Amien Rais juga adalah orang hebat. Beliau adalah tokoh reformasi, pernah menjabat sebagai Ketua MPR-RI periode 1999-2004. Selain itu beliau juga adalah pendiri dan juga pernah menjabat sebagai Ketua Umum PAN.
Jika ada persamaan lain dari Prof. Yusril dan Prof. Amien Rais adalah mereka sama-sama ingin menjadi presiden di negara ini tetapi hingga hari ini belum kesampaian. Malah yang menjadi presiden adalah "tukang kayu" yang tidak pernah merasakan gelar profesor.
Terkait dengan cuplikan pidato di atas, mungkin Sang Profesor Yusril masih trauma dengan hasil Pemilu 2019 lalu ketika partai kebanggaannya dinyatakan tidak memenuhi ambang batas PT.Â
Hal tersebut tidak boleh terulang kembali. Salah satu cara yang ditempuh adalah dengan mengajak HTI aktif di dunia politik. Atau dengan bahasa kasarnya agar HTI bergabung dengan PBB sehingga partai tersebut tidak mengalami penderitaan yang sama pada Pemilu 2014 lalu.
Saya pikir inilah adalah cara berpikir yang dangkal. Sama sekali tidak menggambarkan cara berpikir seorang profesor. Lebih mendekati cara "goblok" daripada "jenius". Apalagi jika dibandingkan dengan cara berpikir seorang pakar hukum tatanegara?
Jika segoblok-gobloknya presiden memimpin seorang profesor maka yang goblok bukan presidennya tetapi profesorya karena mau dipimpin oleh presiden yang menurutnya goblok. Harusnya profesor tersebut lebih baik pindah ke negara lain agar tidak makin goblok.
Untunglah saya dipimpin oleh presiden pintar nan hebat sehingga saya tidak goblok walaupun bukan seorang profesor. Sepertinya saya masih lebih pintar dari profesor yang katanya dipimpin presiden goblok.
(RS)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H