Mohon tunggu...
Rinsan Tobing
Rinsan Tobing Mohon Tunggu... Konsultan - Seorang pekerja yang biasa saja dan menyadari bahwa menulis harus menjadi kebiasaan.

Seorang pekerja yang biasa saja dan menyadari bahwa menulis harus menjadi kebiasaan.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Menteri Ara Ingin Berhutang ke Bank Dunia untuk Rumah Rakyat

19 Desember 2024   22:36 Diperbarui: 19 Desember 2024   22:36 43
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemerintah Indonesia melirik Bank Dunia untuk pembiayaan pembangunan rumah rakyat (Sumber: okezone) 

Setelah sempat belok kiri, mengadakan sayembara berhadiah tinggi terkait Harun Masiku, Menteri Ara muncul lagi ke media. Kali ini berurusan dengan tugas-tugas utamanya, yakni tentang penyediaan rumah untuk rakyat. Tidak tanggung-tanggung, jumlahnya mencapai 3 juta rumah. Menurut Menteri Nusron, setidaknya diperlukan lahan seluas 26.000 hektar, atau kurang lebih 260 km persegi.  Luasnya hampir mencapai setengah luas Jakarta, kurang lebih gabungan dari wilayah daratan Jakarta Utara dan Jakarta Barat.

Mengadakan lahan seluas itu tentunya pekerjaan besar. Menjadi catatan, luas lahan yang diperlukan, jauh lebih besar. Hal ini dikarenakan perlunya penyediaan sarana publik seperti pasar, jalan raya, jalan penghubung, rumah sakit, sekolah dan masih banyak lagi. Penyediaan lahan, sayangnya bukanlah bagian dari tugas dan fungsi Menteri Ara. Makin puyeng kepala beliau memikirkannya.

Tentunya niat baiknya untuk menghibahkan tanah pribadinya seluas 2 hektar patut disyukuri. Namun, itu masih sangat jauh dari luas lahan yang diperlukan untuk tahun 2025 saja. Bisa makin kurus Menteri Ara memikirkan hal rumit terkait penyediaan rumah bagi kalangan masyarakat berpenghasilan rendah ini.  

Persoalan lahan masih menjadi kerikil yang harus disingkirkan, persoalan lain juga ternyata masih harus dijawab. Dari mana dananya? APBN jelas-jelas tidak mampu untuk menyediakannya. Prabowo saja sudah membatalkan banyak proyek. Seperti proyek strategis nasional di Pantai Indah Kapuk. Naga-naganya proyek ini akan tertunda, jika tidak berhenti. Pembangunan Ibukota Nusantara juga, tidak mendapat porsi yang sepantasnya. Infrastruktur juga akan terpinggirkan. Mungkin, perlu uang jauh lebih banyak untuk memenuhi pengeluaran kabinet yang super duper gemuk itu. Tapi, prinsip 'Ayo Gas', mungkin masih membara di dada.

 

Melirik Bank Dunia 

Apa daya, demi cita-cita mulia, Menteri Ara mendadak mendelik ke arah Bank Dunia. Beliau bermaksud meminjam dari organisasi multilateral ini. Sudah pasti, Bank yang tidak memiliki anjungan tunai mandiri serta yang nasabahnya adalah negara, senang dengan lirikan Menteri Ara. Meskipun, disebut bank pembangunan, tetap saja Bank Dunia adalah bank seperti umumnya. Orientasinya pasti untung (profit).

Menteri Ara harus bekerja keras untuk meyakinkan bahwa permintaan pengajuan hutang ini harus masuk ke buku hijau di Badan Perencanaan Nasional. Prosesnya seperti itu. Negosiasi biasanya diadakan dengan Badan Perencanaan Nasional, Kementerian Keuangan dan Kementerian Teknis, yang dalam hal ini adalah Kementerian Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman. Kementerian yang dilahirkan Prabowo dalam Kabinet Merah Putih, sebagai hasil dari bedah sesar dengan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat.

Berapa kira-kira jumlah yang harus dipinjam dari Bank Dunia? Jika mengacu kepada standar rumah subsidi yang akan dibangun, yakni tipe 30/60 dengan kisaran harga Rp. 200 juta per rumah, maka setidaknya diperlukan dana 200 juta dikalikan 3 juta, yakni Rp. 600 triliun. Jumlah yang sangat fantastis. Jika dikonversi ke mata uang Paman Sam, sekitar USD 40 milyar. Jumlah yang sangat dahsyat. Makin pusing kepala Menteri yang sering disebut sebagai Bang Ara ini. Tidak mungkin pemerintah meloloskan permintaan penambahan hutang sejumlah itu. Terlebih, dana itu untuk membangun rumah subsidi bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR).

