Anak murid bisa apatis dengan pelajaran yang dihadapi. Sering sekali dalam mempelajari tema ini dengan berbagai cerita, anak penulis harus menanyakan makna kata, maksud dari cerita dan kira-kira nilai apa yang hendak diajarkan dari suatu bacaan.
Disinilah masalahnya, karena anak-anak masih belum memiliki kapabilitas komprehensif, maka akan terjadi kegalauan di anak-anak itu sendiri. Anak-anak akan merasa bahwa apa yang akan mereka pelajari menjadi sia-sia karena bingung.
Logika yang seharusnya digunakan yakni proses trasidional yang sudah cukup lama diterapkan sebelum K13 ini. Anak-anak diajarkan memahami konsep-konsep mata pelajaran yang ada. Jika terkait dengan karakter yang dijabarkan sebagai nilai-nilai karakter dan perilaku, maka bisa diajarkan dalam kegiatan yang nyata dan bukan dalam pelajaran matematika.
Logika terbalik yang digunakan ini, tidak akan mendapatkan hasil yang diharapkan karena kemampuan anak-anak dipaksa melompat dan pada gilirannya anak-anak kehilangan arah. Bahkan guru-guru mengalami 'trauma' lalu menjadi apatis.
Seharusnya, perkuat dulu fundamennya. Pahamkan dulu konsep-konsep pelajarannya. Lalu pada gilirannya nanti, ketika dasarnya sudah baik, murid-murid dengan mudah mengaitkannya ke sesuatu yang kompleks dan bahkan sesuatu yang abstrak seperti karakter. Sekarang, terpaksa menerima dulu apa adanya. Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H