Mohon tunggu...
Rintar Sipahutar
Rintar Sipahutar Mohon Tunggu... Guru - Guru Matematika

Pengalaman mengajar mengajarkanku bahwa aku adalah murid yang masih harus banyak belajar

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Reaksi Racun Kalajengking Jokowi pada Otak Reptil Oposan

7 Mei 2018   08:41 Diperbarui: 2 Oktober 2018   20:06 1358
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

(Ilustrasi : bersamadakwah.com)

Semua gerak-gerik dan ucapan atau statemen seorang tokoh atau pesohor (selebritis) selamanya akan menjadi sorotan dan kemudian menjadi buah bibir dan akan ramai diperdebatkan jika dianggap berisi hal-hal yang berbau kontroversi.

Kata-kata atau pernyataan yang baik, yang memotivasi dan menginspirasi dari seorang tokoh, akan selalu dikenang dikemudian hari dan akan sering dikutip dalam acara-penting atau dalam tulisan. Dalam bahasa Inggris kata-kata bijak itu disebut quote of All time...

Itulah mengapa seorang tokoh atau pesohor apalagi sekelas presiden harus belajar berkomunikasi secara efektif dan efesien dan menghindari pemakaian kata yang mubazir dan menimbulkan kegaduhan.

Terlalu irit bicara atau terlalu boros dan terlalu cepat atau terlalu lama menanggapi sebuah isu-isu urgen dan kekinian juga dapat menimbulkan masalah. Itulah mengapa seorang tokoh atau pesohor termasuk presiden harus memiliki konsultan khusus dalam bidang komunikasi. 

Dalam istilah istana kepresidenan dikenal dengan istilah Wantimpres (Dewan Pertimbangan Presiden). Dasar pembentukan dan tugasnya seperti diatur dalam Undang-undang nomor 19 tahun 2006 pasal 4. Antara lain; memberikan nasihat dan pertimbangan kepada Presiden dalam menjalankan kekuasaan pemerintahan negara, termasuk dalam hal berkomunikasi.

Terkait pidato Jokowi pada Musrembangnas dalam rangka penyusunan RKP 2019, beliau mengatakan:

"Ada fakta yang menarik, yang saya dapat dari informasi yang saya baca, komoditas yang paling mahal di dunia adalah racun scorpion, racun dari kalajengking. Harganya USD 10,5 juta, artinya Rp 145 miliar per liter. Jadi kalau mau kaya, cari racun kalajengking," kata Jokowi di Hotel Grand Sahid, Jakarta, Senin, 30/4/2018 (detikNews 4/5/2018).

Saya pikir tidak ada masalah dengan isi pidato tersebut untuk disampaikan oleh seorang presiden. Apalagi jika informasi yang disampaikan itu akurat dan berdasarkan fakta yang sahih?

Tetapi kemudian yang menjadi permasalahan adalah, timbul over reaksi di kalangan oposisi menanggapi isi pidato tersebut. Beberapa tanggapan dari Partai Gerindra seperti dikutip dari detikNews 4/5/2018:

"Coba ditanyakan ke Pak Presiden, apakah betul ini bagian dari kebijakan membuka 10 juta lapangan pekerjaan sesuai dengan janji kampanye atau tidak. Karena yang tahu kan Presiden. Kalau memang seandainya benar, tolong ditanyakan kapan diadakan pelatihan mencari racun kalajengking tersebut," ucap Anggota Badan Komunikasi DPP Gerindra Andre Rosiade, Senin (30/4/2018).

"Kalau orang sudah anjlok elektabilitasnya dan hilang kehormatannya, ya seperti itu. Memang sudah nggak pantas lagi jadi presiden," klaim Waketum Gerindra Ferry Juliantono kepada wartawan, Kamis (3/5/2018).

Mengapa over reaksi seperti itu bisa timbul dari isi pidato sang presiden? 

Menurut Arthur F Carmazzi dalam bukunya "Kecerdasan Identitas", over reaksi atau reaksi berlebihan terhadap seseorang atau sesuatu mungkin diakibatkan oleh 2 hal:

  1. Pihak yang menganggapi menggunakan otak reptil (otak limbik, bagian terendah dalam otak manusia) dalam merespon informasi.
  2. Pihak yang menanggapi menumpuk kebencian dan dendam hingga suatu saat meletus seperti gunung berapi.

Bagian paling bawah dari otak mnusia disebut "otak reptil", selalu bereaksi negatif terhadap alam sekitar (rules of angagement=aturan perang). Seperti ular (reptil), apabila mendengar suara disekitarnya langsung siaga dalam posisi menyerang. Sikap seperti itu sering digunakan orang stres dan mudah tersinggung.

Salah satu ciri ketidak dewasaan termasuk dalam berpolitik adalah sikap yang "sangat mudah bereaksi negatif". Dalam keadaan seperti ini, otak yang digunakan adalah "otak reptil" bagian terendah dari 3 bagian otak manusia. 

Seperti seekor ular yang penglihatannya tidak jelas hanya mengandalkan pendengarannya yang tajam ketika mendengar suara mencurigakan langsung memasang posisi "siap perang" (rule of engagement)

Pernahkah Anda menjelaskan sesuatu kepada seseorang dengan cara yang "menurut" Anda sudah yang paling baik sehingga Anda sudah sangat yakin bahwa orang tersebut PASTI memahaminya?

Tetapi ternyata orang tersebut SAMA SEKALI TIDAK MENGERTI MAKSUD ANDA? lalu anda berpikir "orang ini bodoh sekali!" sebaliknya orang tersebut berpikir bahwa Anda sama sekali tidak tahu berkomunikasi dengan benar. Mungkin masalahnya adalah karena orang tersebut menanggapi Anda dengan otak reptil.

(RS)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun