"Guru Budi itu ayahmu, Nak," kata Shinta bertahun kemudian di hadapan pusara bertuliskan Ahmad Budi Cahyono. Tangis terpendam. Masa meredam. Luka mendalam. Terdiam.
_______________________
Sampai artikel ini ditulis, berita tersebut telah ditanggapi 86.676 kali, dikomentari sebanyak 47.330 dan dibagikan entah sudah berapa ribu kali.
Budi pasti sedang dan sangat senang menantikan kelahiran anak pertamanya. Dan anak pertamanya pun pasti sangat ingin melihat wajah ayah kandungnya yang telah berjuang untuknya dan ibunya. Tetapi malang bagi Budi, istrinya dan anaknya. Mereka bertiga tak pernah tersenyum dan dan bersenang-senang bersama seperti mimpi mereka. Mereka harus mengubur mimpi itu jauh-jauh karena anak didiknya HI menguburnya dalam-dalam.
Inilah nasib tragis Budi si Guru Honorer yang malang. Entah ke mana istrinya harus mengadukan nasib dirinya dan nasib anaknya yang akan lahir 5 bulan lagi. Apakah pemerintah, orang tua/wali, peserta didik dan pemerhati pendidikan akan memberi perhatian kepada guru khususnya guru honorer setelah peristiwa ini?
Jika tidak, kematian Budi akan sia-sia dan bukan tidak mungkin nasib yang sama akan menimpa Budi-Budi yang lain....
Selamat jalan teman seperjuangan Budi, tenanglah di alam sana bersama Tuhanmu, semoga anak istrimu dan anakmu, orang tuamu, mertuamu, dan semua orang-orang yang mencintaimu tabah dalam menghadapi cobaan ini.
Dan semoga setelah peristiwa ini, Undang-undang Perlindungan Guru segera dibuat dan disahkan agar tidak ada lagi yang bernasib sama sepertimu dan jika undang-undang itu disahkan kelak, engkaulah pahlawannya....
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H