Hei...
Hei...
Kemarilah, kawan!
Bukakan telingamu lebar-lebar,
Seperti kelelawar yang  bermata buram
Tajamkan hatimu, luruskan pikiranmu
Seperti  bayi yang baru menyesap susu ibunya
Sayup-sayup terdengar
Engkau dengar kah?
Sang penguasa menembang
Liriknya bercerita tentang kekayaan negeri
Tertanam  di perut bumi pertiwi yang indah
Hitam warnanya, bernilai intan permata
Menjanjikan hidup indah tanpa nestapa
Membuat mimpi setiap insan menjadi indah
Hanya jika sang penguasa, berkarya demi negeri
Sang penguasa menembang
Liriknya tentang hadiah tambang
Membagi harta bumi bagi siapa?
Kawan yang berpeluh, kala memilih raja
Sekondan yang berdiri di barisan, kala mematut raja
Kawanan penopang bahu, kala mencari raja
Gerombolan pengisi pundi, kala menata raja
Bahkan kini,
Anak muda menguar nafsu ingin merasa remahnya
Nikmat harta dari alam yang telah merana
Meski mereka tidak mengerti harus apa
Sebab hadiah ini, nanti bisa dijaja
Walau dengan harga murah, sebab mereka bisa apa
Liriknya tentang tambang
Menjadi sumbang, tatkala mengambang
Sang penguasa pelantun tembang
Tak juga acuh dengan suara penolak bala
Tersebab, tunai janji kepada penghamba
Â
Tapos, 04 Agustus 2024
Malam-malam Waktu Tapos, dan gerimis menggumuli bumi.Â
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H