Terkait meme unggahan tangkapan layar "Fahri Hamzah: Kini Saya Sadar Sosok seperti Bapak Jokowi lah yang Cocok menjadi Presiden NKRI." Fahri kemudian menuliskan tweet bernada 'heran', menanggapi adanya meme dan informasi itu. "Kok pengen sekali saya dukung Jokowi," begitu penggalan kicauan Fahri Hamzah. (TRIBUNLAMPUNG.CO.ID, 20/7/2018)
"Tidak ada musuh abadi, yang ada hanyalah kepentingan abadi". Mungkin ungkapan seperti inilah senjata yang paling ampuh untuk posisi Fahri Hamzah saat ini, sehingga menjilat ludah sendiri itu bukan sesuatu yang haram dalam dunia politik.
Setelah pendaftaran Caleg untuk Pemilu 2019 resmi ditutup pada Selasa 17 Juli 2018 lalu, 100 persen dapat dipastikan bahwa Fachri Hamzah tidak akan berkantor di Senayan lagi untuk masa 5 tahun ke depan (2019-2024), apalagi akan menduduki kursi Wakil Ketua DPR-RI seperti sekarang ini? Itu hal yang mustahil.
Mengapa?Â
Karena Fahri tidak mendaftar menjadi caleg dari partai politik manapun. Nama Fahri Hamzah tidak ada di dalam keseluruhan deretan nama yang masuk ke meja KPU untuk kemudian diverifikasi dan ditetapkan sebagai caleg di Pileg 2019 nanti.
Apakah mungkin Fahri akan kembali masuk ke Senayan melalui jalur PAW? Itupun sangat tidak mungkin, mengingat hingga saat ini Fahri belum bergabung dengan partai manapun setelah dipecat PKS secara tidak hormat pada akhir 2017 lalu.
Kira-kira apakah yang dapat dikerjakan Fahri selama 5 tahun yang akan datang? Bukankah itu sebuah penantian yang panjang dan sangat membosankan? Dan jangan-jangan namanya langsung tenggelam dan hilang dari peredaran.
"Nyinyir?" Oh, pasti tidak akan laku lagi. Sekarang ini media mau mewawancarainya tak lepas dari kedudukannya sebagai Wakil Ketua DPR-RI, jika tanpa posisi itu, yakinlah jurnalis ogah menemuinya. Beritanya tidak laku, basi.Â
Masih ingat Marzuki Ali setelah tidak menjabat lagi sebagai Ketua DPR-RI? Dimana beliau sekarang setelah juga gagal menjadi anggota DPR? Terlupakan bukan? Mungkin kira-kira hal itulah yang dipikirkan Fahri saat ini. Hidup tanpa corong.
Tetapi tunggu dulu, apakah Fahri tidak sebaiknya memantapkan posisinya sebagai Timses Prabowo sehingga jika Prabowo kelak menang Fahri bebas memilih posisi apapun, seperti jabatan menteri, juru bicara, jaksa agung, atau Kepala Staf Kepresidenan?
Tetapi nampaknya Fahri tidak yakin Prabowo akan menang di Pilpres 2019 nanti. Dikutip dari TRIBUNLAMPUNG.CO.ID, Fahri mengungkapkan:
"Jadi kalau waktu itu dia jadi gubernur, dia gampang jadi presiden. Sekarang dia jadi presiden incumbent (petahana), lawannya kan lebih susah. Karena itu, kalau oposisi ini tidak memadai tenaganya, ya kalah lah, orang itu kuat sekali kok. Dia sekarang mengontrol semua partai dengan segala macam caranya,".  Fahri kemudian mengungkapkan, saat ini, hampir semua partai politik telah merapat kepada pemerintah.
Apakah ini juga menjadi sebuah sinyal bahwa Fahri ingin merapat? Tentu. Walaupun di bagian akhir statementnya Fahri menegaskan: "Saya nggak akan merapat ke Jokowi, karena saya menganggap Jokowi adalah masalah yang belum dia selesaikan, postur arah bangsa kita terjadi pembelokan, karena itu, saya susah memaafkan Pak Jokowi."
"Ini posisi saya. Karena itu, saya tidak akan mendukung Pak Jokowi. Kalau terpaksa tidak ada yang didukung ya nggak apa-apa, saya sendiri aja," tegas Fahri Hamzah seperti dikutip dari TRIBUNLAMPUNG.CO.ID.
Tapi menurut saya ini adalah bagian dari upaya Fahri mendekatkan diri ke kubu Jokowi dengan cara-cara yang lebih "bermartabat" untuk alasan harga dirinya.
Siapakah sebenarnya yang dipentingkan Fahri? Rakyatkah, negarakah atau kepentingan dirinya sendiri? Hanya Tuhan dan Fahri yang tahu. Manusia hanya bisa menebak secara subjektif tetapi Tuhan tidak mungkin dibohongi.
Ketika Fahri benar-benar ingin merapat mengikuti jejak Ngabalin, apakah kubu Jokowi akan menerimanya? Saya pikir tidak akan.
(RS)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H