Perlu Menjadi Perhatian 

 Seandainya Menteri Ara diijinkan untuk meminjam dari Bank Dunia, maka pekerjaan rumah lanjutannya masih sangat panjang. Hutang dari Bank Dunia, biasanya hutang jangka panjang, bisa hingga 20-30 tahun, dengan masa tenggang (grace period) sekitar 5 -- 10 tahun. Artinya, pemerintah Indonesia, lebih tepatnya rakyat Indonesia,  tidak akan membayar cicilan dan pokok selama 5 -10 tahun sejak penandatanganan. Pembayaran dimulai pada tahun 6 atau ke-11, sesuai perjanjian. Bank Dunia tentunya memperhatikan juga risiko kredit (credit risk) pemerintah Indonesia. Risiko kredit maksudnya nilai total pinjaman pemerintah Indonesia, tidak melebihi USD 18 milyar. Setidaknya, berdasarkan informasi tahun 2020.

Ketika meminjam ke Bank Dunia, pemerintah Indonesia, selaku peminjam (borrower), akan dikenakan biaya di muka (front end fee), semacam biaya pengurusan (provisi) sebesar USD 400.000. Biaya ini adalah final, artinya langsung dipotong di depan. Bunga pinjaman berada di atas suku buku Libor (London Interbank Offered Rate). Memang lebih murah dari bunga pinjaman komersial.

Ternyata, tidak cukup sampai di situ. Peminjam dalam hal ini pemerintah Indonesia dikenakan biaya yang disebut dengan komitmen (commitment fee). Biaya ini nilainya sebesar 0,25% per tahun dari jumlah hutang yang belum ditarik atau digunakan. Ditarik artinya Bank Dunia sudah mentransfer uangnya ke rekening negara yang dibuat khusus untuk pinjaman ini di Bank Indonesia. Jumlah nominalnya akan semakin besar, jika pekerjaan terlambat dilaksanakan, karena dana tertahannya masih besar.  Meskipun Bank Dunia biasanya akan menyatakan keprihatinan atas keterlambatan, namun mereka senang juga. Ada tambahan dana yang masuk ke pundi-pundinya.

Jadi, ketika sudah ditanda-tangani perjanjian hutang (loan agreement), dananya tidak serta merta ditransfer seluruhnya ke bendahara negara Indonesia, dalam hal ini Kementerian Keuangan. Transfer akan dilakukan Bank Dunia, sesuai dengan perjanjian penggunaan, yang ada dalam dokumen kesiapan pinjaman.

Jika transfer pertama sudah terpakai kira-kira 80%, maka permintaan selanjutnya dapat diajukan. Tentunya ini memerlukan semacam persetujuan dari Bank Dunia, dengan melihat kemajuan pekerjaan penarikan pertama atau sebelumnya. Bank Dunia harus mengeluarkan surat persetujuan yang disebut surat tanpa keberatan (NOL -- no objection letter). Kita sudah minjam, masih diatur juga. Heran, tetapi ada bagusnya juga.

Dengan demikian, harus dipastikan, pekerjaan sesuai dengan rencana pinjaman. Namun, hal ini tampaknya akan sulit. Pengadaan lahan 26.000 hektar akan bisa menjadi batu sandungan bagi kemajuan pekerjaan. Membangun 3 juta unit rumah merupakan pekerjaan yang kompleks terlebih lagi harus diselesaikan dalam 1 tahun. Memerlukan banyak tangan-tangan yang harus dikelola. Khawatirnya, tangan-tangan itu bisa menjadi panjang, dan melahirkan kebocoran dana kemana-mana.

Selain, itu ada lagi yang harus menjadi perhatian, salah satu persyaratan pinjaman bank dunia, yakni upaya pengamanan (safeguarding), baik sosial mau pun lingkungan (social safeguarding and environmental safeguarding). Ini bukan persoalan yang mudah. Karena pekerjaan yang dibiayai oleh pinjaman ini dilarang merusak lingkungan dan membuat masyarakat terdampak menjadi lebih menderita. Secara prinsip, begitu.

Meskipun meminjam, tampaknya tidak mudah juga. Banyak pekerjaan yang harus dipastikan dapat berjalan sesuai dengan rencana. Jika tidak, hutang tinggal hutang. Nilai total yang diterima, bisa semakin menyusut. Rumah rakyat hanya tinggal rumah rayap. Pusing kepala berbie nih, Bang Ara!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun