Bisnis kejahatan ini tentunya harus dibasmi dengan cara sangat keras. Jangan sampai para pengedar ini mampu memiliki kekuatan bahkan kekuatan setara militer yang pada gilirannya akan memiliki kekuatan yang akan menguasai wilayah bahkan negara. Apa yang terjadi di Mexico hingga saat ini karena bisnisnya telah mampu mempersenjatai pasukan. Dalam rentang waktu yang sangat lama, FARC-Revolutionary Armed Forces of Columbia - di Kolombia mampu mempertahankan perjuangannya yang dibiayai dari bisnis narkoba.
Di Filipina kemungkinan seperti ini juga membuat Duterte gundah gulana bahkan murka. Kemarahan karena sistem yang berlaku tidak mampu mengatasi persoalan narkoba ini mendorong Duterte untuk melakuan extra judicial effort. Membunuhi secara brutal berbagai pihak yang dicurigai terlibat dengan bisnis kotor ini.
Pembentukan death squad untuk melakukan eksekusi di lapangan tanpa peradilan menjadi langkah yang dilakukan Duterte. Para penentangnya baik dari dalam negeri dan luar negeri juga tidak diperdulikannya. Bahkan Obama pun kena semprot pria yang sudah berusia 70 tahun ini. Duterte meminta mereka untuk memberikan cara yang lebih efektif untuk mengatasi masalah narkoba ini dengan segala kompleksitasnya. Tetapi, tidak ada jawaban. Apa gunanya menentang tetapi tidak memberikan solusi?
Sambil para penentang mencari jalan keluar, Â Duterte terus memburu dan membunuhi para pelaku kejahatan akibat narkoba. Setiap orang yang berurusan dengan narkoba sepertinya wajib nyawanya dicabut.
Sementara para penentang merasa layak membela hak hidup para tersangka yang dieksekusi. Lalu, bagaimana dengan hak hidup orang-orang yang mati dan menderita karena narkoba yang diedarkan. Bagaimana dengan keluarga, lingkungan serta masa depan bangsa yang dipertaruhkan? Apakah tidak penting dibandingkan nyawa para penjahat itu? Apakah semata-mata nyawa mereka lebih berharga dari pada nyawa para korban narkoba, masa depan anak-anak bangsa dan masa depan bangsa itu sendiri? Jangan-jangan gerakan-gerakan pembela nyawa para pengedar narkoba ini juga dibiayai oleh para bandar yang lebih besar? Para bandar ini kan sangat agile dan inovatif.
Dengan segala kerugian besar yang diakibatkan narkoba, sudah selayaknya para pengedar narkoba tersebut dilenyapkan dari muka bumi sepeti yang dilakukan oleh Duterte. Duterte tidak memiliki kesabaran dan juga dana yang cukup besar untuk menangkapi mereka, memenjarakan, mengurus kasusnya dan memberikan makan dipenjara. Ibarat bagian tubuh yang kena kanker yang harus diamputasi.
Sumber daya yang dibutuhkan dan lambatnya proses pembuktian yang tidak sebanding dengan percepatan perkembangan dan inovasi bisnis narkoba, menjadikan pembunuhan di luar persidangan menjadi pilihan terakhir Duterte.
Meskipun tidak setuju dengan pembunuhan dalam rangka extra judicial, tetapi rasanya tidak ada jalan keluar yang bisa ditawarkan oleh siapa pun untuk mengakhiri bisnis narkoba ini. Hukuman mati yang dilakukan di Indonesai pun  tidak menghentikan bisnis narkoba ini. Karena dari sisi bandar, kematian 10-20 orang ujung tombak pemasarannya tidak menjadi masalah besar. Baginya akan mudah mencarikan penggantinya.
Akan tetapi, diyakini, dengan proses 'pembasmian' yang dilakukan Duterte, seseorang akan berfikir ratusan kali untuk menjadi pengedar dan penggunanya. Tidak hanya mematikan mata rantainya, tetapi juga memusnahkan pasarnya. Setidaknya, tindakan brutal Duterte dalam membasmi narkoba sedikit menenangkan.
Dalam konteks seperti itu, rasanya di dalam hati kecil ada kesulitan untuk sepenuhnya menolak tindakan brutal yang dilakukan Rody untuk menyelamatkan anak-anak bangsa dan masa depan negerinya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H