Mohon tunggu...
Rinsan Tobing
Rinsan Tobing Mohon Tunggu... Konsultan - Seorang pekerja yang biasa saja dan menyadari bahwa menulis harus menjadi kebiasaan.

Seorang pekerja yang biasa saja dan menyadari bahwa menulis harus menjadi kebiasaan.

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Menjaga Energi Merawat Negeri

7 Oktober 2017   12:59 Diperbarui: 7 November 2017   14:20 2081
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Perahu antar pulau mengangkut drum BBM merapat di dermaga Kayu Bangkoang, Makassar, Sulsel, Jumat (17/10). Nelayan di kawasan Paotere dan pulau-pulau wilayah Kota Makassar sulit mendapatkan BBM jenis solar, mereka harus menunggu hingga 7 hari (cnnindonesia.com)

Informasi dalam buku itu sangat mengejutkan. Di buku berjudul The Race of What's Left karya Michael T. Klare dari Hampshire College, Massachusetts, AS, diutarakan bahwa pertempuran-pertempuran yang terjadi di berbagai belahan dunia berfokus pada satu hal, penguasaan atas energi dan sumber-sumbernya. Buku yang dirilis pada 2012 itu, menjelaskan betapa setiap negara bahkan pemimpin negara berusaha untuk menguasai energi dan sumbernya. Motifnya bisa demi kepentingan bangsa, bisa juga kepentingan pribadi penguasa demi kelanggengan kekuasaan.  

Bagi penguasa, menguasai energi di negaranya berarti menguasai sumber pundi-pundi yang sangat luar biasa nilainya. Negara-negara besar dengan perekonomian raksasa, memerlukan kepastian energi yang berkelanjutan.

Bahkan, organisasi-organisasi radikal juga berupaya untuk menguasai ladang-ladang minyak seperti di Irak dan Suriah. Penguasaan sumber-sumber energi ini memastikan keberlanjutan perjuangannya. Negara-negara yang berusaha memenuhi cadangan energinya, membeli minyak dari organisasi radikal ini. Mereka menutup mata akan asal muasal energi itu. Terpenting baginya adalah mendapatkan minyak, yang bisa jadi lebih murah, demi menjaga kebutuhan.  Pernah ramai diberitakan di media jika Turki, Syria dan Iraq termasuk negara yang membeli minyak dari kelompok radikal ini.

Perkembangan terbaru bisa dilihat di berbagai belahan dunia. Rusia menganeksasi Crimea hanya untuk mengamankan jalur gasnya ke daratan Eropa sebagai pembeli utama energi Rusia, sekaligus mengamankan teritori di Laut Hitam yang kaya minyak dan gas. China berusaha menguasai Laut Cina Selatan yang kaya minyak, untuk memastikan cadangan minyaknya tersedia demi menggerakkan perekonomian raksasanya.

Sepertinya, di dunia bercorak energy-centric ini pertarungan untuk menguasai energi dan sumber-sumbernya tidak akan pernah berhenti. Para aktor yang berkecimpung di bidang energi, harus bekerja keras untuk memastikan kelangsungan hidup bangsa dan negaranya lewat tersedianya energi. Dalam konteks Indonesia, hal yang sama terjadi. Masih dalam konteks Indonesia, bebannya berada di pundak Pertamina.

Kedaulatan, Kemandirian dan Ketahanan Energi

Setelah mengalami transformasi sejak pendirian tahun 1957, Pertamina didorong oleh kesadaran akan dinamika global terkait minyak dan gas sebagai sumber energi berbasis fosil yang semakin menurun, pada 2011 Pertamina menciptakan visi baru yakni 'Menjadikan Perusahaan Energi Nasional Kelas Dunia'.

Dalam visi baru ini, Pertamina sebagai perusahaan negara yang harus memastikan tersedianya energi bagi kelangsungan bangsa bergerak dalam tiga elemen yang harus dipastikan terjaga. Dalam konteks kebangsaan, Pertamina memiliki tugas berat untuk mewujudkannya, yakni kedaulatan, kemandirian dan ketahanan energi.

Kedaulatan energi berkaitan dengan hak negara sepenuhnya mengelola energi dan sumber-sumbernya demi kesejahteraan rakyat. Kemandirian energi berkaitan dengan kemampuan sumber daya Indonesia dalam mengelola energi dan sumber-sumbernya.

Dengan demikian, Indonesia harus memiliki sumber daya manusia yang mampu dan mumpuni serta ruang fiskal yang mencukupi. Terkait ketahanan energi, Indonesia harus mampu menyediakan (availability) energi dalam harga yang terjangkau (affordability) dan dapat ditemukan dengan mudah (accessability) secara terus menerus (sustainability).

Meskipun tiga hal di atas adalah tugas dari negara, tetapi operasionalisasinya berada di pundak Pertamina, yang berulang tahun ke-60 pada tahun ini. Pertamina dengan logo anak panah berwarna merah, hijau dan biru ini, harus memastikan bahwa negara bisa mewujudkan tiga hal di atas.

Strategi harus dikembangkan untuk mewujudkannya di tengah dinamika dan persoalan energi yang menuju kepada titik yang dapat dikatakan mengkhawatirkan, karena cadangan yang semakin menurun dan semakin mahalnya biaya eksplorasi.

Saat ini, cadangan minyak Indonesia terbukti berkisar 3,7 miliar barel yang hanya cukup untuk 11-12 tahun ke depan. Perhitungan ini dengan asumsi produksi 700.000-800.000 barrel per hari dan konsumsi sekitar 1,5 juta barrel per hari. Dengan asumsi pertumbuhan 6 persen per tahun, pada 2025 kebutuhan menjadi 2,7 juta barrel per hari. Sementara Pertamina hanya memasang target untuk mencapai produksi 1,9 juta barel setara minyak per hari pada 2025. Ini tantangan tersendiri untuk mengisi kekurangannya.

Sebagai perusahaan negara, dengan beban menyediakan pendapatan bagi negara, Pertamina juga dibebani tugas menyediakan energi ke seluruh pelosok negeri dengan harga yang sama. Kondisi geografis Indonesia yang selama ini pembangunannya terkonsentrasi di Jawa, memberikan tantangan yang luar biasa dalam upaya mewujudkan bahan bakar satu harga. Agak kurang masuk akal memang menyamakan harga bahan bakar di Jawa dan Papua. Ongkos distribusi sangat mahal. Akses yang sangat terbatas memaksa Pertamina untuk memutar otak mencari cara dan jalur logistik untuk memastikan program itu terwujud.

Berbagai maneuver dilakukan. Menaikkan minyak ke pesawat terbang seperti di Papua menjadi pilihan. Di Kalimantan, minyak harus dimasukkan ke drum-drum dan kemudian dihanyutkan ke sungai untuk mencapai lokasi. Di Bengkulu, truk-truk Pertamina harus berjibaku melewati jalanan berlumpur dan berlubang yang tidak jarang mengakibatkan truk terbalik. Di Mentawai, minyak harus di angkut dengan ferri ke pelabuhan lalu dimasukkan ke jerigen-jerigen untuk dibawa dengan motor ke desa-desa yang tersembunyi di sudut-sudut pulau.

Agen bensin antar pulau menambatkan perahu bermuatan jeriken di pelabuhan Pulau Tarempa, Anambas, Kepri, Sabtu (31/1/2015). Tidak terdapatnya SPBU di Ibu Kota Kabupaten Kepulauan Anambas itu membuat warga harus membeli bensin sistem botolan dengan harga Rp 25 ribu per 1,5 liter, bahkan menjadi berkali lipat ketika pasokan dari Natuna atau Tanjungpinang terhambat cuaca buruk. (ANTARA FOTO/Joko Sulistyo
Agen bensin antar pulau menambatkan perahu bermuatan jeriken di pelabuhan Pulau Tarempa, Anambas, Kepri, Sabtu (31/1/2015). Tidak terdapatnya SPBU di Ibu Kota Kabupaten Kepulauan Anambas itu membuat warga harus membeli bensin sistem botolan dengan harga Rp 25 ribu per 1,5 liter, bahkan menjadi berkali lipat ketika pasokan dari Natuna atau Tanjungpinang terhambat cuaca buruk. (ANTARA FOTO/Joko Sulistyo
Dengan segala tantangan dan permasalahannya, kemandirian, kedaulatan dan ketahanan energi harus ditegakkan dengan segala upaya yang mungkin. Pertamina harus bertarung dengan peningkatan kebutuhan masyarakat yang cepat dan penurunan cadangan energi berbasis fosil ini.

Mencari Sumber-sumber Baru dan Terbarukan
Di tengah tantangan yang sangat menekan, terkait dengan penyediaan energi dan semakin mahal dan langkanya sumber energi, Pertamina harus mencari sumber-sumber energi baru dan terbarukan, sesuai dengan penjabaran visi baru Pertamina.  Memang, sementara ini yang diupayakan masih pada fossil-based energi, seperti minyak dan gas bumi.

Akan tetapi, minyak tentunya akan semakin mahal. Di samping cadangan yang semakin menipis, juga eksplorasi yang sangat mahal. Pertamina bekerja keras untuk mencari alternative energi baru dan terbarukan. Energi panas bumi sudah mulai dieksplorasi untuk penyediaan energi bagi kebutuhan listrik.

