"Mengapa minyak narwastu ini tidak dijual tiga ratus dinar dan uangnya diberikan kepada orang-orang miskin?"
YUDAS ISKARIOT...
Sore ini saya akan berbagi sesuatu hal yang sangat penting dengan Anda. Suatu kisah yang terjadi kira-kira 2000 tahun lalu tetapi sampai hari ini masih sering diulang-ulang sebagai sebuah kamuflase.
Sesuatu yang tidak seharusnya dikatakan tetapi akibat dari "sesuatu" hal, mungkin karena iri hati, dengki atau keinginan untuk mendapatkan perlakuan hal yang sama tetapi tidak kesampaian, maka keluarlah kata-kata yang seakan-akan "suci" padahal maksud sebenarnya tidak demikian.
Ketika "Sang Guru Agung" berada di Betania, di rumah Simon si kusta, dan sedang duduk makan, datanglah seorang perempuan membawa suatu buli-buli pualam berisi minyak narwastu murni yang mahal harganya.
Setelah dipecahkannya leher buli-buli itu, dicurahkannya minyak itu ke atas kepala "Sang Guru Agung".
Ada "orang" yang menjadi "gusar" dan berkata seorang kepada yang lain: "Untuk apa pemborosan minyak narwastu ini?Â
Sebab minyak ini dapat dijual tiga ratus dinar lebih dan uangnya dapat diberikan kepada orang-orang miskin." Lalu mereka memarahi perempuan itu.
Tetapi "Sang Guru Agung" berkata: "Biarkanlah dia. Mengapa kamu menyusahkan dia? Ia telah melakukan suatu perbuatan yang baik pada-Ku.
Karena orang-orang miskin selalu ada padamu, dan kamu dapat menolong mereka, bilamana kamu menghendakinya', tetapi Aku tidak akan selalu bersama-sama kamu."
Yudas Iskariot mengatakan hal tersebut karena dia tidak suka dengan "Sang Guru Agung". Atau mungkin jika minyak narwastu yang mahal tersebut dicurahkan kepadanya, ia akan menikmatinya tanpa mempermasalahkan pemborosan, apalagi sampai memikirkan nasib orang miskin? Itu hanya sebuah "kamuflase" supaya kedengaran rohani.
Pada bagian selanjutnya di catat "Hal itu dikatakannya bukan karena ia memperhatikan nasib orang-orang miskin, melainkan karena ia adalah seorang pencuri; ia sering mengambil uang yang disimpan dalam kas yang dipegangnya."
Dan pada episode terakhir, Yudas menghianati "Sang Guru Agung", menjualnya dengan harga 30 keping uang perak, lalu menyerahkan "Sang Guru Agung" dengan sebuah ciuman.
Tetapi akhirnya dia sadar dan menyesal ketika semuanya telah terjadi dan kemudian dia melakukan tindakan yang sangat fatal, mengikat lehernya dengan tali lalu menggntungkan dirinya di atas sebuah pohon. Setelah dia mati, talinya putus dan dia jatuh ke atas batu cadas. Perutnya pecah dan terburai di atas tanah.
Pancur-Lingga Utara, 28/04/2017
Artikel ini sudah tayang di facebook atas nama: Rintar Ysecypyp Sipahutar Fog.
Artikel ini dirujuk dari Kitab Injil: Mateus 26:6-13; Markus 14:3-9; Yohanes 12:1-8
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H