...................................................................
Begitu Jokowi terpilih jadi Presiden, lalu Jokowi menerbitkan selembar surat pembubaran HTI. Dan HTI pun cuma bisa melongo, ndak bisa berbuat apa-apa.
Saya bilang pada tokoh HTI "segudang kepintaran itu tidak ada artinya dibanding segenggam kekuasaan.."Presiden itu.. walaupun orangnya goblok (tidak menyebut nama) tapi segoblok-gobloknya dia, dia itu presiden.
"Kita-kita ini seperti saya, Pak Amien yang pinter, tidak ada apa-apanya. Bukan siapa-siapa"
(Cuplikan pidato Yusril Ihza Mahendra, pada Kongres Umat Islam Sumatera Utara yang berlangsung di Asrama Haji Medan Jalan AH Nasution, Medan, Jumat (30/3/2018). Dikutip dari : belitung.tribunnews.com)
.....................................................................
Prof. Dr. Yusril Ihza Mahendra, S.H., M.Sc., (gelar Datuk Maharajo Palinduang) adalah orang pintar. Sama dengan Amien Rais juga adalah orang pintar. Tetapi mereka berdua tidak ada apa-apanya dan bukan siapa-siapa. Demikian menurut pengakuan beliau dalam cuplikan pidato di atas.
Mereka sama-sama pemegang gelar profesor. Prof. Yusril adalah seorang pakar hukum tata negara yang sangat disegani di negeri ini. Sedangkan Prof. Amien Rais adalah seorang pakar ilmu politik.
Prof. Yusril adalah orang hebat. Beliau telah menulis 204 buah pidato untuk Presiden (Alm) Soeharto sejak diangkat sebagai penyusun pidato presiden dari tahun 1996 hingga tahun 1998.
Yusril telah tiga kali menjabat sebagai menteri, yaitu: Menteri Hukum dan Perundang-undangan pada Kabinet Persatuan Nasional, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia pada Kabinet Gotong Royong, dan terakhir sebagai Menteri Sekretaris Negara pada Kabinet Indonesia Bersatu.
Selain itu beliau adalah pendiri sekaligus Ketua Umum Partai Bulan Bintang (PBB). Sebuah partai yang tidak mememuhi ambang batas Parlementary Threshold (PT) 3,5 persen pada tahun 2014 lalu. Bahkan tahun ini pun PBB hampir saja tidak dapat mengikuti Pemilu 2019 jika tidak menang melawan KPU di pengadilan.
Amien Rais juga adalah orang hebat. Beliau adalah tokoh reformasi, pernah menjabat sebagai Ketua MPR-RI periode 1999-2004. Selain itu beliau juga adalah pendiri dan juga pernah menjabat sebagai Ketua Umum PAN.
Jika ada persamaan lain dari Prof. Yusril dan Prof. Amien Rais adalah mereka sama-sama ingin menjadi presiden di negara ini tetapi hingga hari ini belum kesampaian. Malah yang menjadi presiden adalah "tukang kayu" yang tidak pernah merasakan gelar profesor.
Terkait dengan cuplikan pidato di atas, mungkin Sang Profesor Yusril masih trauma dengan hasil Pemilu 2019 lalu ketika partai kebanggaannya dinyatakan tidak memenuhi ambang batas PT.Â
Hal tersebut tidak boleh terulang kembali. Salah satu cara yang ditempuh adalah dengan mengajak HTI aktif di dunia politik. Atau dengan bahasa kasarnya agar HTI bergabung dengan PBB sehingga partai tersebut tidak mengalami penderitaan yang sama pada Pemilu 2014 lalu.
Saya pikir inilah adalah cara berpikir yang dangkal. Sama sekali tidak menggambarkan cara berpikir seorang profesor. Lebih mendekati cara "goblok" daripada "jenius". Apalagi jika dibandingkan dengan cara berpikir seorang pakar hukum tatanegara?
Jika segoblok-gobloknya presiden memimpin seorang profesor maka yang goblok bukan presidennya tetapi profesorya karena mau dipimpin oleh presiden yang menurutnya goblok. Harusnya profesor tersebut lebih baik pindah ke negara lain agar tidak makin goblok.
Untunglah saya dipimpin oleh presiden pintar nan hebat sehingga saya tidak goblok walaupun bukan seorang profesor. Sepertinya saya masih lebih pintar dari profesor yang katanya dipimpin presiden goblok.
(RS)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H