Dulu saya termasuk salah satu yang sangat kagum dengan perkembangan negara Malaysia yang bertumbuh begitu pesat, dibandingkan Indonesia dan negara berkembang lainnya. Malaysia terus bergerak menuju negara maju dan merupakan negara kedua termaju di Asia Tenggara setelah Singapura.
Berdasarkan luas wilayah, jumlah penduduk dan kekayaan Sumber Daya Alam (SDA), Indonesia masih jauh lebih unggul dari Malaysia. Luas total negara Indonesia adalah 1,904,569 km2 yang terdiri dari 4,8 persen laut dan sisanya berupa daratan. Sedangkan luas total Negara Malaysia adalah 329.847 km2 dan hanya memiliki 0,3 persen laut. Berarti Indonesia 5,75 kali lebih dari luas Malaysia.
Untuk SDA tentu tak perlu diragukan lagi. Baik SDA Hayati dan non hayati atau migas dan non-migas, perikanan, pertanian dan perkebunan dan bahan tambang lainnya, di darat dan di laut, Indonesia masih jauh lebih unggul dalam segala lini dari Malaysia. Tinggal dalam hal pengelolaannya saja yang berbeda.
Sedangkan dari segi jumlah penduduk, penduduk Indonesia berdasarkan perkiraan tahun 2015 adalah 255.461.700 jiwa dengan kepadatan 124,66/km2. Bandingkan dengan penduduk Malaysia yang hanya 30.697.000 jiwa berdasarkan perkiraan tahun 2015 dengan kepadatan 92/km2Â .Â
Tetapi yang mengagumkan adalah Pendapatan Domestik Bruto (PDB) Malaysia berdasarkan Keseimbangan Kemampuan Belanja (KKB), perkiraan tahun 2015 mencapai $800.169 miliar dengan pendapatan perkapita sebesar $25.833. Bandingkan PDB KKB Indonesia perkiraan tahun 2017 yang mencapai $3,257 triliun tetapi pendapatan perkapitanya hanya $12.421. Artinya pendapatan perkapita Malaysia berdasarkan PDB KKB 2,1 kali lebih besar dari PDB KKB Indonesia.
Sedangkan total PDB nominal Malaysia tahun 2015 adalah $375.633 miliar dengan pendapatan perkapita $12.127. Bandingkan dengan PDB nominal Indonesia pada tahun 2017 sebesar $1,015 triliun tetapi pendapatan perkapita hanya $3.870. Atau pendapatan perkapita Indonesia berdasarkan PDB nominal 3,1 kali lebih rendah dari Malaysia.
Tetapi untuk urusan kesenjangan, ternyata Malaysia mempunyai masalah besar dan terburuk se Asia Tenggara. Menurut laporan UNDP dan (UNHDP) Perserikatan Bangsa-Bangsa tahun 2004, Malaysia memiliki kesenjangan tertinggi antara kaya dan miskin di Asia Tenggara, lebih besar daripada di Filipina, Thailand, Singapura, Vietnam, dan Indonesia.
Laporan UNHDP menunjukkan bahwa golongan terkaya 10% di Malaysia menguasai 38,4% pendapatan ekonomi dibandingkan golongan termiskin 10% yang hanya menguasai 1,7%. Dengan Koefisien Gini sebesar 46,2 yang termasuk ke dalam kelompok tinggi. Sedangkan Koefisien Gini Indonesia pada tahun 2016 mencapai 39,4Â termasuk ke dalam kelompok sedang.
Untuk Indeks Pembangunan Manusia (IPM), Malaysia masih lebih unggul dari Indonesia. IPM Malaysia tahun 2013 berada di angka 0,773 masih lebih tinggi dari Indonesia yang berada di angka 0,708 pada tahun 2017.
Kita harus mengakui bahwa pendidikan Malaysia secara global masih lebih maju dari pendidikan Indonesia walaupun pada kesempatan kali ini tidak kita tunjukkan dalam perbandingan angka-angka.
Tetapi yang mengagetkan adalah masalah utang negara. Rasio utang Malaysia terhadap PDB dalam 10 tahun terakhir terus membengkak. Berikut data rasio utang Indonesia-Malaysia terhadap PDB dalam 10 tahun terakhir yang dikutip dari merdeka.com (12/7/2017)
Tahun Indonesia.   Malaysia
2007, 32,33 persen, 41,22 persen
2008, 30,25 persen, 41,24 persen
2009, 26,48 persen, 52,81 persen
2010, 24,52 persen, 53,51 persen
2011,  23,10 persen, 54,26 persen
2012, 22,96 persen, 53,30 persen
2013, 24,80 persen, 54,70 persen
2014, 24,70 persen, 52,70 persen
2015, 26,90 persen, 54,50 persen
2016, 27,90 persen, 53,20 persen
Bandingkan di tahun 2018, data yang dikeluarkan Bank Indonesia (BI) Februari lalu, Utang Luar Negeri (ULN) Indonesia 2017 silam mencapai US$352,2 miliar atau sekitar Rp4.849 triliun (kurs Rp13.769) dengan rasio 34 persen dari PDB.
Sedangkan Menteri Keuangan Malaysia Lim Guang Eng dalam konferensi pers menjelaskan saat ini total utang Malaysia tercatat 1.087 triliun ringgit pada 31 Desember 2017. Jumlah ini sama dengan 80,3% dari produk domestik bruto (PDB) Malaysia. Apakah ini pertanda bahwa Malaysia di ambang kebangkrutan?
Baca juga langkah-langkah Perdana Menteri Malaysia Mahathir Mohamad untuk mengurangi utang luar negerinya "Meniru Jejak Mahathir, Relakah Menteri dan DPR Gajinya Dipangkas 10 Persen?"
Ternyata Malaysia tidaklah seperti yang saya bayangkan sebelumnya. Malaysia adalah negara dengan kesenjangan yang sangat tinggi antara si kaya dan si miskin.
Selain itu Malaysia adalah negara pengutang yang konsumtif. Utang negara bukan untuk pembangunan infrastruktur tetapi mungkin dikonsumsi untuk berbagai hal yang tidak produktif. Ternyata pendapatan perkapita Malaysia yang tinggi adalah utang negara.
Berdasarkan belanja negara pada tahun 2018, IDEAS menyatakan belanja operasi (operating expenditure) Malaysia memang lebih besar jumlahnya daripada pembelanjaan untuk tujuan pembangungan (development expenditure)
Apakah Malaysia akan bangkrut seperti Yunani yang telah bangkrut karena gagal membayar utang sekitar Rp 22 triliun ke IMF pada 30 Juni 2015 lalu? Semoga tidak.
(RS/dari berbagai sumber)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H