"Sejauh menyangkut hukum matematika mengacu pada kenyataan, mereka tidak yakin, dan sejauh mereka yakin, mereka tidak mengacu pada kenyataan." (Albert Einstein, Akademi Sains Prusia-Januari 1921)
Matematika adalah ilmu pasti. Beberapa orang meragukannya karena menganggap "kepastian" dalam matematika itu tidak mutlak. Benar sekali, memang "kepastian" dalam matematika itu sama sekali tidak mutlak. Tetapi itu bukan alasan untuk membuat matematika itu menjadi "ilmu tak pasti".
Mengapa?Â
Didalam ilmu matematika dikenal 2 kebenaran, yaitu: aksioma dan teorema. Aksioma adalah kebenaran yang tidak memerlukan pembuktian karena kebenarannya dianggap sudah mutlak, contohnya seperti: matahari terbit di ufuk timur dan tenggelam di ufuk barat.
Kebenaran kedua adalah teorema, yaitu kebenaran yang memerlukan pembuktian atau dalil. Kebenaran seperti ini bukan dogma dan sama sekali tidak mutlak. Sebuah teorema yang diyakini sebagai "kebenaran" akan bertahan sepanjang belum "dipatahkan" oleh teorema yang lebih logis dan lebih kompleks.Â
Jika sebuah teorema baru mempunyai cukup dalil untuk mematahkan teorema sebelumnya maka gugurlah teorema yang lama kemudian digantikan oleh teorema yang baru dan kepastian yang lamapun menjadi ketidakpastian.
Mengapa demikian? Adakah kebenaran itu berubah? Kebenaran TUHAN itu mutlak tetapi kebenaran manusia, tidak. Pengetahuan manusia untuk mengerti kebenaran secara sempurna sangat tidak mungkin. Manusia terbatas kemampuan dan pengetahuannya sedangkan TUHAN, tidak.
Ilmuwan terkenal sepanjang masa Albert Einstein mengatakan di Akademi Sains Prusia, Januari 1921 bahwa: "Sejauh menyangkut hukum matematika mengacu pada kenyataan, mereka tidak yakin, dan sejauh mereka yakin, mereka tidak mengacu pada kenyataan." Atau dalam terjemahan lain dikatakan "sesuatu yang mengacu pada kepastian, itu tidak pasti tetapi sesuatu yang mengacu kepada ketidakpastian maka itu pasti.
Masih bingung mengartikannya?
Dalam kutipan lain Einstein mengatakan bahwa "satu-satunya yang pasti di dunia ini adalah ketidakpastian". Inilah adalah sebuah kutipan yang luar biasa dari seorang jenius. Dalam "ketahuannya" beliau sangat menyadari, di dalam semesta, di luar semesta dan di masa depan, banyak yang belum dan tidak akan dapat dijangkau oleh pikirannya yang terbatas.
Ini menyadarkan kita bahwa sehebat apapun manusia sama sekali tidak akan dapat menandingi kehebatan TUHAN sebagai pencipta manusia. TUHAN berada di titik tak terhingga sedangkan manusia berada di titik nadir.
Itu juga berarti sehebat apapun teknologi yang diciptakan manusia maka manusia masih jauh lebih hebat dari teknologi itu sendiri. Seharusnya teknoligi tidak boleh dan tidak dapat mengendalikan manusia. Dan manusia pun tidak boleh tunduk kepada teknologi walaupun pada kenyataannya tidak demikian.
Terlepas dari ketidakpastiannya, matematika itu adalah ilmu pasti dan bukan ilmu tak pasti. Kepastiannya yang tidak mutlak justeru menyadarkan kita bahwa yang mutlak itu adalah kebenaran TUHAN yang tidak terbatas. Dalam keterbatasannya, manusia harus tunduk kepada TUHAN yang tidak terbatas.
Salam....
(RS)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H