Dikutip dari laman Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN), Rabu (31/1/2018), gerhana bulan Super Blue Blood Moon yang terjadi pada tanggal 31 Desember 2018 adalah sebuah kejadian yang langka.
Berikut 5 fakta menarik yang menguatkan mengapa gerhana Super Blue Blood Moon dinyatakan langka.
- Fakta pertama: Super Blue Blood Moon terjadi 152 tahun yang lalu, yaitu tanggal 31 Maret 1866.
- Fakta kedua:Â merupakan gabungan dari 3 fenomena alam yaitu: Super Moon karena bulan berada pada titik terdekatnya dengan bumi, Blue Moon karena merupakan bulan purnama kedua di bulan Januari dan Blood Moon karena pada saat gerhana total, bulan tampak berwarna merah darah.
- Fakta ketiga: bisa diamati dari berbagai belahan dunia.
- Fakta keempat: di Indonesia bisa diamati selama 4 jam.
- Fakta kelima: proses gerhana bulan Super Blue Blood Moon sangat fenomenal.
Ke-5 fakta tersebut tentu saja mengundang perhatian dan rasa kepo semua masyarakat dunia untuk mengamati fenomena langka tersebut, termasuk saya.Â
Dan sayapun mempersiapkan diri dengan peralatan alakadarnya agar dapat melihat peristiwa yang tidak akan terjadi disisa umur saya, menyaksikannya secara langsung dengan mata kepala sendiri, maksud nya bukan lewat siaran televisi atau melalui image-audio-video di internet.
Dari jam 18.00 WIB saya sudah standby di depan rumah mengarahkan pandangan ke langit. Tetapi hingga pukul 20.00 WIB, si SBBM belum juga menampakkan diri. Langit gelap. Yang ada hanya beberapa buah bintang.Â
Tunggu punya tunggu dan yang ditunggu tak kunjung muncul, tiba-tiba hp saya berbunyi. Sebuah pesan WA dari grup sekolah tempat saya mengajar masuk, bunyinya sebagai berikut:
Pengumuman:
SESUAI DENGAN HIMBAUAN DAN PERINGATAN DARI BMKG, TERKAIT ADANYA GERHANA BULAN NANTI,
MASYARAKAT DIHIMBAU TIDAK MELIHAT LANGSUNG KEBULAN,
Sampai disitu saya berhenti. "Apa hubungannya dengan BMKG?" Karena kesal saya terus mengomel: "Mengapa pula tidak boleh melihat langsung ke bulan? Ini kan tidak berbahaya seperti gerhana matahari yang dapat membuat mata buta", pikirku.
Kemudian saya teruskan membaca, ternyata masih ada kalimat di bawahnya:
MASYARAKAT AGAR MELIHAT DARI BUMI SAJA...
TERIMAKASIH
Hahahaha.... tiba-tiba saya tertawa. "Betul juga. Berapa banyak biaya yang dibutuhkan dan berapa lama waktu yang diperlukan agar sampai di bulan untuk menyaksikan SBBM secara langsung?" Hahahaha... saya kembali tertawa melepaskan rasa kesal karena bulan tak kunjung muncul.
*Sehubungan Denga Gerhana Bulan tgl 31 Januari
Ada 4 negara yang hebat di dunia ini yang memikirkan tentang bulan.
AMERIKA SERIKAT:
memikirkan bagaimana bisa tinggal menetap di bulan.
RUSIA:
memikirkan bagaimana bisa hidup di bulan.
INDIA:
memikirkan bagaimana bisa bikin film di bulan.
INDONESIA:
memikirkan bagaimana bisa bertahan hidup dari bulan ke bulan.
Hah... kurang ajar. "Ini 'konspirasi Yahudi', ini tidak nasionalis, ini tidak adil", pikirku dan memutuskan berhenti menantikan si Super Blue Blood Moon.
Saya mengambil telepon genggam saya, membuka Kompasiana lalu menulis kisah ini. Dan hingga si Super Blue Blood Moon lewat, saya tidak pernah dapat menyaksikannya secara langsung. Saya hanya dapat melihat lewat siaran di televisi dan melalui internet. Saya harus menunggu 152 tahun lagi....
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H