendah.

Lalu satu hal lagi yang tidak pernah mereka pikirkan secara mendalam, adalah bagaimana jika suatu saat harga minyak dunia benar-benar jatuh ke titik terendah dalam waktu yang cukup lama seperti sekarang ini?

Hal kedua, yang mengakibatkan Venezuela bangkrut adalah karena kebaikan pemerintahnya dalam mengucurkan subsidi kepada masyarakat yang sifatnya konsumtif, bukan produktif.

Semuanya dimulai sejak Hugo Chavez berkuasa dari tahun 1999 hingga meninggal pada tahun 2013.

Hugo Chavez membuat kebijakan penyetaraan ekonomi rakyat, di mana sebagian besar keuntungan negara dari penjualan minyak dialokasikan untuk program sosial gratis bagi rakyat, termasuk subsidi dan usaha-usaha mengentaskan kemiskinan.

Dan atas kebijakan tersebut Chavez pun dijuluki sebagai pahlawan bagi orang miskin padahal sebaliknya dia adalah pembunuh berdarah dingin.

Mengapa demikian?

Seharusnya Chavez tidak boleh terlalu memanjakan rakyat dengan subsidi yang kelihatan menyenangkan padahal mematikan dan merupakan pembodohan.

Tanpa disadari, subsidi yang diberikan Chavez telah berubah menjadi obat penenang yang berisi racun pembunuh secara pelan-pelan tapi pasti. Chavez yang dianggap pahlawan itu pun sejatinya hanyalah monster pembunuh yang sangat menakutkan.

Seharusnya, Chavez menggunakan keuntungan negara dari penjualan minyak sebagai cadangan devisa dan sebagian lagi digunakan untuk hal-hal produktif untuk rakyat miskin, seperti pembukaan lahan pertanian atau membuka industri yang dapat memberdayakan masyarakat. Intinya, agar negara tidak bergantung hanya pada hasil penjualan minyak dan kebutuhan negara juga tidak bergantung pada barang impor 

Bagaimana dengan Indonesia? Masyarakat Indonesia pada umumnya terkenal memiliki mental ingin disubsidi dalam segala hal mulai dari bahan bakar minyak, listrik, dan semuanya bila perlu.

Bahkan orang kaya pun sangat ingin bahan bakar mobilnya diisi dari hasil subsidi. Bila perlu lagi, ditambah Bantuan Langsung Tunai (BLT).

Untungnya tidak dilakukan, kalau tidak semuanya akan berebut untuk mendapatkannya, mulai dari orang-orang yang benar-benar miskin hingga yang hanya mengaku-ngaku miskin atau orang yang pura-pura miskin. Tujuannya, hanya untuk mendapatkan uang 300 ribu rupiah untuk 3 bulan. Luar biasa bukan?

Pemerintah harus bijaksana dan tidak boleh seperti Chavez. Pemerintah harus mencabut subsidi secara perlahan untuk segala bidang dan dana subsidi tersebut harus digunakan untuk hal-hal yang produktif. Misalkan, membuka lapangan kerja, membuka lahan pertanian, memodali dan memberikan penyuluhan kepada petani untuk mendapatkan hasil yang maksimal.

Intinya negara kita tidak boleh memiliki mental subsidi dan bergantung pada barang impor. Apa-apa diimpor mulai dari jagung, kedelai hingga sapi.

Hal tersebut tidak boleh terjadi. Kita mempunyai lahan yang sangat luas dan penduduk dalam jumlah yang besar dan masih banyak diantara mereka yang menganggur.

Waktunya pemerintah bangkit, membaca peluang usaha dan mewujudkannya menjadi lapangan pekerjaan, di setiap daerah di Indonesia untuk menggerakkan dan memberdayakan masyarakat dalam memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari. Dan bila perlu sisanya untuk diekspor ke negara lain.

(RS/dari berbagai sumber)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun