Rupanya, ketika seluruh negeri sibuk berbicara tentang generasi roti lapis ini, diam-diam muncul bibit generasi baru, yang juga cukup mengkhawatirkan. Ada kelompok generasi yang ternyata hidupnya harus ditopang oleh orangtuanya dan bahkan sampai kakek-neneknya.Â
Keluarga besarnya masih harus berpikir keras dan ikut menanggung kehidupan anak-anak, yang seharusnya sudah mandiri. Generasi ini disebut generasi kangguru. Seperti layaknya anak kangguru yang selalu dibawa oleh induknya di dalam kantong. Tidak seperti hewan lainnya, di mana begitu anaknya lahir, langsung mandiri. Generasi kangguru ini dapat diperkirakan menjadi tanggungan generasi roti lapis.
Fenomena generasi kangguru ini jamak ditemui sekarang. Di Korea Selatan 66% warga yang berusia 25--34 tahun, masih ditanggung oleh orangtua dan bahkan kakek neneknya. Mereka tidak bekerja atau pun bekerja tetapi dengan gaji yang tidak mencukupi.Â
Pekerjaan semakin sulit didapatkan, gajinya pun tidak sebanding dengan biaya hidup. Banyak dari generasi ini yang kemudian mengundurkan diri dari pekerjaannya, dan memilih untuk tinggal di rumah saja. Fakta ini sangat membingungkan, sekaligus mengkhawatirkan. Ternyata fenomena ini pun sudah terjadi di Indonesia.
Badan Pusat Statistik (BPS, 2023) mencata, terdapat sekitar 9,9 juta penduduk generasi muda usia 15 - 24 tahun di Indonesia pada situasi tidak bekerja, tidak sedang sekolah dan tidak dalam masa training (not in employment, education, and training - NEET). Angka ini adalah 22,5% dari total penduduk usia muda 15 -- 24 tahun di Indonesia. Pastinya, kehidupan mereka pastinya ditanggung oleh orangtuanya, dan mungkin keluarga besarnya. Mereka adalah generasi kangguru Indonesia.
Hal ini sangat mungkin terjadi dilihat dari setidaknya 2 (dua) aspek. Pertama, keluarga yang semakin kecil. Ini artinya keluarga sekarang memiliki anak sedikit, paling banyak 2 (dua) anak, dan bahkan tidak sedikit yang hanya menjadi anak tunggal. Sementara, orangtua masih aktif, dan kemungkinan bekerja dua-duanya. Akumulasi kekayaan orangtua dirasa cukup untuk menanggung kehidupannya. Meskipun, perlu kemampuan untuk memastikan keberlanjutan kekayaan ini.
Kedua, gaya hidup yang sekarang sangat mementingkan kesehatan mental (mental health) dan pemahaman akan jargon bekerja dan hidup kudu seimbang (work-life balance). Gaya hidup yang sangat diagung-agungkan generasi milenial dan generasi Z.Â
Sayangnya, banyak yang bisa menceritakan bahwa semakin tinggi tingkat kesejahteraan, maka semakin tidak ada waktu untuk memikirkan kesehatan mental, bahkan waktu untuk berlibur (healing). Banyak yang juga berpendapat work-life balance itu adalah sebuah ilusi.
Namun, generasi milenial dan generasi Z terlanjur memiliki pemikiran dan pemahaman keseimbangan hidup dan bekerja adalah keharusan. Kehidupan profesional jangan sampai mengganggu kehidupan personal. Namun, tidak begitu ceritanya, Fergusso!
Dampak Bagi Negeri
Kombinasi generasi roti lapis dan generasi kangguru menjadi sebuah ancaman bagi berjalannya kehidupan negeri. Negaeri membutuhkan orang-orang produktif, yang siap nafas dan uratnya dipakai untuk menggerakan mesin-mesin perekonomian negari, untuk memenuhi konsumsi masyarakat yang semakin banyak setiap harinya.