Sementara untuk menutupi mimpi-mimpi yang akan dijual untuk sekedar mencari suara dan bukan berniat melaksanakannya karena ketidakmungkinannya, tentunya akan diberikan program-program 'membahagiakan' masyarakat.
Mungkin trotoar akan menjadi penuh lagi. Masyarakat yang buang sampah tidak akan diproses hukum lagi. Masyarakat dibiarkan saja bertindak atas dasar kepentingan pribadi dan bukan kepentingan publik.
Parahnya, hal yang pertama dilakukan untuk memenuhi beberapa keinginan dan kepentingan para pendukung Anies, yakni mengurangi kompensasi bagi pegawai pemerintah DKI. Lucunya lagi, ini disampaikan oleh anggota DPR pendukung Anies. Alasannya, jika gaji di Jakarta tinggi, bisnis tidak akan kompetitif. Anies dan Sandiaga lupa dampak dari pendapatan yang diturunkan.
Tiba-tiba juga Sandiaga Uno menggunakan acuan bantuan yang lebih kecil untuk para penerima KJP. Dengan alasan bahwa orang miskin pendapatannya sekitar Rp. 400 ribu, Sandiaga akan menurunkan nilai KJP setara dengan angka itu dari yang sekarang Rp. 700 ribu. Logika apa lagi yang digunakan? Bukankah seharusnya pemerintah mensejahterahkan rakyatnya.
Partai politik pendukung yang justru mengarahkan kebijakan Anies. Sayangnya, kebijakan ini disuarakan ketika DPRD Jakarta meminta berbagai fasilitas tambahan untuk kenyamanan. Tidak relevan dengan kinerja mereka yang hanya meributkan kenikmatan ini. Belum lagi ada persoalan dengan mereka terkait korupsi.
Dengan kondisi seperti ini, Anies sepertinya akan melayani kepentigan para pihak yang mendukungnya. Anies seperti menjadi 'boneka' yang digerakkan.
Pekerjaannya mungkin akan berjalan, tetapi dengan kualitas yang tidak semestinya. Apalagi untuk menyamai benchmarkkinerja yang telah diciptakan Jokowi-Ahok-Djarot, akan sangat sulit bagi Anies dengan segala kepentingan yang bergelayut. Â
Akhirnya, memang waktu yang akan memperlihatkan kepada publik hasil kinerja Anies. Apakah akan berakhir manis atau malah berantakan? Tetapi, tentunya, apa yang dialami Anies dan dikerjakannya tidak berada di ruang vakum. Ada latar belakang yang bisa dilihat untuk memproyeksikan hasil-hasil ke depannya.
Untuk itu, dengan kondisi Anies yang diberati berbagai pendulum kepentingan dan sudah disuarakan partai pendukungnnya, sangat berat bagi Anies untuk benar-benar bisa menjalakan pelayanan publik. Malah yang ada nantinya mungkin pelayanan kepentingan para pendukungnya.
Anies menjadi gagal fokus dengan pekerjaan yang seharusnya dikerjakan. Terlebih lagi Anies dikenal sebagai seorang 'orator' dengan pilihan-pilihan kata yang memikat. Tetapi, disinyalir Anies bukanlah orang yang senang dengan detil, dan bukan seorang implementer.
Janji-janji telah diucapkan dalam masa pilkada. Jabatan telah diletakkan di pundak Anies. Tetapi, ada keraguan akan akhir dari janji-janji Anies itu. Sepertinya, semuanya tidak akan berakhir manis dengan segala kepentingan yang mengelilinginya. Mari kita saksikan bersama.