Secara umum dapat dipastikan tidak ada seorang manusia pun yang ingin hidup dengan risiko. Setiap orang ingin hidup dengan situasi dan kondisi yang nyaman dan aman.Â
Tetapi, dengan jumlah sumber daya yang terbatas, sementara permintaan yang tinggi, mengarah pada lahirnya persaingan yang akan dimenangkan oleh mereka yang memiliki kapasitas lebih dari yang lainnya.
Pemilihan wilayah di daerah yang rawan longsor dapat dipastikan karena kurangnya kapasitas untuk bersaing dan untuk meningkatkan keamaan dari risiko, dalam hal ini, ancaman bencana alam khususnya tanah longsor, dengan mencari kawasan yang relatif datar dan aman. Â
Di banyak desa-desa di Kecamatan Sukajaya dan Kecamanan Nanggung, setidaknya yang dalam amatan penulis, masyarakat memang tampaknya kurang memiliki kapasitas untuk mendapatkan wilayah yang relatif aman.Â
Daerah yang relatif aman juga identik dengan sumber-sumber penghidupan yang tidak dapat dijangkau.
Kaki-kaki dan punggung bukit menjadi pilihan tempat tinggal. Punggung-punggung bukit menjadi rumah dan sumber penghidupan dan ketergantungan banyak masyarakat di desa-desa di Kecamatan Sukajaya dan Nanggung.Â
Kaki gunung dan punggung gunung di Halimun Salak menjadi tempat kehidupan banyak masyarakat yang tidak memiliki kemampuan untuk mendapatkan lokasi permukiman dan penghidupan di wilayah yang aman dari ancaman bencana.
Mereka memiliki kapasitas rendah secara ekonomi untuk menjangkau wilayah yang relatif aman. Bangunan-bangunan yang bersebelahan dengan jurang dan dinding bukit menjadi sebuah keniscayaan.Â
Bangunan-bangunan di lahan dengan kemiringan curam menjadi pemandangan biasa. Bahkan, yang lebih mengkhawatirkan, lahan-lahan miring itu diolah. Vegetasinya diganti menjadi sayuran.
Dari kejauhan memang tampak hijau dan segar terutama di musim hujan ini. Tetapi tutupan lahannya terdiri dari bambu yang tidak pas untuk daerah miring dan pohon-pohon yang kecil-kecil. Tidak tampak pohon dengan batang-batang besar layaknya hutan-hutan yang masih perawan.
Kampung Merambah Bukit, Mengapa?