Energi sinar matahari masih belum masuk tahapan produksi karena masih terkendala skala ekonominya. Pemanfaatan tenaga angin, tenaga air dan tenaga gelombang laut belum juga disentuh.  Bahkan, energi nuklir belum menjadi wacana di Pertamina. Sudah lama sekali wacana pembangunan pembangkit listrik tenaga nuklir di Indonesia, tetapi tidak diwujudkan.

Masalah pembangunan reaktor nuklir di wilayah yang rawan gempa menjadi kekhawatiran utama. Mungkin sumber daya manusia Indonesia pun belum mampu mengelolanya. Bisa jadi, teknologi rekayasa sipil saat ini belum mampu menahan daya rusak gempa yang bisa menjadi penyebab kerusakan reaktor seperti yang terjadi di Jepang pasca gempa 2011.

Sementara itu, masih ada sumber energi lainnya, Torium. Menurut informasi Kementerian Perindustrian, sumber energi ini sangat melimpah di Bangka Belitung dengan cadangan 170.000 ton. Cadangan itu dapat digunakan membangun 170 pembangkit listrik berkapasitas 1000 mega watt selama 1000 tahun.

Menata Pasokan Memodifikasi Permintaan
Terkait dengan persoalan energi terutama pasokan dan permintaan, Pertamina perlu berupaya untuk terus mencari sumber energi baru dan terbarukan. Sementara itu, masyarakat pengguna harus juga dididik untuk menghemat energi. Cadangan minyak akan terus menurun. Sumber-sumber minyak yang ada di daratan, permukaan dan di dalam negeri atau dekat dengan daratan sudah terpakai.

Sementara mencari cadangan-cadangan di laut dalam membutuhkan biaya yang sangat, berujung pada angka keekonomiannya tidak tercapai. Belum lagi kegagalan eksplorasi seperti yang dialami oleh British Petrolium di Teluk Meksiko di 2010, yang mengakibatkan kerugian hingga 18,7 milyar dolar. Melihat pengalaman Lapindo Brantas dalam eksplorasi sumber energi di Sidoarjo memberikan gambaran betapa upaya-upaya menjaga ketahanan energi itu sangat mahal dan berisiko tinggi. Untuk biaya eksplorasi di Laut dengan kedalaman laut 1,5 -- 2 Km diperlukan biaya hingga 300 juta dolar. Jika tidak ditemukan, maka uang sejumlah itu melayang begitu saja.

Dalam konteks penyediaan fossil-based ini, Pertamina setidaknya berupaya memenuhi kebutuhan minyak dan energi dengan berbagai cara termasuk akuisisi perusahaan, membuka ladang-ladang minyak di luar negeri dan juga membeli minyak mentah untuk diolah di dalam negeri.

Dengan target produksi 1,9 juta barel per hari di 2025, Pertamina membuka ladang-ladang minyak di banyak negara. Saat ini Pertamina beroperasi di Kanada, Perancis dan Italia, Kolombia, Namibia dan Myanmar dalam tahap eksplorasi. Di Afrika, Irak dan Malaysia telah masuk tahap produksi. Sementara di Nigeria berproduksi dengan pola equity share atau joint operation. Tetapi, pasokan ini masih kurang.

Untuk itu, inovasi-inovasi baru dalam kerangka kedaulatan, kemandirian dan ketahanan energi harus terus diupayakan. Masih banyak sumber-sumber non-tradisional yang bisa dieksplorasi, seperti dijabatkan di atas. Pertamina harus bisa menyiapkan manusia Indonesia yang mampu mewujudkannya.

Satu hal yang pasti, penyediaan energi dan sumber-sumber energi yang menjadi tugas berat Pertamina merupakan sebuah tugas mulia. Meskipun, Pertamina menjadi posisi utama dalam merawat bangsa ini dari sisi energi, penduduk Indonesia juga harus disadarkan akan kondisi energi yang ada sehingga mampu mengelola kehidupannya dengan penggunaan energi lebih hemat dan dapat berkelanjutan.

Di tengah tantangan yang luar biasa itu, Pertamina dalam upaya menjaga energi bagi Indonesia adalah juga sekaligus merawat bangsa ini agar tetap damai, sejahtera dan berlangsung dalam waktu yang lama. Jangan biarkan, karena tidak adanya kemandirian, hilangnya kedaulatan dan ketahanan energi yang rendah, negara ini hancur lebur.

Seperti sebuah adagium yang dipertegas oleh Michael T. Clare, pada akhirnya energi akan mengakibatkan perang. Bibit-bibitnya sudah tampak. Kita tidak ingin negara Indonesia hancur lebur dalam kekacauan karena tidak tersedianya energi.

Pertamina teruslah berinovasi demi merawat negeri ini. Formulasi peta jalan menuju kemandirian, kedaulatan dan ketahanan energi harus dijabarkan. Sebagai perusahaan yang bercita-cita menjadi perusahaan energi nasional berkualitas dunia, Pertamina pasti bisa.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun