Kejadian yang ada tidak hanya di Kabupaten Bogor, tetapi juga di daerah-daerah lain yang mengalami bencana longsor dan banjir bandang seperti di Kabupante Lebak Banten, Tapanuli Tengah Sumatera Utara, dan Bondowoso Jawa Timur.
Masyarakat yang terdampak bencana di Kabupaten Bogor harus memulai kehidupan lagi dari nol. Rumah-rumah yang dibangun seadanya menjadi mula lagi dari sebuah kehidupan keluarga yang terhempas bencana.Â
Sumber daya mengecil, dengan longsoran tanah yang menutupi lahan pertanian dan ladang. Kemungkinan, hutan menjadi sasaran sumber pendapatan.
Kayu-kayu dengan lingkar batang yang kecil bisa jadi incaran untuk mendapatkan penghidupan. Bambu-bambu yang tumbuh disana bisa jadi sumber penghidupan.
Jika itu dilakukan, ancaman tanah longsor akan muncul lagi. Lahan-lahan miring dan gundul di perbukitan dan punggung gunung, menjadi breeding ground bencana tanah longsor.
Hal yang lebih mahal lagi, bahkan cenderung tidak mungkin, yakni mengembalikan ke kondisi semula. Masyarakat harus direlokasi ke lokasi yang relatif aman. Sayangnya lahannya tidak ada. Penghidupan mereka sudah sangat tergantung pada lokasi tempat tinggal.
Tidak mungkin ketergantungan ini diputuskan dengan mengubah penghidupan. Pengalaman relokasi di Sleman pasca letusan Merapi 2010 membuktikannnya. Masyarakat tidak bisa diputuskan begitu saja dari akar penghidupannya.
Terlebih lagi, jumlah penduduknya sudah sangat banyak. Kecamatan Sukajaya saja, berdasarkan data 2017, berpenduduk 57.840 jiwa. Memindahkan orang dengan jumlah itu pastinya sangat sulit.Â
Jika jumlahnya ditambah dengan penduduk Nanggung yang berada di perbukitan, akan menjadi misi yang mustahil. Kemiskinan dan pembiaran oleh pemerintah menciptakan tragedi bagi kemanusiaan kita.Â
Sekarang hanya beberapa nyawa. Besok, di lain waktu, jika tidak ada intervensi sama sekali, dampak bencana yang jauh lebih besar mungkin tidak terhindarkan.