Mohon tunggu...
Rinsan Tobing
Rinsan Tobing Mohon Tunggu... Konsultan - Seorang pekerja yang biasa saja dan menyadari bahwa menulis harus menjadi kebiasaan.

Seorang pekerja yang biasa saja dan menyadari bahwa menulis harus menjadi kebiasaan.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Terberkatilah Dia Pencipta Kompasiana

27 Oktober 2017   17:38 Diperbarui: 27 Oktober 2017   18:20 847
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Seluruh pertanyaan itu kembali menghantam kesadaran. "Aku belum saatnya menulis", lagi-lagi sebuah pikiran muncul. Sementara aku merasa usia sudah merambat deras. Menua! Usia akan meninggalkan aku dan tidak memiliki apa pun sebagai legasi.

Semakin nelangsa, karena ketika itu aku hampir mendapatkan gelar master dari Universitas Indonesia. "Lalu, seorang master tidak menghasilkan tulisan apa pun?", benakku tidak berhenti bertanya.

Mencoba melengkapi kemampuan dan meningkatkan kepercayaan diri, aku mengikuti beberapa kelas menulis. Kelas berbayar maupun gratisan yang dilaksanakan berbagai organisasi kemasyarakatan.

Satu kalimat yang teringat, ya hanya satu kalimat tidak lengkap. "Tulis  aja dulu". Ujaran para pelatih itu sangat membekas. "Tidak ada gunanya berbagai teori yang diajarkan jika tidak menulis. Maka tulislah apa yang kamu pikirkan. Ya, tulis saja", terngiang-ngiang dalam benak.

Di 21 Februari 2016

Dengan mengumpulkan energi semesta alam, aku akhirnya berani menayangkan tulisan di Kompasiana. Judulnya, Menepis Sedikit Lagi Kecemasan Naik Bus Transjakarta. Ketika itu menjelang tengah malam. Begitu tabtayangkan diklik, bergetar jiwa dan raga.

What? Aku sudah upload? Bagaimana nanti reaksi orang lain? Pasti akan banyak caci-maki. Tidak ada yang akan baca? Tidak ada bagus-bagusnya. Harusnya tadi aku menulis begini dan bukan begitu?

Pikiran itu berkecamuk hebat. Selanjutnya, mata terus nanar dalam gelap kamar tidur di lewat tengah malam. Pikiran berputar terus. Badan sudah lelah, tetapi tidur tak kunjung menyapa.

Hingga azan bergema dari masjid dekat rumah, mata tidak juga terpejam. Entah bagaimana ceritanya, akhirnya rasanya hilang juga dalam tidur. Tidak lelap. Aku benar-benar tertekan. Jauh lebih tertekan dibandingkan menghadapi sidang master dua minggu sebelumnya.

Terbangun paginya, badanku lemas. Kurang tidur membuat hari menjadi tidak ceria. Belum lagi kekhawatiran akan tulisan yang dimuat jelang tengah malam kemarin. Hingga pagi itu, aku tidak berani untuk menjenguknya. Rasa penasaran itu tetap mengajak dan menggangu. Siang menjadi gelisah. Makin kuat rasa khawatir dan sekaligus penasaran.

Selewat makan siang, sekitar pukul dua, aku beranikan melihat tulisan itu. Komentar tidak ada. Tetapi ada tulisan biru di bagian kiri atas judul. Pilihan. Lalu, Headline. Di bagian jumlah pembaca tertera angka 600. Aku tidak mengerti tentang itu semua. Aku peduli hanya pada kenyataan bahwa tidak ada komentar negatif, apalagi melecehkan. Itu saja.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun