Tetapi yang mengagetkan adalah masalah utang negara. Rasio utang Malaysia terhadap PDB dalam 10 tahun terakhir terus membengkak. Berikut data rasio utang Indonesia-Malaysia terhadap PDB dalam 10 tahun terakhir yang dikutip dari merdeka.com (12/7/2017)
Tahun Indonesia.   Malaysia
2007, 32,33 persen, 41,22 persen
2008, 30,25 persen, 41,24 persen
2009, 26,48 persen, 52,81 persen
2010, 24,52 persen, 53,51 persen
2011,  23,10 persen, 54,26 persen
2012, 22,96 persen, 53,30 persen
2013, 24,80 persen, 54,70 persen
2014, 24,70 persen, 52,70 persen
2015, 26,90 persen, 54,50 persen
2016, 27,90 persen, 53,20 persen
Bandingkan di tahun 2018, data yang dikeluarkan Bank Indonesia (BI) Februari lalu, Utang Luar Negeri (ULN) Indonesia 2017 silam mencapai US$352,2 miliar atau sekitar Rp4.849 triliun (kurs Rp13.769) dengan rasio 34 persen dari PDB.
Sedangkan Menteri Keuangan Malaysia Lim Guang Eng dalam konferensi pers menjelaskan saat ini total utang Malaysia tercatat 1.087 triliun ringgit pada 31 Desember 2017. Jumlah ini sama dengan 80,3% dari produk domestik bruto (PDB) Malaysia. Apakah ini pertanda bahwa Malaysia di ambang kebangkrutan?
Baca juga langkah-langkah Perdana Menteri Malaysia Mahathir Mohamad untuk mengurangi utang luar negerinya "Meniru Jejak Mahathir, Relakah Menteri dan DPR Gajinya Dipangkas 10 Persen?"
Ternyata Malaysia tidaklah seperti yang saya bayangkan sebelumnya. Malaysia adalah negara dengan kesenjangan yang sangat tinggi antara si kaya dan si miskin.
Selain itu Malaysia adalah negara pengutang yang konsumtif. Utang negara bukan untuk pembangunan infrastruktur tetapi mungkin dikonsumsi untuk berbagai hal yang tidak produktif. Ternyata pendapatan perkapita Malaysia yang tinggi adalah utang negara.
Berdasarkan belanja negara pada tahun 2018, IDEAS menyatakan belanja operasi (operating expenditure) Malaysia memang lebih besar jumlahnya daripada pembelanjaan untuk tujuan pembangungan (development expenditure)
Apakah Malaysia akan bangkrut seperti Yunani yang telah bangkrut karena gagal membayar utang sekitar Rp 22 triliun ke IMF pada 30 Juni 2015 lalu? Semoga tidak.
(RS/dari berbagai sumber)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H